Arif Maulana: Rakyat Kritisi Pemerintah Seperti Ayam Jago Berkokok Malah Dimasukkan Kandang
JAKARTASATU.COM— Wakil Ketua Bidang Advokasi dan Jaringan YLBHI Arif Maulana menyampaikan bahwa kasus-kasus rekayasa dalam bentuk pembungkaman kritik dan kriminalisasi atau pemidanaan yang dipaksakan marak terjadi di Indonesia, terjadi terhadap masyarakat punya tujuan membungkam suara kritis, mengkebiri kebebasan warga sipil warga negara di dalam sebuah negara demokrasi.
Di dalam demokrasi itu mestinya rakyat yang berdaulat bukan oligarki, pengusaha, penguasa yang berdaulat. Bahkan kedaulatan rakyat itu dijamin dalam Konstitusi termasuk menjamin hak berpendapat, berkumpul, organisasi, berekspresi memperjuangkan hak asasi manusia sebagai warga.
Hal tersebut ia sampaikan dalam gelar diskusi publik YLBHI bertajuk “Penguatan Solidaritas Masyarakat Sipil Di Hadapan Penguasa, Potret Pembungkaman Kritik dan Praktik Kriminalisasi di Indonesia”. Jakarta, Selasa 2/8/2023
Kriminalisasi adalah modus dari penguasa, pengusaha, oligarki supaya tidak memperjuangkan terjadi adanya korupsi, kolusi, memperjuangkan hak keadilan, kesejahteraan dll. Sehingga yang terjadi menindas, eksploitasi, melanggar hak-hak warga yang melawan korupsi dan lain sebagainya atas nama pembangunan, investasi dll.
“Ketika Presiden Joko Widodo mengatakan jangan takut mengkritik pemerintah, DPR. Namun ketika masyarakat mengkritik dikenai pasal. Ibarat ayam jago ketika berkokok kemudian dimasukan ke kandang ayam,” ujar lawer pembela masyarakat yang terkena kriminalisasi ini.
“Antara perbuatan dan juga antara kata-kata tidak sesuai. Akhirnya masyarakat tidak percaya dan merasa tidak aman untuk kritik terhadap pemerintah,” imbuhnya
Membaca situasi kebatinan demokrasi hari ini lanjut Arief, dengan berbagai kejadian kriminalisasi, teror, intimidasi baik secara fisik maupun digital terhadap masyarakat karena masyarakat menyuarakan keinginan adanya keadilan, keamanan yang terjadi di masing-masing tempat, daerahnya. Mereka memperjuangkan kebenaran, keadilan, mempertahankan hak hidupnya , lingkungannya, tempat tinggalnya tapi justru malah dikriminalisasi.
“Kriminalisasi tidak hanya dialami oleh kritikus masyarakat dewasa tetapi dialami juga oleh anak-anak muda. Anak-anak muda ini lebih ekspresif, lebih tajam lebih kritis ketika melihat problem sosial politik,” terangnya
“Kriminalisasi terjadi tidak hanya di sektor masyarakat sipil saja, juga terkadi di insan pers. Kebebasan pers ancaman terhadap kebebasan perpendapat , mengungkap fakta. Ada 62 kasus kebebasan pers. Termasuk di kalangan akedemisi,” beber Arief
“Persoalan bukan hanya soal kemerdekaan berpendapat dan berekspresi tapi juga kebebasan bagi warga negara dan sangat serius,” tandasnya
Di ujung pembicaraanya Arif Maulana menambahkan, perlu adanya solidaritas antara civil society serta bagi mereka yang berada pada garis perjuangan kebebasan berpendapat, yang menggunakan kritik sebagai media partisipasi dalam membangun negara.
“Kriminalisasi terjadi ketika masyarakat sedang memperjuangkan hak-haknya karena sedang ada persoalan serius. Misalnya terdapat beberapa ketentuan dalam KUHP yang sering digunakan oleh penguasa untuk menjerat aktivis publik. Hukum seharusnya menjadi alat untuk membatasi kekuasaan pemerintah, namun saat ini hukum menjadi alat untuk memperkuat kekuasaan, sehingga dibutuhkan reformasi terhadap para aparat penegak hukum”, pungkasnya. (Yoss)