PIJAR Pertanyakan Komnas HAM Diam Saja Ada Diskriminasi terhadap Capres Cawapres
JAKARTASATU.COM— Ketua Umum PIJAR Indonesia Sulaiman Haikal mempertanyakan bungkamnya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam pelanggaran HAM terkait pelaksanaan pemilu di Indonesia. Melalui Undang Undang nomer 7 tahun 2017 tentang Pemilu pasal 169 huruf q terdapat diskriminasi nyata terhadap pendaftar calon presiden dan wakil presiden. Aturan tersebut membatasi usia pendaftar paling rendah 40 tahun.
Demikian disampaiakan Keyua Umum PIJAR Indonesia kepada redaksi Jakartasatu.com, Selasa 22/8/2023
Menurut Haikal, aturan tersebut nyata-nyata melanggar HAM karena sudah memenuhi satu atau lebih unsur diskriminasi.
“Ada empat aspek yang dapat disebut sebagai tindakan diskriminasi, yakni pengutamaan, pengecualian, pembedaan, dan pelarangan” tambah Haikal.
“Pasal 169 sudah memenuhi kriteria diskriminasi dari unsur pembedaan dan pelarangan,” ujar aktivis 98 ini.
Sedangkan berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, diskriminasi didefinisikan sebagai setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa.
Ketua Umum PIJAR Indonesia ini menuturkan, praktek diskriminasi di Indonesia sesungguhnya sudah realtif berkurang sebagai hasil dari pengawasan publik dan media. Data Komnas HAM tahun lalu dalam survey bekerjasama dengan Litbang Kompas menunjukkan 27,8% responden mengatakan pernah mengalami, mendengar, ataupun menyaksikan perbedaan perlakuan atau diskriminasi. Jangan sampai trend penurunan ini menjadi ironi karena ada kasus besar di depan mata yakni diskriminasi usia terhadap calon presiden dan wakil presiden.
Lanjutnya, komnas HAM yang didefinisikan bentuk dan fungsinya dalam Pasal 1 UU No.39 tahun 1999 sebagai lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia. Komnas HAM harus mampu menjadi suluh dan garda terdepan dalam menegakkan hak asasi manusia di Indonesia, khususnya dalam praktek politik dan pemerintahan.
Ia menegaskan wewenang penyelidikan dan pemantauan yang dimiliki Komnas HAM harus didaya gunakan, diefektifkan. Publik dan terutama para hakim konstitusi yang saat ini tengah menguji aturan mengenai 40 tahun tersebut, harus diberi pencerahan dari aspek hak asasi manusia oleh Komnas HAM.
“Komnas HAM harus menyatakan sikapnya. Ini penting, agar bangsa Indonesia dapat memperoleh pemilu yang berkualitas dan bebas diskriminasi di tahun 2024, tutup Sulaiman Haikal,” pungkasnya. (Yoss)