ETIKA PEMIMPIN SEKARANG, HABIS MENGHABISI
Oleh : Indra Adil
Eksponen PKM IPB 77/78Penulis sedang dalam perjalanan dari Bogor ke Jakarta pada Hari Minggu tanggal 27 Mei malam. Tiba-tiba saja telepon masuk berdering, penulis terima :
“Assalammu’alaikum bang.”
“Waalaikummussalam…”
“Rudy bang…”
“Ya…, ada apa Rud…?”
“Channel online kami dihack lagi bang, untuk kedua kalinya saat memuat artikel abang. Yang pertama juga akibat memuat artikel abang.”
“Wow… keren… Jadi…?”
“Abang hati-hati saja kalau keluar rumah usahakan selalu tidak sendirian…”
Lalu ia bercerita bahwa kali ini yang meretas Channel Media Online mereka menggunakan cara yang lebih canggih, sehingga belum terpecahkan. Padahal mereka menggunakan Saluran Channel Luar Negeri. Percakapan terputus sampai di situ setelah ia minta Penulis berhati-hati.
Sungguh nasihat berguna, meski bukan berarti untuk diikuti. Maklum setiap orang punya cara berpikir sendiri dalam penyelamatan jiwa. Tiba-tiba Penulis teringat pada peristiwa satu tahun lalu, yang menimpa seorang Aktivis ’98, Adian Napitupulu, yang pernah Penulis dengar dari seorang teman Aktivis pula. Kebetulan sekali, entah berkah Allah, saat mengintip-intip gadget kemarin, tiba-tiba saja terbaca “sumbawanews.com/wp-content/upload/2023/05/adian-luhut. Lho… bisa sangat kebetulan…? Maka terbacalah :
Berita tentang peristiwa satu tahun lalu, tentang perseteruan antara seorang Menteri yang memang terbiasa mengancam dengan Tokoh Aktivis ’98, Adian Napitupulu. Kejadiannya di Hotel Bintang 5 Grand Hyat seperti diceritakan Panda Nababan.
“Saya aja ke Presiden tuh saya panggil Pak Presiden, kalau kalian kan seenak kalian, mas mas lah… apa lah,” ujar Luhut Pandjaitan, dilansir dari saluran YouTube Total Politik, dikutip Sumbawanews.com, Selasa 30 Mei 2023.
“Kau dengar dong, aku ngomong kau kunasehati,” kata Luhut saat itu.
Adian meminta Luhut tidak perlu menasehatinya.
Mendengar perkataan Adian, Luhut emosi hingga mengeluarkan kata bernada ancaman ke Aktivis ’98 tersebut.
“Kamu jangan ngelawan-lawan aku ya, aku udah biasa ngabisin orang,” kata Luhut.
“Memang kenapa rupanya? Mau habisi aku? Aku juga biasa diancam dengan kematian,” balas Adian.
Dialog di atas adalah dialog pertengkaran antara Adian Napitupulu dengan Jenderal Purnawirawan LBP. Dialog menarik antara seorang pemberani melawan seorang penakut. Ya…, siapa pun yang terbiasa menghabisi seseorang dengan meminjam tangan lain, pasti Penakut! Tampak sekali Adian siap menghadapi ancaman LBP. Itulah yang kurang dipahami oleh seorang pemimpin yang hanya berani ancam mengancam. Dia pikir semua orang seperti Menteri Anak Buahnya, Menteri yang diancam LBP dengan ucapan : “Kau jangan macam-macam denganku!” Dan dijawab sang Menteri dengan : “Siap…!”
Adian jelas berbeda. Dia Aktivis tulen. Kebanyakan Aktivis sudah terbiasa diancam, bahkan bukan dengan kata-kata. Jadi ancaman LBP hanya dianggap Ancaman Kaleng-kaleng oleh Adian. Tetapi yang kita persoalkan bukanlah soal kaleng-kalengnya. Ancamannya itu bro…
Masakan seorang Menko, seorang Jenderal Purnawirawan Bintang 2 mengancam rakyatnya? Ini dunia pemerintahan macam apa? Atau ini memang dunia preman? Dan yang membuat kita terperangah adalah kata-katanya : “Aku sudah biasa ngabisin orang…” Artihya hal itu adalah hal yang sehari-hari (sewaktu-waktu) biasa dilakukannya. Dia pikir ancaman ini berarti bagi Adian? Nanti dulu bro…
Adian adalah Tokoh Aktivis ’98 yang disegani kawan maupun lawan. Dia bukan Aktivis Kaleng-kaleng. Dia selalu ingat kepada kawan-kawan seperjuangannya tanpa pandang bulu, baik yang sepaham politik dengannya maupun yang berlawanan politik. “Ingat”, termasuk dalam membantu karier dan kehidupan kawan-kawan seperjuangan di era Reformasi dulu. Juga membantu kawan-kawannya yang tidak sejalan dalam orientasi politiknya. Oleh karena itu, ia tetap akrab dengan teman-teman seperjuangan Reformasi dulu sampai saat ini. Adian bukan tipe yang memaksa kawannya harus ikut aliran politiknya. Juga bukan orang yang memaksa kawan untuk selalu mengikuti kehendaknya. Sehingga meski ada kawan yang kemudian menjadi lawan politik, tidak ada masalah. Tidak perlu dicari-cari jalan agar kawannya itu harus dibuat mengikutinya dengan segala macam cara, baik dengan ancaman, bujukan, jebakan korupsi ataupun lainnya. Bertanding saja kita dalam dunia Politik, tetapi tetap berkawan dalam dunia Sosial maupun dunia Aktivis. Hal yang tidak ada dalam kamus LBP.
LBP lupa, Jabatan ada Batas Umur, Batas Waktu, Terikat pada Ruang dan Waktu. Aktivis tidak. Bila pejabat ada Masa Pensiun, Aktivis tidak terikat pada Masa Pensiun. Bila Pejabat Pensiun tidak mendapat Pengawalan lagi, Aktivis sejak awal tidak pernah punya Pengawal. Akan berbeda seseorang dengan pengawalan dibanding seseorang ke mana-mana tanpa pengawalan. Jadi jangan berpikir bahwa seorang yang selama puluhan tahun ke mana-mana dengan Pengawalan akan sama Keberanian Psikologisnya dengan seorang yang seumur hidup tak pernah pakai Pengawalan? Oleh karenanya, sangat perlu dipahami, *keberanian seorang aktivis tidak bisa dibandingkan dengan keberanian seorang tentara*. LBP salah pilih sasaran dalam mengancam. Karena itu dia “mati langkah”.
Kembali kepada ucapan LBP *”biasa ngabisin orang”*, Penulis teringat kepada Peringatan yang dua hari lalu Penulis terima dari Rudy : “Abang hati-hati saja bila keluar rumah, usahakan selalu tidak sendirian…” Penulis mencoba mengingat tulisan terbaru, yang penulis kirim ke Channel Berita yang dilaporkan Rudy baru saja diretas sehingga tidak bisa diakses beritanya. Dan yang kemudian membuat Rudy memperingatkan agar Penulis keluar rumah tidak sendirian? Ooo… pasti yang judulnya berbunyi : “MAU APA SEBENARNYA KAU TITO…”
Kopo Bandung, Kamis 1 Juni 2023.