Adu Cepat Manuver Istana vs Teuku Umar…

(Oleh Andrianto Andri/Pengamat Kebangsaaan)

Relasi terputus manakala di depan pasang puluhan juta rakyat yang menyaksikan HUT 50 PDIP, Januari 2023.

Mega dengan lantang katakan Jokowi tanpa PDIP tidak ada apa apanya. Nada mengecilkan sosok yang nota bane 9 tahun ini Presiden tentu sangat melukai ulu hati terdalam.

Publik melihat ada pergeseran jika di tahun 2022 Jokowi endorse Ganjar, maka di tahun 2023 pasca pidato Mega, Jokowi bergeser endorse Prabowo.

Sejak itu Jokowi menggagas koalisi besar yang dimaksudkan menduetkan Prabowo-Ganjar.
Jokowi sangat bernafsu mewujudkan ini meski tanpa PDIP.

Teuku Umar melihat gelagat manuver Jokowi yang diluar batas sebagai Petugas Partai,
lantas menarik Ganjar dan mencapreskan ketimbang jadi boneka Jokowi.

Skenario yang dibaca Teuku Umar lantas bikin gusar Jokowi. Dengan power yang dimiliki Jokowi lakukan man to marking ala strategi pelatih jenius Mourinho dengan melokalisir.
Sejauh ini Koalisi Teuku umar baru sebatas dengan PPP.

Jokowi terus melakukan cawe cawe untuk membesarkan sosok Prabowo. Dilihat dari gimick dalam tiap kesempatan terlihat sudah seperti timses. Juga manuver manuver putranya dan loyalis utamanya seperti Budi Ari yang belakangan diangkat jadi Menteri.

Namun apakah Teuku Umar bergeming melihat kelakuan sang Petugas Partai.?

Teuku Umar lantas bermanuver di luar perhitungan saat Puan bersalaman dengan AHY Ketum P.Demokrat dan menjadikan AHY salah satu dari 5 nominasi cawapres. Manuver Teuku Umar ini tentu menampar Jokowi.

Bukankah P.Demokrat yang paling lantang secara terbuka menolak project kebanggan seperti IKN, Kereta Cepat Jkt-Bandung, Hutang yang serampangan dll.

Teuku Umar seperti adagium klasik tak ada musuh yang abadi melainkan kepentingan yang sama. Inipun seperti menutup pintu Moeldoko meskipun MA meloloskan, tetap saja legalitas di tangan loyalis yakni Yasona/Menhukham yang pastinya akan ikut Teuku Umar.

Lantas yang terakhir ini Airlangga Hartato yang sudah dua tahunan ini terus bersiasat untuk lolos dari skenario Jokowi lantas hadapi palu hukum dari kasus yang sudah berlalu 2 tahun lalu dimana para terdakwa eksport CPO baru saja inkracht di Mahkamah Agung.

Peristiwa hukum ini mudah saja publik menilai cawe cawe.

Secara faktual hukum mestinya Lutfi yang saat itu Mendag mestinya diperiksa terlebih utama kalopun jadi tersangka.

Apalagi secara barengan dua menteri Luhut dan Bahlil melontarkan Munaslub Golkar pada saat status Hukum Airlangga masih belum tersangka apalagi terdakwa.

Jadi ingat tahun 2004 saat Ketum Golkar Akbar Tanjung jadi tersangka Buloggate 2 dan ditahan 1 bulan di Kejaksaan Agung, saat itu tak ada Munaslub.

Jadi rangkaian ini sulit dibilang kebetulan. Dalam politik tidak ada istilah Kebetulan semua bagian dari cawe cawe.

Teuku Umarpun melalui kunjungan Puan ke Airlangga pastinya ada message termasuk mengajak berkoalisi.

Apalagi jika luhut nekat munaslub yah percuma selagi masih Yasona/Menhukham sang loyalis pemberi legitimasi.

Termasuk kunjungan Puan ke Cak Imin yang selama setahun hanya dapat PHP Prabowo/Gerindra. Yang masih menanti titah Jokowi untuk cawapres, yang pasti bukan Cak Imin.

Jadi manuver siasat Teuku umar ini ingin beradu cepat dengan Petugas partai yang jelas punya Agenda Pribadi yakni melanjutkan dan mengamankanya pasca lengser. Jauh dari agenda Teuku Umar apalagi kebangsaan.