Gema Cita Desak Pemprov DKI Segera Atasi Polusi Udara Jakarta
JAKARTASATU.COM– Ketua Umum Gerakan Masyarakat Cinta Jakarta (Gema Cita), Hilman Firmansyah mendesak pemerintah provinsi DKI Jakarta segera atasi polusi udara Jakarta.
Data kualitas udara IQ Air menempatkan Jakarta sebagai peringkat kelima dari sepuluh besar kota paling berpolusi di Indonesia dengan indeks kualitas udara di angka 158.
Berikut Daftar 10 Daerah Dengan Polusi Tertinggi di Indonesia:
1. Tangerang Selatan, Banten – 185 – Tidak Sehat
2. Serang, Banten – 174 – Tidak Sehat
3. Terentang, Kalimantan Barat – 170 – Tidak Sehat
4. Kota Tangerang, Banten – 162- Tidak Sehat
5. DKI Jakarta – 158 – Tidak Sehat
6. Ubud, Bali – 155 – Tidak Sehat
7. Surabaya, Jawa Timur – 152 – Tidak Sehat
8. Semarang, Jawa Tengah – 145 – Tidak Sehat bagi kelompok sensitif
9. Sleman, Yogyakarta – 138 – Tidak Sehat bagi kelompok sensitif
10. Bengkulu, Bengkulu – 122 – Tidak Sehat bagi kelompok sensitif
Melansir dari laman resmi IQ Air di Jakarta, kualitas udara ibu kota masuk kategori tidak sehat karena saat ini konsentrasi Particulate Matter (PM) 2.5 berada pada angka 111.5 mikrogram per meter kubik atau 22,3 kali di atas nilai pedoman kualitas udara tahunan Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Hilman menyampaikan dampak polusi udara buruk untuk kesehatan, Polusi udara yang menjadi penyebab utama buruknya kualitas udara di Jakarta tentu menjadi Hal penting yang harus diwaspadai. Sebab, tanpa adanya tindakan penanggulangan, pastinya hal ini akan memberikan pengaruh negatif untuk kesehatan.
“Beberapa dampak dari buruknya kualitas udara bagi kesehatan”, jelasnya.
“Dampak kualitas udara yang buruk untuk kesehatan tentunya bisa sangat terasa pada sistem pernapasan. Bukan tanpa alasan, ini karena udara selalu masuk ke paru-paru melalui hidung. Apabila udara yang masuk ke saluran pernapasan mengalami kontaminasi, zat-zat berbahaya juga bisa masuk ke paru-paru dan memicu terjadinya kerusakan jaringan di bagian dalamnya”, imbuhnya.
“Dampaknya akan lebih berisiko mengalami berbagai gangguan pernapasan. Misalnya asma, emfisema, infeksi saluran napas, dan penyakit paru obstruktif kronis atau PPOK. Selain itu, paparan polutan juga dapat mengakibatkan bronkitis kronis” jelasnya
Selain itu, paparan polusi udara juga dapat meningkatkan risiko munculnya gangguan kardiovaskuler, dalam hal ini pembuluh darah dan jantung. Hal ini disebabkan dari paparan zat yang termasuk dalam particulate matter. Saat masuk ke sistem pernapasan, paparan ini akan segera memasuki pembuluh darah.
Efeknya kata Hilman, akan terjadi gangguan pada fungsi pembuluh darah. Tak hanya itu, hal ini juga meningkatkan potensi munculnya plak di arteri yang berdampak pada peningkatan masalah kesehatan jantung. Salah satunya penyakit arteri koroner.
Lanjutnya Hilman dampak kualitas udara yang buruk juga bisa dirasakan oleh ibu hamil. Dampaknya bisa sangat berbahaya, karena bayi bisa lahir dengan berat badan yang rendah, potensi gangguan emosional, dan kognitif saat anak beranjak remaja, dan autisme.
Buruknya kualitas udara juga bisa memicu penyakit neurodegeneratif atau gangguan saraf karena penurunan pada fungsi otak akibat polusi udara. Masalah ini dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit Alzheimer, Parkinson, dan bentuk demensia yang lain.
Hilman mendesak agar Pemprov DKI Jakarta dalam Hal ini Dinas Lingkungan Hidup DKI terus berupaya melakukan berbagai tindakan untuk mengantisipasi polusi udara di Jakarta dengan melibatkan para walikota di wilayah DKI serta mengajak masyarakat untuk mengatasi polusi udara Jakarta agar kembali bersih tanpa polusi.
Hilman meminta Dinas Lingkungan Hidup DKI dan Walikota untuk melakukan pengawasan di wilayah industri seperti Kawasan industri Pulogadung, Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dan Kawasan industri marunda terhadap penggunaan cerobong pabrik guna mengurangi polutan dan menindak pabrik yang melakukan pencemaran udara.
Hilman mendorong program Langit Biru dan Udara Bersih Untuk Jakarta terus dikampanyekan serta memperluas area yang difungsikan sebagai ruang terbuka hijau diberbagai titik di 5 Wilayah DKI Jakarta”, tegasnya.
“Masyarakat untuk tetap memakai masker. Terutama ketika harus beraktivitas di luar rumah ke kawasan dengan tingkat polusi dan pencemaran udara yang tinggi. Tak hanya melindungi dari paparan virus corona, tetapi juga membantu melindungi organ pernapasan dari paparan polusi udara”.
Selain itu, Kebijakan Sustainable Mobility yang dapat mengurangi pencemaran udara dan juga merupakan bagian dari strategi untuk mencapai net zero emission.
Hilman memaparkan sumber terbesar polusi udara di Jakarta adalah dari sektor transportasi untuk polutan PM2.5, PM10, NOx, dan CO. Sementara, sektor industri merupakan sumber terbesar untuk polutan SO2.
Hilman menegaskan agar Pemprov DKI Jakarta menjalankan Pengendalian Pencemaran Udara (GDPPU) yang terdiri dari berbagai strategi untuk perbaikan kualitas udara di Jakarta.
“Dukungan dari seluruh Masyarakat dan Pemerintah Pusat sangat diperlukan untuk mencapai Udara Jakarta Yang Lebih Bersih”, tutup Hilman. (Yoss)