Siapa Dalang di Balik Peristiwa Malari?
JAKARTASATU.COM— Kota metropolitan yang menyimpan banyak sejarah salah satunya peristiwa bersejarah yang terjadi pada 15 Januari 1974 lalu yang terkenal dengan peristiwa Malari.
Aksi menolak masuknya investasi asing membuat 11 orang meninggal dunia menjadi ratusan orang lainnya mengalami luka-luka. Pertanyaannya siapakah dalang utama dibalik kerusuhan peristiwa Malari.
Hariman bercerita kembali masa Malari di dialog Metro TV dengan mengangkat tema “Siapa Dalang di Balik Peristiwa Malari?”, (3 Juli 2023)
Hariman Siregar mantan ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia menuturkan sewaktu terpilih menjadi pengurus Dewan mahasiswa Universitas Indonesia. Mahasiswa mengerti itu adalah kelanjutan perjuangan sebelumnya. Ia bersama mahasiwa merasa bahwa tidak bisa lepas dari senior-seniornya yang sebelumnya menggulingkan Soekarno.
Saat orde baru lanjut Hariman, gerakan diteruskan oleh teman-teman senior lain yang mulai juga mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah. Di masa orde baru pemerintah cenderung berlebihan dengan bikin Taman Mini, ada soal isu korupsi dan lain sebagainya.
“Jadi program kami dewan mahasiswa adalah pertama membuat petisi tuntutan kepada pemerintah,”
Ia menjelaskan sebenarnya petisi rencana dibuat tanggal 28 Oktober 1974 bertepan dengan Hari Sumpah Pemuda. Tetapi pada waktu itu 28 Oktober 1974 jatuh pada itu hari lebaran. Maka kami membuat petisi menjadi tanggal 24 Oktober 1974 mendahului hari lebaran.
Petisi itu landasan kami dewan mahasiswa waktu itu sebagai pengabdian kepada masyarakat yang dalam Tri Dharma-nya di perguruan tinggi. Tri Dharma yaitu fungsi kami itu belajar, riset dan mengabdi pada masyarakat itu yang kita lakukan sebenarnya.
“Jika ditanya inisiasi gerakan mahasiswa saat itu, inisiasi lahir dari pemikiran kami tidak ada yang menunggangi,” tandasnya.
“Jadi tidak ada pikiran yang eksklusif atau pikiran yang macam-macam. Apalagi tidak pernah membayangkan huru hara besar seperti yang tercatat dalam sejarah Malari. Ketika tahu ada investasi asing masuk. Ini yang awal kemudian menjadi penolakan dan dasar keberatan dari mahasiswa,” urainya
Tambah Hariman, kami membaca masyarakat setelah tahun 65 sampai tahun 1974 kira-kira selama 8 tahun kok pemerintah mengejar-ngejar pertumbuhan-pertumbuhan tanpa ada memberdayakan manusianya.
“Pertumbuhan itu seharusnya adanya pemerataan, keadilan, pemberantasan kemiskinan,” tandasnya
Hariman menyebutkan kekuata politik yang ada pada masa orde baru.
“Kekuatan politik itu pada masa itu hanya ada TNI, kelompok Islam dan kampus mahasiswa. Lainnya tidak ada apa-apa,”
“Siapa yang menguasai dewan mahasiswa UI pada waktu itu bisa dikatakan salah satu unsur penentu di Republik ini untuk membuat keputusan,” katanya
“Saat itu ada anggapan ini pasti ada yang menunggangi, yang menunggangi orang-orang yang tidak dibawa masuk Soeharto ke pemerintahan, itu anggapan orang-orang,” jelas Hariman
“Kami bergerak tidak ada yang menunggangi, kami bergerak karena pikiran kami mahasiswa sendiri,” tegasnya
Setelah saya terpilih dewan mahasiswa, kami langsung kita menyelenggarakan diskusi mengundang Adam Malik saat itu menteri luar negeri, BM Diah Cosmas Batubara. Diskusi membincangkan dimana peranan mahasiswa, anak muda.
Kata Hariman, dalam diakusi waktu itu saya katakan jangan ada pembinaan-pembinaan. Pembinaan ini penghinaan kepada kami mahasiswa, kaum muda.
Hariman sebutkan pembacaan ikrar petisi di taman makam pahlawan kalibata
“Setelah kami membuat petisi kami ke makam pahlawan di kalibata untuk menguatkan bahwa kita serius memperjuangkan ini cita-cita ini dalam petisi. Kita mengucapkan ikrar petisi di makam taman pahlawan,”
Hariman ungkapkan faktor yang nggak kita duga itu kedatangan Tanaka. Jadi Tanaka terpilih menjadi perdana menteri termuda. Peran pertamanya itu wajib melakukan berkunjung ke Asean karena inilah langsung menjadi pasarnya dia.
“Jepang ketika itu baru muncul sebagai kekuatan ekonomi di awal 70-an. itulah yang salah satu yang dirasakan oleh kita kita ini pemerintah mengundang modal asing. Padahal kita bisa lakukan sendiri dengan apa yang kita punya kekayaan dihasilkan kita sendiri, Indonesia,” bebernya
Intinya kata Hariman, kita mau bilang kalau modal asing masuk itu jangan mematikan yang bisa kita lakukan. Memasukkan tektil asing ke Indonesia, ya matilah tekstil tenun kita di Sumedang, Pekalongan.
“Kemudian kapal ikan, habis lah nelayan kita,” pungkasnya. |Yoss-Jaksat