Pidato Ketua MPR & DPD Soal “Amandemen-Kembali Ke UUD 45”
MN Lapong (Dewan Direktur LBH ForJIS)
Menarik dipertengkarkan di ruang publik, soal usulan MPR dan DPD dalam pidato di Sidang Tahunan 2023 di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Rabu (16/8/2023). Kedua Lembaga Tinggi Negara ini sama-sama mengusulkan supaya pemilihan presiden secara langsung tidak perlu lagi dilakukan.
Bambang Soesatyo Ketua MPR RI, bahkan mengutip Pidato Megawati Soekarno Putri sbb : “Idealnya memang, MPR RI dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana disampaikan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri saat Hari Jadi ke-58 Lemhannas tanggal 23 Mei 2023 yang lalu.”
Menanggapi soal Pidato Kedua Pimpinan Lembaga Legislatif tersebut yang mengarah ke proses amandemen, Anggota DPD Jimly Asshiddiqie, mengusulkan agar DPD dibubarkan lewat amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 karena tidak ada gunanya. Menurut Jimly, selama menjabat sebagai anggota DPD untuk empat tahun, DPD tak ubahnya seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) karena hanya memberi usul tapi usulnya tidak pernah didengar.
“Saya sudah empat tahun di sini, ini kayak LSM saja. Dia hanya memberi saran, pertimbangan, usulan, tapi enggak pernah didengar, jadi dia tidak memutuskan, padahal ini lembaga resmi,” kata Jimly di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (16/8/2023). “Maka harus dievaluasi, bisa enggak dia bubar saja lah, karena adanya sama dengan tiadanya. Bubarin saja,” ujarnya lagi.
Jimly berpendapat, fungsi DPD sebagai wakil daerah bisa digantikan dengan membentuk fraksi utusan daerah di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dengan demikian, menurut Jimly, perwakilan daerah itu bisa berperan dalam melaksanakan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran yang merupakan kewenangan DPR. Selain itu, ia juga mengusulkan adanya utusan golongan yang menjadi fraksi sendiri di MPR untuk mewakili kelompok yang tidak direpresentasikan partai politik, misalnya organisasi masyarakat. “Tapi, khusus untuk fraksi utusan golongan hanya adhoc, hanya ikut rapat kalau ada sidang MPR, tapi kalau perwakilan daerah itu harus dilembagakan di DPR supaya dia ikut mengambil keputusan. Itu kira-kira esensinya,” kata Jimly. Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengatakan, struktur parlemen Indonesia saat ini yang terdiri dari MPR, DPR, dan DPD adalah hal yang tidak lazim.
Menurutnya, di negara-negara lain, parlemen hanya terdiri dari dua kamar, yakni MPR sebagai upper house dan DPR sebagai lower house.
Perdebatan soal amande men sudah terjadi sejak mulai adanya gagasan perubahan konstitusi UUD 1945 pada awal reformasi 98, dan pro kontra itu berlanjut hingga hari ini pasca amandemen UUD 1945.
Menurut hemat saya usulan usulan yang di kemukakan di atas merupakan kelanjutan dari ketidak puasan anak bangsa terhadap hasil amandemen UUD 1945 versi UUD 2002 yang dinilai banyak kalangan tokoh dan aktivis bahwa produk tersebut adalah versi palsu dari UUD 1945 Asli.
Perdebatan amandemen dan soal kembali ke UUD 1945, kali ini menjadi sangat penting dan terbuka karena telah menyentuh politik elit, apa lagi Surya Paloh Ketum Partai Nasdem ikutan tertarik menilai pidato Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti tentang mengembalikan MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara dengan mengamendemen UUD Negara RI Tahun 1945 merupakan hal yang menarik, ujarnya Surya Paloh.
Ini setidaknya membuka harapan kembali untuk menyempurnakan amandemen UUD 1945 tahun 2002 lalu, yang dinilai kebablasan dan copy paste asing, karena baik isi maupun konstruksi perubahannya sangat amburadul, selain sangat liberal dan pro pasar – kapital, juga kontitusi ini tidak mencerminkan estetika tinggi layak konstitusi yang otentik sebuah negara, tapi ini hanya merupakan konstitusi asal tempel sana sini.
Disinilah bakal menarik nya perdebatan amandemen akan di uji kembali jika kekuatan kekuatan politik yang ada di parlemen maupun dialektika politik yang ada di luar parlemen menemukan momentum nya untuk bersatu mengamandemen kembali UUD 1945.
Persoalan utama yang krusial perlu di pikirkan dalam amandemen tersebut, bahwa ini akan menyentuh 3 (tiga) hal pokok yang selama ini telah berjalan dalam pengelolaan negara sejak amandemen UUD 1945 tahun 2002.
3 (Tiga) hal pokok tersebut, yakni : 1). Lembaga baru yang terbentuk pasca amandemen seperti MK, DPD, Komisi Yudisial (KY) akan di hapus? Dan Lembaga DPA (Dewan Pertimbangan Agung) akan kembali? ; 2). Ratusan UU termasuk Omnibuslaw dan ribuan peraturan dibawan UU akan di hapus ? 3). Apakah Setelah 4 kali perubahan, UUD 1945 yang memiliki 16 bab, 37 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan akan di hapus atau di rubah dan dikembalikan kepada posisi konstruksi awal UUD 45 Asli? Atau pasal2 tambahan amandemen mantinya tidak lagi di letakkan dalam Batang Tubuh UUD 45 Asli melainkan hanya memjadi adendum di luar Batang Tubuh UUD 45 Asli ? Konstruksinya pasal pasal amandemen tersebut tetap diletakkan Dalam Batang Tubuh UUD 45 Asli seperti UUD 2002 bin UUD 1945 ?
Bagi penulis yang paling utama jika benar proses amandemen kembali ke UUD 1945 ini digulirkan, maka soal pokok point (3) di atas harus menjadi titik kunci perdebatan amandemen tersebut. Karena ini menyangkut soal konstruksi, kopososi atau model amandemen yang berakibat kepada etika dan estetika UUD 1945 bisa dinilai tetap otentik dan asli sebagai sebuah konstitusi negara UUD 1945 sekalipun kemudian akan diamandemen berkali kali sesuai kebutuhan zaman ?
apakah modelnya tetap seperti amandemen hari ini yang menurut saya adalah (konstruksinya tidak mencerminkan UUD 45 Asli) tetapi sebaliknya melahirkan UUD 45 baru (renawel) bukan amandemen, tetapi hal perubahan itu justru palsu dari aslinya.
Mengamandemen konstitusi boleh saja belasan kali sesuai kebutuhan tetapi konstitusi asli UUD 1945 sejak awal tetap asli, karena pasal2 amamdemen konstitusi tidak diletakkan dalam (komposisi batang tubuh) tetapi diluar Batang Tubuh Konstitusi UUD 45 yang Asli.
Yang terjadi model aman demen konstitusi Indonesia hari ini salah kaprah, sehingga meluluh lantakkan pijakan dasar semangat jiwa raga asli karakter bangsa Indonesia dan sejarah suasana kebatinan maksud para pendiri bangsa saat membuat dan melahirkan konstitusi Indonesia 18 Agustus 1945.
Model Amandemen hari ini sama sekali telah menghilangkan dimensi keaslian Indonesia masa lalu yang merupakan hasil perjuangan berdarah darah rakyat Indonesia khususnya penjajahan di bumi jawa yang mengalami penderitaan dan penindasan oleh sistem tanam paksa penjajah Belanda.
Jadi model amandemen konstitusi indonesia berikutnya harus mencerminkan ketersambungan sejarah masa lalu, hari ini dan ke depan.
Bahwa ke aslian konstitusi Proklamasi 18 Agustus di kembalikan semula adalah hal pokok, sehingga konstruksi- komposisinya kalau di amandemen, maka pasal yang di amandemen harus diletakkan di luar Batang Tubuh UUD 45 Asli. Pasal pasal yg di amamdemen tersebut hanya menjadi pasal2 “Adendum” diluar 37 Pasal Konstitusi UUD 1945 Asli.
Cara atau model ini sekaligus menjadi solusi UUD 1945 aman dari ke asliannya, dan termasuk bisa mengakomodir bagi semua kepentingan anak bangsa, baik yang setuju maupun tidak atas berbagai hal masalah bangsa yang ingin solusinya didapatkan melalui amandemen.
Dengan cara adendum yang menempatkan pasal pasal perubahan diluar konstitusi UUD 1945 asli maka konstitusi UUD 45 tetap terjaga keasliannya sekalipun amandemen konstitusi berkali kali di lakukan sesuai kebutuhan perkembangan bangsa.
Semua usaha patut dicoba demi kebaikan keberlangsungan jalannya roda masa depan NKRI.
Mari berusaha dan berdoa selebihnya – Wait and see!