SDA Dikorupsi, Mahasiswa: Perlu Revolusi
dari yang Paling Radikal

JAKARTASATU.COM – Hasil sumber daya alam (SDA) telah dikorupsi, demikian yang disampaikan para mahasiswa dalam Diskusi Mahasiswa bertajuk Korupsi dan Perampokan Sumber Daya Alam: Merampas Masa Depan Anak Muda Indonesia, Jakarta, Rabu (24/5/2023).

Diskusi bersama lima mahasiswa dari berbagai kampus tersebut menyimpulkan bahwa terdapat budaya koruptif dalam pengelolaan SDA Indonesia yang melimpah.

Intan mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menyampaikan data World Bank tahun 2017 bahwa sekitar 1,2 miliar lapangan kerja atau 40% lapangan kerja dunia terserap pada industri yang sangat bergantung pada ekstraksi SDA.

Menurutnya, telah terjadi praktek korupsi dalam pengelolaan SDA hingga dikuasai oleh para oligarki dan elit politik.

“Dari data yang saya baca sebenarnya benar bahwa banyak Perusahaan-perusahaan yang mendominasi sektor-sektor dan mengeksploitasi SDA, contohnya Sinar Mas group,” terangnya.

Mahasiswa perempuan tersebut juga mengatakan bahwa praktek korupsi di era saat ini jauh lebih buruk daripada zaman Orde Baru. Padahal menurutnya, adanya reformasi adalah untuk menghentikan praktek KKN yang pernah terjadi.

Oleh karena itu, dia pun mempertanyakan kesejahteraan yang dijamin oleh konstitusi yakni, Pasal 28H ayat 2 UUD 1945 dan Pasal 33 ayat 3 yang keduanya menjamin kesejahteraan rakyat serta penguasaan SDA itu sendiri.

“Tapi kesejahteraannya di mana? Dan demokrasi itu yang harus dipertanyakan karena dari demokrasi itu kenapa bisa sumber daya alamnya dikuasai dan didominasi oleh kepentingan-kepentingan kelompok?” tegasnya.

Senada dengan Intan, Andito mahasiswa Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ) Cirebon merasa pesimis dengan kondisi korupsi yang melanda saat ini.

Menurut pandangannya, Pemimpin dan pemerintahan yang baik itu lahir dari proses politik yang baik.

Artinya, lanjut Andito, ketika pemerintahan, presiden, dewan, gubernur, walikota melewati proses politik yang tidak sehat, otomatis hasilnya tidak sehat juga.

Dia mengatakan bahwa saat ini karena terjadinya politik uang, maka para wakil rakyat berlomba-lomba untuk orientasi balik modal.

“Mungkin ada sebagian orang-orang yang memiliki idealisme tentang pemerintahan, tapi ketika masuk sistem, ya mau nggak mau gitu (jadi buruk karena sistem),” kata Andito.

Hal tersebut juga ditekankan oleh Intan, bahwasanya masih terjadinya praktek korupsi dalam pengelolaan SDA adalah karena biaya Pemilu yang mahal untuk membeli suara rakyat.

Andito pun kembali menegaskan bahwa praktek KKN yang terus terjadi karena sistemnya yang sudah buruk, seperti Trias politica yang masih tumpang tindih. Dan untuk menyelesaikan hal itu, maka diperlukan revolusi besar.

“Artinya kita perlu ada revolusi besar-besaran dari yang paling akar, paling radikal,” tandas Andito.

MAT/CR-Jaksat