JAKARTASATU.COM — Eks KPK Novel Baswedan turut hadir dalam pertemuan konferensi pers di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (31/05/2023).

 

Novel Baswedan menginginkan pemerintah tetap membentuk panitia seleksi (pansel) Calon Pimpinan KPK meskipun ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah sepakat memperpanjang masa jabatan menjadi 5 tahun.

 

“Kita tentu sudah mendengar Mensesneg segera membentuk pansel. Kita berharap dampak dari sikap pemerintah untuk memilih apakah membentuk pansel atau diperpanjang ini benar-benar bisa dicermati. Jangan sampai sikapnya malah merugikan pemberantasan korupsi,” tutur Novel dalam konferensi pers yanh bertemakan “Tolak Pembunuhan Demokrasi dan Anti Korupsi”.

 

Novel berpendapat bahwa putusan MK ini berlaku prospektif saja tidak bersifat retroaktif dan memungkinkan hanya berlaku kepemimpinan Firli Cs saat ini.

 

“Saya pikir tidak ada alasan (lagi) pemerintah untuk tidak melanjutkan pembentukan pansel dan melakukan pemilihan pimpinan KPK,” tegasnya.

 

Diketahui sebelumnya, pada Kamis (25/05/2023), MK juga menyatakan Pasal 29 huruf e UU KPK tentang syarat batas usia calon pimpinan KPK paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

 

MK dalam hal ini mengabulkan permohonan uji materi atau judicial review yang diajukan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang mempersoalkan Pasal 34 dan Pasal 29 huruf e UU KPK.

 

Terdapat alasan berbeda (concurring opinion) dari hakim konstitusi Saldi Isra khusus terhadap pengujian norma Pasal 29 huruf e UU 19/2019 tentang KPK dan terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari empat hakim konstitusi Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih terhadap pengujian norma Pasal 34 UU 30/2002 tentang KPK.

 

Tentunya kita sebagai masyarakat Indonesia harus cermat, kritis, dan akan terus menuntut keadilan yang senyatanya ada di negara ini. Perpajangan jabatan bisa jadi perpanjangan korupsi, kolusi, bahkan nepotisme itu sendiri yang akan berlaku di KPK.

 

 

(INJ/CR JAKSAT).