JAKARTASATU.COM – Dalam aksinya (10/8), konfederasi, Federasi, Serikat Buruh yang tergabung dalam Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo. Surat terbuka ini secara tegas mengkritisi beberapa kebijakan yang saat ini telah dilontarkan oleh Presiden Jokowi.
Pertama terkait usaha pemerintah untuk menarik investasi melalui Omnibus Law UU No. 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja, yang didahului oleh Perppu No. 2 Tentang Cipta Kerja, sebagai pengganti UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang telah dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
AASB memandang bahwa Prosedur Pembentukan UU Cipta Kerja tersebut banyak terjadi manuver, manipulasi, rekayasa, pelanggaran asas, sampai dengan pelanggaran etika, yang kesimpulannya adalah bertentangan dengan UUD 1945. Hal tersebut terbukti dengan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan UU Cipta Kerja tersebut bertentangan dengan UUD 1945.
Bahkan AASB menyoroti hal yang paling fatal dalam pembentukan UU Cipta Kerja tersebut yaitu adanya pelanggaran terhadap asas, karena asas adalah hal yang paling fundamental yang harus di junjung tinggi oleh semua orang apalagi sebagai pejabat negara, karena pelanggaran terhadap asas adalah selain pelanggaran hukum juga pelanggaran etika. Pelanggaran etika bagi seseorang apalagi pejabat negara adalah masalah harga diri, kehormatan dan moral, sehingga seseorang yang melanggar etika, maka harga dirinya tergadai, kehormatannya tercoreng, dan dianggap tidak bermoral.
Akibat dari pelanggaran asas tersebut maka tidak ada partisipasi publik khususnya tidak diikutkannya Serikat Buruh sebagai representasi/perwakilan buruh dalam pembentukan UU Cipta Kerja tersebut, jadi secara otomatis juga tidak mencerminkan semangat “musyawarah untuk mencapai mufakat”, artinya mengingkari Pancasila dan UUD 1945.
Ada banyak argumen yang dipaparkan AASB dalam surat terbuka ini terkait UU No. 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja yang secara logika hukum adalah inkonstitusional.
Pertama Pemerintah Indonesia tidak mematuhi dan tidak melaksanakan Putusan MK tersebut secara menyeluruh dan hanya melaksanakan sebagian kecil Putusan MK. Revisi UU No 12 Tahun 2011 tersebut.
Kedua, Pemerintah Indonesia menganggap telah melakukan perbaikan seperti Putusan MK. Revisi tersebut hanya menyatakan bahwa sistem Omnibus Law dapat diterima dalam Sistem Peraturan Perundang-Undangan Indonesia.
Ketiga, Pemerintah Indonesia tidak melaksanakan Putusan MK tentang pelanggaran prosedur dan tata-cara Pembentukan UU Cipta Kerja yakni tidak terlibatnya Serikat Buruh dalam pembentukan UU. Dan pelanggaran inilah inti dari permasalahan yaitu Serikat Buruh tidak pernah dilibatkan sejak awal dalam Pembentukan UU Cipta Kerja dan bahkan perintah MKpun diabaikan.
Keempat, Pemerintah Indonesia telah melakukan kesalahan fatal dengan menerbitkan Perppu No. 2 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja yang isinya relatif sama dengan UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, yang diamini dan disetujui oleh DPR dengan men-syah-kan dan menetapkan Perppu tersebut menjadi UU No. 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja. Bukannya melaksanakan perintah MK dengan memanfaatkan waktu 2 tahun untuk mengajak berunding Serikat Buruh dan mencari solusi yang win-win solution, malahan mengeluarkan Perppu Cipta Kerja.
Kelima, AASB sepakat dengan pendapat para pakar hukum seperti Prof Jimly yang menyatakan dalam Kompas.com, “Pemerintah seolah-olah berada di atas hukum (Rule by Law)”.
Keenam, Keterlibatan Serikat Buruh dalam pembentukan UU Cipta Kerja adalah sangat vital dan menjadi syarat pembentukan UU dalam UUD 1945, dan hal ini adalah kesalahan fatal yakni melanggar azas dan bertentangan dengan UUD 1945.
Ketujuh, Keabaian pemerintah seperti di atas menggambarkan bagaimana Pemerintah Indonesia tidak menghormati hukum bahkan dapat dikategorikan sebagai “Contemp Of Court”, penghinaan kepada MK dan karena tidak menjalankan secara keseluruhan perintah MK, dan sebagai negara hukum Pemerintah Indonesia telah melanggar UUD 1945 dan berlaku sewenang-wenang dan mentang-mentang berkuasa (“Abuse of Power”), rule by law yang kasar dan sombong.
Ditandatangani oleh Moh Jumhur Hidayat selaku koordinator, di akhri surat terbuka tersebut AASB berharap dan mendesak Bapak Presiden agar mencabut UU Cipta Kerja tersebut. |Yoss-Jaksat.