Andi Syah Putra : Omongan Rocky Fakta, Sulit Dijerat Pasal Kebohongan

51

Andi Syah Putra : Omongan Rocky Fakta, Sulit Dijerat Pasal Kebohongan

JAKARTASATA.COM— Filsuf serta akadimisi Rocky Gerung dianggap dilaporkan relawan Presiden Joko Widodo ke Polisi Barikade 98 Yang juga Kepala BP2MI Benny Ramdhani dengan pasal penghinaan. Namun pasal tersebut mengharusnya pihak yang merasa terhina yaotu Presiden Jokowi harus melaporkannya sendiri secara langsung ke Kepolisian. Kemudian laporan tersebut bergeser dari penghinaan ke penyebaran berita bohong

Pakar hukum Andi Syah Putra menyampaikan pandangannya penyidik setelah menerima laporan adanya dan mengumpulkan bukti-bukti adanya dugaan tindak pidana tertentu dari Pelapor kemudian sesuai kewenangannya dalam pasal 7 KUHAP dapat merumuskan dan atau menetapkan pasal-pasal pidana berdasarkan unsur-unsur delik pidana yang diadukan. Demian disampaikan kepada redaksi Jakartasatu.com (Rabu, 9/2023).

Maka lanjut Andi bisa saja dari serangkaian dugaan adanya tindak pidana seseorang Penyidik dengan keyakinan dan pengetahuannya menetapkan beberapa pasal pidana yang ada dalam KUHP atau mengesampingkan pasal pidana lain untuk kemudian memilih pasal tertentu yang dianggap berkesesuaian dengan perbuatan pidana seseorang.

“Dalam konteks kasus Rocky Gerung, saya melihat terdapat semangat yang begitu besar dari Jokowi maupun pendukungnya untuk memenjarakan Rocky Gerung kendati pun pada permukaan Jokowi menilai pernyataan Rocky Gerung merupakan hal kecil,” kata Andi

Andi menuturkan bahwa semangat itu jelas terlihat dari upaya Penyidik menggeser pasal pasal 218 ayat (1) tentang penghinaan Presiden menjadi pasal 14 ayat (1) UU No. Q 1946 jo 28 ayat (1) UU ITE penyebaran berita bohong. Dalam logika hukum Penyidik andai menggunakan pasal 7 KUHP pemidanaannya akan dihukum penjara jauh lebih ringan ketimbang pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946.

“Di sinilah terlihat semangat untuk memenjarakan Rocky Gerung  dengan tuntutan hukuman maksimal dengan menggeser pasal pidana yang dituduhkan selain juga dengan menjerat pasal 14 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1946 Penyidik akan lebih mudah menjerat tanpa perlu menunggu adanya pelaporan dari Presiden,” jelas Andi

Andi menilai materi terhadap dugaan melakukan penyebaran kebohongan pada tahap penyelidikan maupun penuntutan memang menjadi  penafsiran subjektif Penyidik. Oleh karenanya pada tahap Penyidikan perbuatan pidana berupa penyebaran berita bohong mesti dibuktikan dengan fakta-fakta yang ada, alat bukti lain dan saksi ahli. Merujuk pada pernyataan RG yang menyoal pemberian konsesi lahan di IKN selama 190 tahun oleh Jokowi hemat saya adalah fakta. Bukan suatu kebohongan.

Siapapun dapat membacanya. Lihat saja beber Andi,  Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha di IKN yang ditanda tangani Jokowi tertanggal 6 Maret 2023. Apakah PP itu bukan fakta?

Oleh sebab itu saya mengimbau kepada Penyidik, Jaksa maupun Hakim agar menggunakan standart penegakan hukum yang objektif karena mereka adalah Aparat Penegak Hukum (APN) yang bertugas menganyomi warga negara dalam menegakkan keadilan.

Tambah Andi, dalam melaksanakan tugas tersebut APH Presiden bukanlah atasan mereka sehingga mereka harus patuh kepada kemauan Presiden. Andaikata ternyata Kebijakan Presiden ada yang salah secara konstitusional maupun peraturan perundangan-undangan yang berlaku kemudian ada warga negara yang sadar mengkritiknya sesuai fakta jangan lantas ditafsirkan menyebarkan berita bohong.

Andi sebutkan cara-cara penegakan hukum kolonial yang tak hanya bertentangan dengan konstitusi pasal 28 UUD 1945 & kaidah-kaidah demokrasi seperti ini harus sudah ditinggalkan.

“Sejatinya APH mesti bekerja di atas alas hukum konstitusional dengan mengedepankan kepentingan bangsa & negara yang lebih besar ketimbang kepentingan subjektif seorang Presiden,” pungkasnya. (Yoss)