Imam Wahyudi, Wartawan Senior Ketua Komunitas Wartawan Senior (KWS) Jabar./ist

Koalisi Permanen & Efek “Ekor Jas”

Kabar terbaru. Pergerakan pembentukan koalisi permanen. Bersatunya empat parpol. Gerindra, PKB, Golkar dan PAN.

Adakah terkait penguatan endorse Jokowi terhadap Prabowo Subianto?! Dimaklumi, ke-empat parpol merupakan mitra pemerintah saat ini. Prabowo sudah lebih dulu dijajakan sebagai bacapres. Setelah deklarasi Anies Baswedan. Sebelum penetapan Ganjar Pranowo.

Bila koalisi permanen berlanjut, bakal menjadi formasi cukup bagus. Mirip laga sepakbola. Formasi 3-4-2 atau 2-4-3. Mengandalkan gelanggang serang. Striker dan kipernya, ya capres dan wapres. Tapi strategi itu tak akan terjadi. Karena cuma gambaran angka perbandingan jumlah parpol koalisi. Formasi dalam kontestasi pilpres 2024 mendatang. Sejurus adu kekuatan koalisi.

Kelak, akan tampil tiga kontestan pilpres. Dengan konfigurasi 2-4-3 tadi. Dua (PDIP dan PPP) dengan bacapres Ganjar Pranowo. Empat (Gerindra, PKB, Golkar dan PAN) untuk bacapres Prabowo. Tiga (Nasdem, PKS dan Demokrat) dengan calon kandidat Anies Baswedan.

Bila formasi (baca: konfigurasi) terjadi, KIB praktis bubar. PPP sudah lebih dulu gabung PDIP. Tinggal Golkar dan PAN. KKIR yang dibangun Gerindra dan PKB pun bakal berhenti.

Muncul kalkulasi, KIB bersedia bubar — dengan kompensasi Airlangga sebagai bawapres. Golkar, terbesar dalam jumlah kursi di KIB. Sementara PKB lewat ketum Muhaimin Iskandar mungkin mengalah. Kompensasinya jabatan pembantu presiden kelak. Hal yang juga bakal diperoleh PAN pimpinan ZulHas. Berbagai kemungkinan dalam kompromi koalisi.

Sebelumnya, sempat muncul wacana duet Airlangga – ZulHas. Dimungkinkan poros baru dan jadi empat kandidat. Tak berlanjut. Kini, keduanya membuka jalan baru. Koalisi permanen. Entah apa namanya nanti.

***

Rancang bangun koalisi sudah berlangsung dalam setahun terakhir. Tak juga mengerucut permanen. Kalkulasi diterpa angin kencang dan cuaca panas. Berputar di pusaran konstelasi. Bermakna memanas eskalasi Penjajagan koalisi harus berakhir. Sinyal itu dimulai.

Konstelasi bermakna korelasi dan persepsi. Pemilu Serentak 2024 menyentak kalkulasi. Tak cuma ingin memenangkan pilpres dengan kejaran kekuasaan eksekutif. Keutamaan, seberapa besar perolehan kursi legislatif (parlemen -pen). Tentu saja, setiap parpol ingin meraih keduanya. Tak mudah gambaran di atas kertas.

Keputusan ke arah mana berkoalisi, tak lepas dari dilema di atas. Semata soal pilpres, bisa berakibat terkikis kursi parlemen. Hal yang ingin dihindari. Kekuatan parpol sejatinya berada di parlemen. Demi tujuan power balances dan peran agregasi kepentingan rakyat. Karuan, kalkulasi efek “ekor jas” perlu seksama dan matang. Kemungkinan tak beroleh keduanya pun menghantui.

Koalisi permanen empat partai di atas, rasanya dapat minimalisasi efek “ekor jas”. Sementara PDIP sebagai parpol penguasa relatif punya daya efek kuat. Soal efek “ekor jas” tadi. Tak kecuali prilaku calon pemilih. Ada kecenderungan pemilih “ga mau pusing” dalam hal memilih. Setelah pilihan pasangan capres-wapres, selanjutnya “asal coblos”. Bisa jadi, hasil pileg tak sesuai harapan. Padahal kepentingan peran legislatif, sejatinya setara eksekutif. Dalam tiga fungsi. Legislasi, penganggaran dan pengawasan. Atasnama “keseimbangan” dalam sistem kelola pemerintahan. Semoga. ***

– imam wahyudi (iW)
jurnalis senior di bandung