JAKARTASATU.COM – Kampanye LGBT di Indonesia saat ini semakin massif. Upaya aktivis LGBT untuk mendorong publik menerima LGBT ini dilakukan secara sistematis. Beberapa penelusuran periset menunjukkan adanya kelompok yang memiliki anggota dengan puluhan akun untuk mempropagasi konten-konten LGBT. Puluhan ribu akun menginisiasi perbincangan di media sosial dan di antaranya berisi promosi prostitusi serta video atau gambar aktivitas seksual LGBT.“Puluhan ribu akun yang terlibat pembicaraan LGBT itu mendapatkan ratusan juta reach. Bisa dibayangkan, itu adalah jumlah yang fantastis, ada ratusan juta pasang mata yang melihat pembicaraan tersebut,” tutur pakar komunikasi Universitas Islam Bandung (Unisba) Muhammad E Fuady.Menurutnya, perseteruan antara kelompok pro dan kontra LGBT ini tidak akan pernah berakhir. Kampanye pendukung LGBT pasti akan berhadapan dengan kampanye penolaknya. “Tipikal masyarakat di Indonesia ini sangat religius dan konservatif, serta memegang teguh tradisi dan kearifan lokal. Sangat wajar mayoritas masyarakat di Indonesia menolak LGBT.” Media sosial, tuturnya, memang menjadi area yang paling mudah bagi kelompok LGBT dalam melakukan kampanye. Jagat mayantara dinilai sebagai ruang publik yang membebaskan setiap orang menyampaikan pendapat dan memuat konten. Tanpa perlu biaya apapun, setiap orang dapat memproduksi konten apapun termasuk kampanye dan propaganda LGBT. “Tema LGBT ini, tanpa disadari berbagai pihak, sebenarnya sudah masuk ke ruang keluarga. Isu ini hadir melalui berbagai tayangan televisi, film, termasuk komik yang banyak diakses oleh anak-anak dan remaja,” imbuhnya. Fuady mencontohkan anak-anak di SD saat ini dapat mengakses manga atau komik Jepang, Manhwa (Korea), dan Manhua (China) yang memiliki tema percintaan sesama jenis, antar laki-laki atau perempuan. Komik bergenre Boys Love (Yaoi) dan Girls Love (Yuri) ini menggambarkan romansa secara halus sehingga tanpa disadari melekat nilai-nilai yang terdapat komik tersebut. “Ini temuan riil di lapangan. Anak-anak SD rentan menduplikasi bacaannya sehari-hari. Tak heran, selain membaca komik bergenre boys lover, mereka juga menggambar beberapa halaman komik dengan tema yang sama. Kreatif dalam membuat komik namun kontennya meresahkan, tak sesuai dengan norma dan agama. Media yang diakses dan dibuat anak SD tersebut tak diketahui orang tua dan guru.” Selain itu, film superhero yang dianggap orang tua aman untuk dikonsumsi anak, sebenarnya berpotensi dalam mempengaruhi pola pikir anak terhadap LGBT karena film superhero ada yang mengkampanyekan LGBT. “Misalnya film seri Flash, superhero cowok berpacaran dengan cowok. Film seri Supergirl, kakaknya yang perempuan pacaran dengan sesama perempuan. “ Untuk melindungi masa depan anak-anak Indonesia, tamhanya, tentu saja orang tua dan guru memiliki peran yang sangat penting. “Orang tua perlu berkomunikasi dan menanamkan nilai-nilai agama kepada anak di rumah agar anak memahami pergaulan yang baik dalam agamanya. Orang tua harus memperhatikan perkembangan anak dalam pergaulan dan akses medianya. Membatasi dan mengawasi konten yang dikonsumsi anak bukanlah sesuatu yang buruk, apalagi melanggar hak asasinya.” Guru di sekolah juga perlu mengetahui perkembangan anak didiknya di sekolah. Kegiatan media literasi dan konseling di sekolah dibutuhkan oleh orang tua murid dan siswa. “Mereka ditengarai memiliki orientasi dan pergaulan yang berbeda tidak boleh diabaikan apalagi didiskriminasi. Setidaknya dibutuhkan pendekatan yang tepat untuk mengarahkan mereka pada hal-hal yang baik,” tutupnya. |WAW-JAKSAT |