Swary Utami Dewi

SWARY UTAMI DEWI : DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERJADI KEKACAUAN

JAKARTASATU.COM– Masalah perubahan iklim perlu kembali jadi fokus bahasan karena kebanyakan warga masyarakat belum terlalu aware terhadap dampak-dampak dari perubahan iklim yang di antaranya terjadinya kekacauan musim. Hal itu antara juga disebabkan oleh efek rumah kaca akibatnya dari naiknya suhu permukaan bumi, biasa disebut dengan Pemanasan Global.

Demikian disampaikan Swary Utami Dewi dalam diskusi publik yang diselenggarkan
PARAMADINA CENTER FOR RELIGION AND PHILOSOPHY (PCRP) bertajuk “Ekologi Integral untuk Kita dan Pemimpin yang Peduli Pada Lingkungan”, Jakarta Jumat, 19 Mei 2023.

Ia menyoroti fenomana pemanasan global. Pemanasan global adalah fenomena pemanasan suhu muka bumi yang terjadi di seluruh dunia. Suhu bumi jadi meningkat sekira 1,5 derajat diakibatkan oleh banyak kegiatan manusia yang menghasilkan emisi gas buangan /efek rumah kaca. Hal pemanasan global telah jadi perhatian dunia, antara lain di beberapa konferensi PBB di setiap tahun yang bertujuan mengajak semua pihak anggota warga masyarakat dunia iku sama-sama aware terhadap naiknya permukaan suhu bumi, dan mengajak bersepakat untuk mengurangi kenaikan suhu permukaan bumi.

Aktifis gerakan perempuan ini memaparkan bumi yang semakin panas, akan berakibat banyak. Antara lain mencairnya es di kutub utara dan kutub selatan. Atmosfer bumi yang berguna untuk melindungi sinar matahari yang langsung ke bumi, dan juga atmosfer yang berfungsi untuk menyimpan Sebagian sinar matahari, sehingga bumi hangat. Jika suhu bumi hangat, maka bumi jadi punya kehidupan. Berbeda dengan planet lain seperti Venus yang terlalu dingin dan Mars yang terlalu panas akibat atmosfernya rusak. Sehingga tidak bisa dihuni manusia.

Sehingga kata Swary Utami Dewi, atmosfer yang menyimpan sebagian sinar matahari dan membuat bumi jadi hangat sehingga cukup untuk menghidupkan segala makhluk hidup di permukaan bumi. Sebagian lagi sinar matahari akan dipantulkan ke luar dan mempunyai efek radiasi infra merah.

Kemudian ia mengacu revolusi industri. Sejak revolusi industri dulu yang menghasilkan asap pabrik dalam jumlah banyak, beserta gas buangan lain dari mesin-mesin industri sampai saat ini telah menyebabkan terjadinya gas rumah kaca. Gas rumah kaca yang banyak terbuang dari proses industri di dunia dan menggunakan bahan bakar dari energi fosil seperti BBM dan batubara menghasilkan C02 atau karbon dioksida serta terperangkap dalam atmosfer sehingga menghasilkan gas rumah kaca yang berujung pada pemanasan global atau dari efek rumah kaca.

“Gas rumah kaca lain yang juga terperangkap dalam atmosfer adalah gas metan. Memang tidak sebanyak C02, tapi daya pekat atau daya tangkap di atmosfer yang menghasilkan panas akan lebih berefek merusak. Gas metan biasa dihasilkan dari tumpukan sampah, kotoran ternak sapi juga menghasilkan gas metan. Gabungan dari gas C02 dan gas metan semua terperangkap dalam atmosfer sehingga fungsi atmosfer yang menghangatkan bumi menjadi tidak berfungsi normal. Bumi akan menjadi semakin panas,” terangnya

Selain itu papar Swary, pemanasan global juga menyebabkan perubahan iklim, dan terjadi saat ini menurut penelitian para ahli PBB terjadi akibat dari pola hidup manusia. Gas metan dari tumpukan sampah, peternakan skala besar dari kotoran ternak, penggunaan pendingin ruangan/AC, buangan knalpot kendaraan dan asap mesin-mesin industri, juga alih fungsi lahan hutan yang dikonversi ke perkebunan dan perumahan.

“Sudah jelas, pemanasan global dan peningkatan permukaan suhu bumi terjadi sejak era revolusi industri sampai sekarang. Saat ini semua pihak internasional yang disponsori oleh PBB sedang berupaya agar kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 1,5 derajat,” pungkasnya.

YOSS/JAKSAT