NgePrank Rakyat Dengan UU Kesehatan“ Perangkap” Chengdu
Agung Sapta Adi
Dokter Spesialis Anestesi & Terapi Intensif
Presidium Dokter Indonesia Bersatu (DIB)
Sejumlah kerjasama strategis disepakati antara Indonesia – China saat lawatan Presiden Jokowi ke Chengdu, China termasuk di bidang kesehatan. Kunjungan ini juga merupakan follow up atas kesepakatan satu tahun sebelumnya.
“Pagi ini pak menkes melakukan pertemuan dengan lebih dari 30 pebisnis di bidang kesehatan sekaligus memfasilitasi match-making antar-bisnis dalam Indonesia-China Healthcare & Biotech Investment Forum. Pertemuan pak menkes menghasilkan sembilan MoU sektor swasta antara lain terkait : transfer teknologi, produksi vaksin termasuk halal vaccines, kemudian produksi alat diagnostik, dan manajemen sistem informasi kesehatan.
Di dalam pertemuan juga mendorong penguatan kerjasama vaksin genomic, bioteknologi, untuk menghadapi kemungkinan pandemi baru, termasuk melalui pembangunan National Genebank dan pusat bioteknologi di Indonesia,” jelas Menlu Retno.
China menggunakan cara yang tak lazim dalam meminjamkan uang yaitu dengan teknik Landing to Own yaitu meminjamkan uang untuk selanjutnya menguasai asetnya karena “bantuan” yang diberikan diluar kemampuan peminjamnya. Isu jebakan utang China menjadi perbincangan hangat ketika sejumlah negara menjadi korban, terperangkap tidak bisa membayar sehingga harus menyerahkan aset.
Sri Lanka gagal melunasi kewajibannya dalam mengembalikan dana pembangunan Pelabuhan Hambantota yang dibangun pada tahun 2008 dengan bantuan dana segar dari China sebesar US$ 361 juta (Rp 5 triliun). Tahun 2016, Colombo akhirnya menyerahkan pelabuhan itu kepada perusahaan China untuk mengelolanya.
Beberapa negara lainnya sedang terancam perangkap China, Uganda gagal membayar utang (default) kepada China sebesar US$ 200 juta. Kepulauan Solomon juga digadang-gadang masuk perangkat utang Negeri Tirai Bambu melalui ‘bantuan’ senilai US$ 8,5 juta dan Kenya juga diyakini akan gagal membayar utang ke China sebesar US$ 5,1 miliar.
Salah satu kesepakatan pertemuan bisnis yang dilakukan Menkes Budi yakni komitmen investasi kesehatan sebesar lebih dari USD 1,5 milliar, sangat mungkin hal ini merupakan perangkap yang sedang dimainkan China untuk Indonesia apalagi dari kesepakatan di bidang Kesehatan minimal ada 3 poin yang krusial yaitu Kerjasama Manajemen Sistem Informasi Kesehatan, Pembangunan National Gene Bank dan Pusat Bioteknologi di Indonesia.
Ketidakmandirian menyebabkan keuntungan finansial besar bagi kapitalis asing untuk berinvestasi. Ancaman besar atas ketahanan bangsa serta kedaulatan negara ketika data genetik serta data kesehatan lainnya berpotensi dimanfaatkan asing
China memahami ambisi pemerintah untuk membangun IKN.
UU Kesehatan yang pengesahannya sangat terburu-buru menurut Rizal Ramli adalah “upeti” agar China mau berinvestasi di IKN. “UU Kesehatan adalah sweetener bagi investasi China” katanya.
Akibatnya pemerintah menabrak berbagai aturan “best practice” dunia dalam pengaturan tenaga profesional kesehatan termasuk menghilangkan peran organisasi profesi dokter dan kesehatan untuk memuluskan rencana jahat tersebut.
Organisasi profesi termasuk IDI dianggap menghambat masuknya dokter/ tenaga kesehatan asing sebagai bagian “paket” ekosistem investasi kesehatan. Disusunlah berbagai alasan dengan didukung data “katanya” dan dinarasikan ke publik oleh Menkes bahwa segala keruwetan dunia kesehatan berawal dari IDI yang dituduh superbody sehingga masyarakat melihat penolakan IDI terhadap UU Kesehatan adalah reaksi atas hilangnya kewenangan IDI.
Siapa Penebar Hoax ?
Masyarakat tertipu dengan narasi sesat Menkes tentang problematika kedokteran yang kemudian menjadi dasar perlunya UU Kesehatan Omnibuslaw. Framing jahat yang secara sistematis berhasil mengalihkan perhatian publik keluar dari muatan utama UU Kesehatan yaitu Kapitalisme dan Liberalisasi Kesehatan.
Transformasi teknologi yang terbatas merupakan bentuk imperialisme baru, tenaga ahli kita hanya menjadi “budak” atau sekedar operator proyek nasional yang mereka buat. Tanpa disadari kita memberikan kontribusi besar atas berkembangnya neoimperialisme.
Penguasaan negara atas sektor kesehatan dan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat disalahgunakan sebagai alasan perlunya semua kewenangan diambil alih oleh Kemenkes. Pendidikan, pelatihan hingga pengelolaan SDM Kesehatan diatur Kemenkes, begitupula penilaian etika, disiplin serta pelanggaran profesi menjadi domain superbody “tulen“ bernama Kemenkes.
Manipulatif secara terstruktur diperlukan agar sektor kesehatan bisa “dimainkan” oligarki dengan baik sebagaimana sektor lain yang sudah “sukses” dijual ke tangan asing.
Kesepakatan pemerintah Indonesia-China di Chengdu menjadi bukti bahwa negara telah menyerahkan negeri ini bulat-bulat kepada kekuatan China yang memang berambisi menguasai dunia. Transparansi kemanfaatan dari kesepakatan Indonesia-China tidak pernah disampaikan secara terbuka namun semestinya publik makin paham bahwa penolakan UU Kesehatan oleh organisasi profesi dan beberapa koalisi masyarakat sangat beralasan dan terbukti dengan jelas lewat pertemuan tersebut.
Kesepakatan yang memerlukan “upeti” berupa UU Kesehatan, wajar kalau kemudian legislasi dan pengesahannya “supercepat bin misterius” agar bisa dibawa pada pertemuan Chengdu. Terperangkap karena pemerintah terlalu naif, tidak paham akal licik China atau memang menjadi bagian “pat gulipat” (meminjam istilah Rizal Ramli) ?
Pastinya pemerintah berhasil ngeprank rakyat dengan UU Kesehatan. Masyarakat dijanjikan pelayanan kesehatan yang lebih baik dengan UU Kesehatan. Nyatanya rakyat akan tahu “daging” UU Kesehatan akan dinikmati China dan negeri ini hanya merasakan remah-remah kecil yang tersisa. Sungguh malang nasib anak bangsa, 78 tahun Kemerdekaan Indonesia menjadi tanpa makna.
Agung Sapta Adi
Dokter Spesialis Anestesi & Terapi Intensif
Presidium Dokter Indonesia Bersatu (DIB)
#BatalkanUUKesehatan #BatalkanUUKesehatan