Tanpa Partisipasi Rakyat, Jangan Harap Ada Perubahan

JAKARTASATU.COM— Demokrasi sesungguhnya adalah sebuah sistem yang bagus, dibangun untuk tatanan kehidupan bernegara dimana rakyat bisa berpartisipasi dalam memilih pemimpin di negaranya. Demokrasi dianut di negara-negara  Eropa, terutama dipelopori Negara Amerika. Demokrasi yang ada di negara-negara maju membangun kekuatan ekonomi. Beda dengan demokrasi di negara yang otoriter yang meniadakan partisipasi rakyat, cenderung menindas tentunya berdampak terhadap kehidupan ekonominya, demikian disampaikan Dos Santos, aktivis era 80an kepada redaksi Jakartasatu.com (19 Juni 2023).

Demokrasi masih bisa dianut jika sendi-sendi substansinya ditaati. Sendi-sendi demokrasi yang menopang penegakan hukum, partisipasi media dijalankan secara baik, dan sendi-sendi lainnya.

Dalam konteks Indonesia,  demokrasi sangat memprihatikan. Bahkan lajut Santos menurut indeks demokrasi di negara-negara luar, demokrasi Indonesia mengalami penurunan. Demokrasi prosedural hanya seremonial yang diadakan 5 tahun sekali itu jauh dari harapan, mengalami kemunduran bahkan kebusukan.

Santos menekankan kenapa kebusukan demokrasi, demokrasi yang dilakukan cenderung tipu-tipu, manipulatif. Jauh dari demokrasi yang memberikan ruang kepada partisipasi rakyat.

Lihat saja kata Santos bagaimana KPU, Bawaslu, MK dengan design yang terlihat bukan yang dibangun diinginkan  rakyat, kelompok-kelompok masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat yang menginginkan demokrasi sejati. Jauh dari substansi demokrasi.

Setelah reformasi, kita sepakat menjalani demokrasi, menempatkan hukum sebagai payung keadilan bagi rakyat.

“Namun kemudian yang terjadi di masa kekuasaan Presiden Jokowi hukum cenderung berpihak kepada kepentingan kapitalis, kekuasaan bahkan hukum jadi alat penekan rakyat, para aktivis, tokoh-tokoh masyarakat yang berseberangan atau berbeda pendapat dengan penguasa,” urainya

“Jadi yang dirasakan dan terlihat demokrasi yang semu. KPKnya dibonsai, Undang-undangnya diubah. MK dipilih oleh orang-orang partai yang punya kepentingan. Hukum tidak ada independensi tapi memihak kepada partai-partai tertentu,” tandas Santos

Santos menyingung posisi kepolisian dalam bingkai penegakkan hukum nyatanya hukum untuk kepentingan mereka sendiri. Perjudian, narkoba penindakannya tebang pilih. Peredaran narkoba begitu luar biasa bahkan mereka sendiri yang melakukan kejahatan itu. Penjahat, kejahatan tidak bisa diberantas apabila mereka terlibat di dalamnya. Ada pesekongkolan di kejaksaan, kehakiman dalam persoalan hukum.

Ekonomi amanat UUD 45

Keadilan ekonomi menurut Santos, sebagai amanah konsitusi yaitu keadilan, kesejahteran bagi seluruh rakyat Indonesia, juga teruang dalam butir  ke-5 Pancasila  “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” nampak seperti masih berjalan. Seolah-olah tidak terjadi kejanggalan.

Pertumbuhan ekonomi makro di Indonesia tumbuh karena kita rakyat berjumlah 270 jiwa. Circle ekonomi di dalam negeri aja tentu bisa tumbuh.  Dengan ekspor tambang, mineral, nikel  Indonesia pasti tumbuh, tapi uangnya kemana? Ini tidak sesuai amanat UUD’45.

“Di sinilah pemerintah tidak bisa mengendalikan pengusaha-pengusaha, oligarki,” ujarnya

Bahkan kata Santos, tenaga-tenaga kerja pertambangan dll didominasi asing. Ini merampas hak rakyat.

“Ini bisa menjadi bom waktu kemarahan rakayat. Bisa meledak tak terkendalikan,” imbuhnya

Ia menilai pembangunan selama rezim Jokowi tidak ada pemerataan keadilan ekonomi pendapatan bagi rakyat. Kehidupan rakyat makin susah, rumah tangga, pendidikan dll makin berat. Pajak, harga-harga makin naik memberatkan rakyat.

Ia tegaskan pertumbuhan ekonomi hanya segelintir orang yang menikmati kehidupan bergelimpangan. Pemilik modal dan para oligarki yang menguasai hajat hidup orang banyak.

“Ada mafia bibit, mafia pupuk, mafia beras, tambang dll. Itu hanya monopoli segelinti orang,” kata aktivis senior ini.

“Pemerintah bicara pengaturan regulasi hanya omong kosong,” tukasnya

Terkait Pemilu 2024, ia sebutkan bahwa di tahun politik yang dijadwalkan 2024, menurut amanat dilasanakan 5 tahun sekali dengan jurdil. Undang-undang sudah mengatur, institusinya sudah dibuat, semuanya bagus.

“Tapi melihat gerak gerik perjalanan pemilu  Indonesia, legislatif dan pilpres tidak ada kepastian. Kita Tidak bisa berharap pemilu ini membawa perubahan, bisa lebih baik pemilu sebelumnya. Pemilu design mekanismenya nampaknya sudah ada tanda-tanda kecurangan,” tutur Santos

“Kenapa ada kecurangan, karena pemilu didesign untuk kecurangan tipu-tipu,” ujarnya

“Partai-partai politik dagang sapi. Partai-partai bernegosiasi, bermanuver untuk kepentingan oligarki,” jelas Santos

Ia menyebutkan parpol ini menjadi alat dagang, posisi tawar. Bahkan parpol-parpol sudah tidak malu mengajukan keluarganya. Bahkan cucunya masuk ke legislatif menjadi caleg.

“Ini luar biasa, demokrasi yang dibangun ini sangat feodal, sangat merusak. Tidak bermanfaat untuk kepentingan rakyat banyak,” tegas Santos

“Demokrasi yang tidak melibatkan partisipasi rakyat untuk memilih pemimpinnya. Jangan harap ada perubahan,” pungkasnya

Yoss/ Jaksat