Faizal Assegaf Kritikus Politik |IST
Faizal Assegaf Kritikus Politik |IST

Oleh: Faizal Assegaf*

Mimpi besar mantan presiden SBY menyiapkan AHY masuk bursa bakal calon Cawapres semakin menuai pro-kontra. Setidaknya, nawaitu politik SBY tersebut semakin terang dan dipahami publik.

Wajar saja, namun perdebatan seputar layak tidaknya AHY jadi Cawapres terus bergelinding. Sebagian kalangan berpendapat bahwa mestinya SBY dan AHY bersikap realistis.

Tapi tampaknya SBY dan elite partai Demokrat di lingkarannya mengklaim AHY jauh lebih matang dari sejumlah nama Cawapres lainnya.

Terlepas dari kalkulasi dan klaim tersebut, faktor paling menonjol soal isu Cawapres AHY, tidak lepas dari pengaruh dan dorongan SBY. ihwal itu tidak bisa dinafikan.

Di kubu pro perubahan, SBY posisikan Demokrat mendukung Anies sebagai Capres. Dengan harapan AHY sebagai Cawapres demi memuluskan AHY sebagai Cawapres.

Namun semakin mendekat ke Pilpres, SBY agresif memetakan semua kemungkinan agar AHY berpeluang dipinang oleh kubu pro perubahan maupun kubu pro status quo.

Celakanya, SBY mencoba mengais keberuntungan politik, berupaya merapat ke PDIP agar AHY dipasangkan dengan Ganjar. Prinsip yang diutamakan bukan rakyat, tapi kepentingan pribadi.

Wajar bila memori kolektif publik kembali terpantik, menyimpulkan bahwa SBY bukan hanya plin-plan dan peragu, tapi makin terpuruk dengan ambisi pribadinya.

Akibatnya semua jargon perubahan yang selama ini didengungkan SBY dan Demokrat dituding hanyalah kamuflase. Terkesan sepuluh tahun SBY bekerja keras bukan demi rakyat, tapi demi ambisi AHY jadi Cawapres.

Kesan buruk itu harus dihentikan SBY. Agar modal dukungan serta simpati rakyat pada AHY dan Demokrat terus terjaga. Toh, masih ada peluang di Pilpres berikutnya buat AHY yang masih muda.

*)Kritikus Politik