JAKARTASATU.COM – Gerakan buruh hari ini pada dasarnya mewakili aspirasi rakyat yang dalam kondisi semakin sulit, antara lain karena kenaikan harga-harga, PHK yang terus terjadi, hingga biaya pendidikan yang semakin mahal.
Gerakan buruh hari ini adalah untuk menyuarakan AMPERA, Amanat Penderitaan Rakyat.
Undang-undang Omnibus Law, atau Undang-undang Celaka ini, termasuk Undang-undang Omnibus Law Kesehatan adalah pintu masuk bagi perbudakan modern, yaitu outsourching seumur hidup tanpa jaminan kesejahteraan, jaminan untuk keluarga, dan masa tua.
Alasan dibikinnya Omnibus Law ini juga sangat mengada-ada. Fiktif. Karena tidak ada kegentingan ekonomi. Kondisi ekonomi dikatakan genting kalau negatif, atau terjadi krisis fiskal dan moneter, seperti terjadi pada tahun 1998, yaitu minus 12, 7 persen, rupiah anjlok dari Rp 2.500 menjadi Rp 15.000.
Alasan kedua adalah untuk penyederhanaan perizinan birokrasi, dan lain-lain, supaya tidak tumpang tindih. Hasilnya malah Undang-undang 1000 halaman, dengan 500 halaman penjelasan. Ini jelas akan semakin ribet dan membuka peluang sogok-menyogok.
Setelah tiga tahun ternyata tidak ada peningkatan besar di bidang investasi, selain di sektor pertambangan. Negara-negara tanpa Omnibus Law justru mendapat investasi sangat besar, seperti Vietnam, India, Thailand.
Omnibus Law ini hasilnya adalah:
Memiskinkan buruh dan keluarganya, upah hanya naik di bawah inflasi. Sama artinya pemerintah mengajak miskin rakyat secara berjamaah.
PHK semakin meningkat dan outsourching semakin meluas menjadi bentuk perbudakan modern.