Analis Politik dari UNAS, Selamat Ginting

JAKARTASATU.COM— Secara realitas  politik Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) paling masuk akal menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Anies Rasyid Baswedan bakal calon presiden (capres) dari Koalisi Perubahan.

“Realitas politiknya AHY paling masuk akal menjadi bakal cawapres pendamping Anies Baswedan, bakal capres dari Koalisi Perubahan,” kata analis politik dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting di Jakarta, Rabu (14/6/2023).

Menurut Selamat Ginting, nama AHY menjadi kandidat terkuat setelah melewati dinamika politik yang panjang sejak Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) secara bertahap mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal capres Koalisi Perubahan pada Maret 2023 lalu. Sehingga, tidak ada pilihan paling realistis secara politik, selain menjadikan AHY sebagai bakal cawapres.

“Memang ada nama lain yang cukup kuat selain AHY, yang mengemuka di Koalisi Perubahan, yakni Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher). Namun, AHY memiliki kekuatan politik sebagai Ketua Umum Partai Demokrat yang memungkinkan terjadinya Koalisi Perubahan,” ujar dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas tersebut.

Dikemukakan, apabila Demokrat tidak bergabung dalam koalisi itu, maka Anies Baswedan tidak memenuhi syarat untuk dijadikan bakal capres. Koalisi Perubahan memenuhi aturan batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen.

Gabungan Partai Nasdem, Demokrat, dan PKS mewakili 28,5 persen kursi di parlemen. Dalam UU No. 7/2017 (UU Pemilu) parpol atau koalisi parpol setidaknya harus punya 20 persen kursi di DPR RI untuk bisa didaftarkan dalam pemilihan presiden.

“Dari tiga nama yang menguat, tampaknya Khofifah lebih konsentrasi untuk kembali menjadi Gubernur Jawa Timur pada pilkada 2024. Sementara Aher secara politis sudah turun elektabilitasnya setelah tidak lagi menjadi Gubernur Jawa Barat. Tidak ada pilihan lain yang masuk akal secara politik, yakni AHY,” ungkap kandidat doktor ilmu politik itu.

Lagi pula, kata Ginting, AHY memiliki nilai tambah untuk bisa menaikkan elektabilitas Anies Baswedan jika dia menjadi bakal cawapresnya untuk berkontestasi dalam pilpres 2024. Sejumlah lembaga survey menempatkan bakal cawapres yang beredar, seperti: Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, Erick Thohir, AHY, dan Khofifah Indar Parawansa.

“Dari lima nama itu, hanya AHY yang masuk dalam partai politik Koalisi Perubahan. Ridwan Kamil kini kader Partai Golkar, Sandiaga Uno segera masuk ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Erick Thohir disorongkan Partai Amanat Nasional (PAN) untuk koalisi yang berbeda. Sedangkan Khofifah tampaknya lebih ingin menjadi Gubernur Jawa Timur periode kedua,” ungkap Ginting yang lama berkiprah menjadi wartawan bidang politik.

Khofifah, lanjut Ginting, sangat membutuhkan Demokrat dan Nasdem untuk kembali masuk menjadi kandidat Gubernur Jawa Timur. Kerjasama Nasdem dan Demokrat, terbukti mampu mengalahkan dua partai besar di Jawa Timur, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) serta Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

“Jika dalam pemilihan gubernur Jawa Timur 2018, Nasdem dan Demokrat bekerjasama mampu mengalahkan calon dari PDIP, PKB, dan Gerindra, maka bukan tidak mungkin pada pilpres 2024 pun Nasdem dan Demokrat juga bisa unggul di Jawa Timur,” ujar Ginting.

Keunggulan AHY

Ginting mencatat setidaknya ada enam keunggulan AHY dibandingkan dengan kandidat bakal cawapres lainnya di Koalisi Perubahan. Pertama; elektabilitas AHY senantiasa masuk dalam urutan 3-4 besar bakal cawapres, hampir di semua lembaga survey.  Sehingga AHY akan mampu mendongkrak suara Koalisi Perubahan.

Kedua; AHY memiliki kekuatan politik, karena posisinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Ketiga; AHY memiliki kekuatan logistik untuk menopang baiaya kampanye. Keempat; pemilih saat ini lebih dari 55 persen akan diisi generasi milenial. AHY masuk dalam bakal cawapres muda dibandingkan dengan nama-nama yang beredar di sejumlah lembaga survey.

Kelima; salah satu lumbung suara yang diperebutkan adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Anies akan kuat di DKI Jakarta dan Jawa Barat. AHY akan dapat membantu meraih suara di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Ayahnya AHY, Jenderal (Hor) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai mantan Presiden dan lahir di Pacitan, Jawa Timur, memiliki pengaruh kuat di wilayah Mataraman.

Mataraman merupakan wilayah kebudayaan yang meliputi Provinsi Jawa Timur bagian barat-selatan, karena pernah dikuasai Kesultanan Mataram. Kebudayaan Mataraman Kulon, meliputi: Ngawi, Madiun, Magetan, Pacitan, dan Ponorogo. Mataraman Wétan, meliputi: Kediri, Blitar, Nganjuk, Trenggalek, dan Tulungagung. Mataraman Pesisir, meliputi: Bojonegoro, Tuban, dan bagian barat Lamongan di Jawa Timur.

Keenam; kakeknya AHY, yakni almarhum Jenderal (Hor) Sarwo Edhie Wibowo, kelahiran Purworejo, Jawa Tengah. Sarwo Edhie dikenal sebagai tokoh anti komunis. Sehingga orang Jawa yang anti komunis kemungkinan akan bersimpati terhadap cucu penumpas komunis di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.

Menurut Selamat Ginting, dari enam keungggulan yang dimiliki AHY, maka pantas ia bisa diumumkan menjadi bakal cawapres Koalisi Perubahan untuk mendampingi Anies Baswedan. Bekas Komandan Batalyon Infanteri Mekanis 203 Kodam Jaya itu juga memiliki rekam jejak pendidikan yang memadai. Saat ini, AHY merupakan kandidat doktor. Sejak SMA hingga berkarier di militer, ia kerap menjadi lulusan terbaik, termasuk saat kuliah di Amerika Serikat.

“AHY ini kandidat cawapres yang seksi, sehingga Ketua DPP PDIP Puan Maharani yang merupakan anak dari Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri ingin menemuinya. Ini pertemuan yang sangat politis mengingat hubungan antara Megawati dan SBY hingga saat ini terasa dingin,” pungkas Ginting.

Yoss/Jaksat