oleh: Imam Wahyudi (iW)

Jaringan pemilih dorong KPU publikasikan data bakal caleg pemilu 2024. Begitulah seharusnya. KPU wajib melakukannya sebagai “hak publik untuk tahu..!” Sejalan Undang-undang 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Tentu, terkandung maksud dan tujuan soal publikasi itu. Calon pemilih tak boleh dihadapkan “beli kucing dalam karung”. Dengan kata lain, kepatutan bacaleg tak sebatas administrasi. Publik berhak tahu. Sekurangnya tentang apa, siapa, mengapa dan bagaimana?!

Di tingkat bacaleg, tak jarang terdengar celoteh iseng-iseng berhadiah. Sebatas bahan cerita, bahwa seseorang itu nyaleg. Tersanjung sesaat di komunitas terbatas. Tanpa kinerja lapangan dan konsekuensi berkelanjutan. Malah jadi ajang hatur lumayan. Selebihnya, cuma nampang. Lantas tertera di kertas suara. Mendadak lupa peran bilik suara di TPS. Bagai suara sumbang pengamen jalanan yang melintas. Berharap yang tak mungkin, apa guna… di antara genjreng gitar lusuh.

Parpol berkepentingan soal satu itu. Demi meminimalisasi sengkarut, yang bahkan berlangsung sejak tingkat internal. Atasnama harapan publik, dituntut tanggungjawab. Peran parpol dalam rekrutmen bacaleg. Tak semata meruntut prasyarat kompetensi, kapasitas dan kapabelitas. Hal terakhir yang memunculkan dilema berulang. Terjebak pada pemenuhan kuota. Terseret ke posisi pemenuhan administrasi KPU. Titik!

Agenda pileg merupakan agenda (sangat) strategis. Justru berlangsung dalam paket Pemilu Serentak 2024. Kecenderungan menyeret perhatian publik ke pilpres. Kalkulasi efek ekor jas (coat tail effect) masih sebatas puzzle.

Aspek strategis pileg, tak sulit dikalkulasi. Sebaliknya, tak mudah semata diskusi. Semisal dalam kontestasi legislatif tingkat kota/kabupaten dengan peluang 50 kursi. Tercatat 18 parpol peserta pileg. Dengan asumsi, setiap parpol mendaftarkan maksimal 50 bacaleg — maka ada 900 nama. Mereka akan berebut 50 kursi tadi.

Artinya cuma sekira 5,55% saja yang lolos. Jomplang. Begitu adanya. Minimal 845 orang akan tereliminasi. Tak ada babak penyisihan atau semifinal, layaknya turnamen. Berlaku sistem gugur alias knock down. Bisa dipastikan, usai pileg nanti — bakal banyak caleg keselek dan pilek.*

*) jurnalis senior di bandung