Permainan Anak Kecil, Jangan Panik!
Oleh Sutrisno Pangaribuan Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)
Istilah anak kecil dalam politik, seperti yang disampaikan Gibran Rakabuming Raka, bukan hal baru dalam politik. Alm. Taufiq Kiemas (TK), Mantan Ketua MPR RI, suami Megawati Soekarnoputri pernah menyebut SBY anak kecil pada Senin (2/3/2004). Taufiq menyatakan, “Mestinya dia (SBY) datang ke ibu presiden (Mega), tanya kok enggak diajak rapat (rapat kabinet), bukannya ngomong di koran seperti anak kecil. Masa, jenderal bintang empat takut ngomong ke presiden,” kata Taufiq. Pernyataan Taufiq tersebut justru secara efektif dipakai SBY sebagai menteri yang “dizalimi”, sehingga sukses mengalahkan Mega dua putaran di Pilpres 2004 dan satu putaran di Pilpres 2009.
Pasca dipanggil DPP PDIP, akibat “wedangan politik” plus “deklarasi dukungan politik” relawan Jokowi- Gibran se-Jawa Tengah dan Jawa Timur kepada Capres Gerindra, Prabowo Subianto, Gibran mengatakan: “Saya tidak bermanuver. Saya itu tidak di struktur partai. Saya itu cuma kader biasa. Saya itu masih kader baru. Saya tidak punya pasukan. Manuver apa? Saya itu cuma anak kecil. Jangan pada panik gitu lho ya. Saya itu cuma anak kecil. Ga tau apa-apa jangan pada panik gitu lho ya”, kata Gibran.
Wedangan politik Prabowo bersama Gibran dilakukan sebelum menemui SBY di Pacitan. Gibran sangat penting bagi Prabowo, sehingga harus lebih dahulu ditemui Prabowo, lalu kemudian menemui SBY. Safari politik Prabowo, mengunjungi dua orang “anak kecil”. Bertemu “anak kecil pertama” di Surakarta berbuah deklarasi dukungan dari relawan. Sedang bertemu “anak kecil kedua” di Pacitan mendapat nostalgia dan wejangan dari senior, dan mantan presiden.
Presiden RI keempat, Alm. KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), pada tahun 2001 mengatakan: “Keterangan saya tidak begitu dipahami karena memang enggak jelas bedanya antara DPR dan TK,” ucap Gus Dur. Pernyataan tersebut membuat Anggota DPR marah, dan menuntut Gus Dur menarik ucapannya. Namun Gus Dur menjelaskan bahwa ucapannya sebatas humor.
Namun kemudian Gus Dur ternyata menyesal menyamakan anggota DPR dengan anak TK. Akan tetapi penyesalan yang dimaksud Gus Dur berbeda dengan pikiran banyak orang. “Saya menyesal menyamakan DPR dengan taman kanak-kanak,” kata Gus Dur. “Saya merasa berdosa telah meremehkan anak- anak yang suci, cerdas, dan kreatif. Sedangkan anggota DPR yang kotor dan kreatif mencari celah untuk uang, ” ucap Gus Dur.
Dalam dinamika politik nasional, yang berhasil direlokasi Gibran dari Jakarta ke Surakarta, Kongres Rakyat Nasional (Kornas), rekan juang politik Jokowi sejak 2014, dan akan melanjutkan perjuangan bersama Ganjar Pranowo 2024 menyampaikan pandangan sebagai berikut:
Pertama, bahwa Kornas mengapresiasi Capres Prabowo yang rendah hati bersedia menemui “anak kecil”. Wedangan bersama Gibran yang mengaku sebagai “anak kecil”. Kemudian silaturahmi dan nostalgia dengan SBY yang disebut “anak kecil” oleh Alm. Taufiq Kiemas.
Kedua, bahwa salah satu permainan tradisional anak kecil yang berasal dari Jawa Tengah adalah “cublak cublak suweng”. Permainan di mana satu anak membungkuk dan menghadap ke bawah yang bertugas sebagai penebak. Sementara anak yang lain sambil menyanyikan lagu “Cublak Cublak Suweng” memindahkan kerikil dari tangan ke tangan di punggung anak yang membungkuk dan menghadap ke bawah. Maka wedangan plus deklarasi relawan Jokowi-Gibran seharusnya tidak perlu disikapi berlebihan atau “panik” oleh pihak manapun. Mungkin Gibran sedang bermain “Cublak Cublak Suweng”. Permainan anak kecil tersebut tidak perlu dianggap serius, sekalipun ada deklarasi dukungan relawan kepada Capres Prabowo Subianto.
Ketiga, bahwa menjelang Pilpres 2019 beredar video sejumlah orang yang melakukan sikap hormat kepada Prabowo Subianto. Setiap orang bersiap sambil memberi hormat dan mengatakan: “siap presiden” lalu secara bergantian menyalami Prabowo Subianto. Aksi tersebut kemudian ditiru dalam bentuk parodi oleh banyak pihak, termasuk oleh anggota tim kampanye nasional (TKN) Jokowi. Ada pihak yang menyebut bahwa Prabowo sedang main “presiden-presidenan”. Oleh karena itu, wedangan Prabowo dengan Gibran pun seharusnya ditanggapi dengan pernyataan khas Gus Dur: “gitu aja kok repot”.
Keempat, bahwa pernyataan Gibran tentang dirinya sebagai kader baru, kader biasa, tidak bermanuver, tidak punya pasukan, lalu merendahkan hatinya menjadi “anak kecil”, hingga tidak perlu bereaksi panik harus diyakini sebagai pernyataan dari seorang yang jujur, polos, dan tulus. Maka Gibran justru harus diberi kebebasan, keleluasaan memainkan perannya sebagai “anak kecil” yang menggemaskan, sehingga setiap orang selalu ingin bertemu dan merindukannya.
Kelima, bahwa tingginya animo tokoh politik nasional bertemu dengan Gibran sebagai hal yang baik dan positif. Gibran yang suci, cerdas, dan kreatif seperti pandangan Gus Dur kepada “anak kecil” telah memainkan perannya sebagai pelopor dari upaya menjadikan Pemilu 2024 yang menggembirakan, aman, damai. Kunjungan Capres Anies Baswedan, Airlangga Hartarto, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto ke Surakarta menjadikan Gibran sebagai tokoh yang dapat mempertemukan semua Capres 2024.
Keenam, bahwa Pilpres 2024 sejatinya sebagai kontestasi politik yang berkualitas, sehingga Capres harus mengedepankan spirit kebangsaan dan persaudaraan. Pertarungan ide, gagasan, serta program dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita nasional. Menghentikan penggunaan politik identitas, eksploitasi SARA, dan pemanfaatan ikatan-ikatan primordial. Sikap permusuhan, ujaran kebencian, pernyataan yang saling merendahkan dan melukai perasaan harus dihindari, sehingga Pemilu 2024 tidak menghadirkan luka dan dendam.
Ketujuh, bahwa Kornas sebagai rekan juang politik Jokowi dan Ganjar tidak akan memaksa Jokowi, keluarganya, bahkan relawannya untuk mendukung Capres Ganjar. Kornas menyerahkan sepenuhnya keputusan tersebut kepada Jokowi, dan tidak menuntut apapun. Kornas memiliki keyakinan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin yang berasal dari “orang biasa” seperti Jokowi di 2014 dan 2019. Maka Kornas memutuskan mendukung Ganjar Pranowo sebagai satu- satunya Capres “orang biasa”.
Kedelapan, bahwa semua tokoh yang melewati proses panjang hingga menjadi Capres atau Cawapres harus diapresiasi dan dihargai. Maka Kornas akan mengajak seluruh rekan juang politik, relawan, simpatisan, dan pendukung Capres Ganjar Pranowo untuk tidak melakukan “black campaign, negative campaign” terhadap Capres lainnya. Tidak menyebar berita bohong dan menyesatkan. Tidak memberi hadiah atau janji, dalam bentuk uang, dan sembako. Dan menjunjung tinggi persaudaraan, persatuan, dan kesatuan bangsa.
Kornas mengajak semua pihak, baik Parpol, Paslon, Perseorangan Calon dan penyelenggara, baik KPU, Bawaslu, DKPP, serta fasilitator baik Pemerintah, TNI dan Polri dan seluruh rakyat Indonesia untuk bergotong-royong menjadikan Pemilu 2024 sebagai Pemilu yang jujur, adil, aman, dan damai.