Oleh: Imam Wahyudi (iW)
PAN ogah kalah hattrick. Segera umumkan arah koalisi Pilpres 2024. Begitu terbaca running text di CNN Indonesia.
Pesan tersirat, PAN ingin ikut memenangkan kontestasi RI-1. Tradisi demokrasi limatahunan. Tak ingin mengulang kekalahan pada dua pilpres lalu. Pada 2014, mendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Berikutnya bersama Prabowo-Sandiaga Uno pada 2019. Keduanya tereliminasi. Kalah! Praktis tak beroleh tempat di kabinet.
Belakangan, PAN mendapatkan porsi menteri perdagangan. Tentu, sang ketum ZulHas. Sejak 15 Juni 2022. Spasi akhir sisa masa jabatan dua tahun. Serupa bonus opsi dukungan terhadap pemerintahan Jokowi. Bermitra. Kejaran dan raihan itu pun tak mudah. Jalan panjang dan berliku.
Lantas ke arah mana koalisi Pilpres 2024? Terkesan mendayu. Apa hendak dikata, sekali keputusan haruslah final. Akankah merapat ke Ganjar Pranowo yang sarat pesan PDIP? Atau ke Prabowo Subianto yang sementara ini dibangun Gerindra dan PKB? Atau memilih membentuk poros baru bareng Golkar? Tampaknya tidak mengarah ke bacapres Anies Baswedan yang diusung Nasdem, Demokrat dan PKS. Betapa pun masih dinamis. Koclok ulang mungkin saja terjadi.
Publik menanti arah koalisi dimaksud. Belakangan muncul wacana duet Airlangga-ZulHas. Membangun koalisi baru. Dimungkinkan ada empat paslon Pilpres 2024. Dalam konteks demokrasi (baca: pesta rakyat), hal yang terbilang ideal. Jadi paslon alternatif.
Tak mudah sedari dini mengkalkulasi arah koalisi. Di luar aspek poros baru, PAN berada di antara dua kubu –selain koalisi perubahan. Andai pun terjadi sekutu Airlangga-ZulHas, boleh dibaca sebagai pertimbangan elektoral legislatif. Setiap parpol senantiasa ingin merebut sebanyak mungkin kursi parlemen.
Efek ekor jas (coal-tail effect) menjadi sangat serius. Pilihan koalisi pilpres menjadi taruhan. Bila perhatian pada pileg, lantas ke arah mana koalisi berlabuh? Tak cukup sekadar instink politik. Perlu kajian komprehensif di meja bundar. Seiring dinamika dan eskalasi.
Karenanya, penulis menduga arah koalisi belum segera dirilis. Pembicaraan di ruang tertutup menerka sederet harapan. Bargaining position ke arah bargaining power. Adu call tinggi dengan argumentasi yang saling mengisi dan memengaruhi. Apa lagi..?! *