Tjahja Gunawan/dok JakSAT

PDIP Ingin Meniru PKC, Presiden Tunduk Pada Kebijakan Partai

Oleh: Tjahja Gunawan
(Penulis Wartawan Senior)

Surat kabar terkemuka di Singapura, The Straits Times, pada Kamis (1/6/2023) melaporkan bahwa hubungan antara Presiden Jokowi dengan mantan Presiden RI yang juga Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri semakin memburuk. Media tersebut menyatakan bahwa kedua tokoh tersebut tidak akur.

Penyebab ketidakuran kedua tokoh tersebut terkait dengan deklarasi pencapresan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, yang dilakukan oleh PDIP pada tanggal 21 April 2023 lalu. Sebelumnya Ganjar dijauhi PDIP, bahkan pernah mendapat peringatan dari partainya karena sering meninggalkan daerahnya di Jateng untuk pergi “jalan-jalan” ke daerah lain tanpa ada kaitan dengan tugasnya sebagai Gubernur Jateng. Jauh sebelum dideklarasikan PDIP, sebenarnya Presiden Jokowi sudah memberikan dukungan secara tersirat kepada Ganjar Pranowo. Namun, secara mengejutkan pada 21 April lalu, PDIP melakukan “pengambil alihan” kendali Ganjar Pranowo dari Presiden Jokowi.

Kepada The StraitsTimes,
politisi senior PDIP yang menolak disebutkan namanya menyampaikan bahwa Jokowi sangat kecewa karena hampir tidak dilibatkan oleh Megawati dalam keputusan pemilihan Ganjar sebagai capres. Jokowi disebutkan sangat terkejut tidak menyangka deklarasi pencapresan Ganjar dilakukan pada 21 April. Sumber kedua The Straits Times adalah seorang politisi yang berbicara tanpa disebutkan namanya. Dia menyampaikan kedongkolan Jokowi semakin memuncak setelah dua nama yang disodorkannya sebagai calon wakil presiden (cawapres) untuk mendampingi Ganjar ditanggapi dengan dingin oleh Megawati. Kedua calon kuat cawapres itu adalah Menteri Pariwisata Sandiaga Uno dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.

Padahal, Sandiaga diberitakan memainkan peranan penting dalam kemenangan Bobby Nasution, menantu Jokowi pada pemilihan Walikota Medan pada Desember 2020. Sementara keluarga Thohir adalah pendonor dana utama kampanye Jokowi pada Pilpres 2019. Bahkan, Sandiaga Uno sampai nekad memutuskan keluar dari Partai Gerindra yang telah membesarkannya di dunia politik. Lalu dia loncat ke PPP agar bisa dipilih sebagai Cawapres Ganjar Pranowo.

Hal lain yang membuat Jokowi tambah dongkol dengan Megawati adanya kontrak politik antara Ganjar dengan PDIP. Isinya, Ganjar dijadikan capres untuk Pilpres 2024 dalam kapasitasnya sebagai kader dan petugas partai (PDIP). Oleh karena itu penentuan cawapres yang akan mendampingi Ganjar nanti juga ditentukan oleh PDIP. Tidak hanya itu, jika nanti Ganjar terpilih sebagai presiden maka penyusunan para menteri juga harus diketahui dan disetujui PDIP cq. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Adanya kontrak politik dengan PDIP, memang kemudian dibantah oleh Ganjar Pranowo. Namun, Ade Armando, relawan Ganjar Pranowo, justru termasuk salah seorang yang bersuara lantang menentang adanya kontrak politik yang mendegradasi kewenangan Ganjar Pranowo.

*Megawati Tak Mau Kecolongan*
Dengan adanya kontrak politik yang disepakati di Batu Tulis Bogor 21 April 2023 itu, PDIP tidak ingin kecolongan lagi dimana penyusunan para menteri yang pernah dilakukan Jokowi beberapa waktu tidak dikonsultasikan dulu dengan Megawati Soekarnoputri. Para menteri yang tidak direkomendasikan Ketua Umum PDIP, diantaranya Rini Soemarno, dan Luhut Binsar Panjaitan. Sehingga kemudian Jokowi tidak memilih lagi Menteri BUMN Rini Soemarno sedangkan Luhut Panjaitan bisa dipertahankan sampai sekarang. Bahkan Jokowi banyak memberi tugas tambahan kepada Menko Bidang Maritim dan Investasi Luhut Panjaitan. Sebaliknya Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang sebelumnya diendorse oleh Megawati Soekarnoputri justru disingkirkan oleh Jokowi. Padahal, kinerja Susi Pudjiastuti terbilang bagus dan dikenal dengan gebrakannya menenggelamkan kapal asing yang masuk Indonesia tanpa ijin termasuk kapal asing dari China. Namun, justru karena gebrakannya itu pula Susi kemudian terlempar dari kabinet Jokowi.

Sebaliknya Luhut Panjaitan karena dianggap bisa dipercaya Jokowi terutama dalam mendapatkan utang dari China untuk pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, posisi Luhut masih bertahan sampai sekarang sebagai Menko Marinves.

Menurut jaringan relawan Ganjar, Megawati Soekarnoputri menginginkan agar visi misi Ganjar nanti sebagai Presiden bisa sejalan dengan kebijakan partai (PDIP). Model kekuasaan pemerintahan seperti itu mirip dengan pola yang diterapkan Partai Komunis China (PKC). Sebagai partai penguasa tunggal di China, Sekjen PKC terpilih otomatis menjadi Presiden China. Hal itu yang kini sedang dijalankan oleh Xin Jiping. Bahkan bulan Oktober 2022 lalu, Xin Jiping terpilih kembali menjadi Presiden China untuk periode ketiga setelah sebelumnya terpilih kembali sebagai Sekjen PKC dalam puncak kongres partai tersebut.

Nah, ketika Jokowi mencoba untuk memperpanjang masa jabatan sebagai Presiden, justru PDIP yang paling menentang sehingga manuver politik Jokowi kandas ditengah jalan. Anehnya, usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun disetujui PDIP dalam Rakernas partai tersebut awal Juni 2023 lalu. Jadi, PDIP berusaha untuk mengendalikan secara kelembagaan perangkat pimpinan pemerintahan mulai dari tingkat bawah hingga level atas (Presiden).

Jika nanti posisi Presiden RI dianggap sudah murni seratus persen sebagai kader dan petugas Partai, tidak mustahil perpanjagan jabatan presiden bisa ditentukan secara sepihak oleh PDIP seperti halnya partai penguasa di China PKC. Beberapa pengamat poiitik menilai Jokowi bukan termasuk kader murni PDIP, sebab selama dia menjadi presiden masih mengandalkan jaringan relawan yang nota bene bukan bagian dari organisasi struktural PDIP. *****