JAKARTASATU.COM-– Di Indonesia beberapa macam penyebaran mercuri yang disebabkan dari emisi, batubara, sampah elektronik dan maraknya penambangan emas ilegal yang menggunakan zat mercuri sebagai bahan bakunya. Ini berbahaya, pasalnya sejak 2006 -2020 telah ada sekitar 171 PLTU batubara yang beroperasi di Indonesia.
Masih banyak ekspansi-ekspansi hingga saat ini tidak lepas dari PLT Pluit, batubara. Jadi mercuri juga bisa lewat udara. Bahkan ada sekitar 850 titik penambangan emas skala kecil yang tersebar 197 di kabupaten. Mercury yang terkena hujan, mengalir ke sungai, sungai turun ke laut, atau ke sungai-sungai yang dipergunakan warga. Maka ikan-ikan di laut kena dampak mercuri. Yang akhirnya jangan beli ikan di Indonesia karena ikannya berbahaya terkena mercuri.
Demikian disampaikan Jend Purn Gatot Nurmantyo di acara diskusi publik bertajuk “Nusantara Hijau Selamatkan Dunia”, Jakarta 25/8/2023.
Deklarator KAMI tersebut, sebutkan bahwa masalah kerusakan limbah bukan hal yang baru bahkan sering dibahas sampai lingkup internasional. Tetapi, meski sering dibahas kondisinya bukan semakin membaik tapi semakin merusak ekologi dan mengancam azas hidup masyarakat.
Dengan kata lain, kata GN panggilan akrabnya, soal lingkungan sudah menjadi isu global yang sudah sangat menakutkan dan terbukti sekarang ini dengan munculnya pemanasan global yang sangat luar biasa. Dan penanganannya tidak bisa secara parsial. Artinya harus melibatkan semua negara.
“Kajian lingkungan di negara kita kerap sekali yang menjadi kambing hitam itu soal lemahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan,” tandas mantan Panglima TNI ini.
“Padahal ketika dilakukan kejian bersama terkait eksploitasi kerugian lingkungan akibat koorporasi kemudian masyarakat diminta untuk meninggalkan tempatnya sendiri,” imbuhnya.
GN menanyakan kepada peserta diskusi, apa penyebab inti terjadinya kerusakan ekologi yang sangat mengancam kehidupan masyarakat? Apakah akibat perbuatan masyarakat? Yang pasti kita belum pernah mendengar pengakuan dari pemangku kebijakan. Semisal pengakuan bahwa kerusakan ekologi akibat dari kebijakan-kebijakan kepentingan negara.
Sehingga lanjutnya, kalau kita paham kerusakan akibat lingkungan maka secara obyektif kita akan mengatakan bahwa posisi negara sungguh sedang menghadapi masalah yang dilematis. Dilematis dalam arti kalau tidak melakukan ekspoitasi-eksploitasi secara besar sumber daya alam, maka yang terjadi pasti APBN akan keteteran sehingga dipastikan negara akan terancam bubar.
“Dengan demikian masalah kerusakan ekologi itu erat kaitannya dengan masalah profit oriented negara. Dengan alasan demi untuk mempertahankan eksistensi atau demi untuk menjaga kebangkrutan,” jelasnya
Ia menyatakan atas alasan tersebut sehingga masalah rusaknya lingkungan secara teori akan sulit dicegah. Pasti akan terus terjadi dan kondisinya akan semakin menjadi parah. Kenapa? Karena masalahnya erat sekali dengan soal urgensi kebutuhan negara atau APBN.
“Oleh karena itu apa pun kebijakan yang tertuang dalam undang-undang kesetaraan lingkungan faktanya menjadi masalah atau dalam artian justru malah melanggar sendiri,” jelasnya.
Ia tegaskan bukan pembangkang undang-undang tapi kerena memang undang-undang sudah dibuat supaya menjadi tidak melanggar karena undang-undangnya sudah berpihak.
Jend Purn Gatot Nurmatyo sebutkan contoh undang-undang amdal sudah dibuat, jadi masyarakat setempat sudah tidak bisa protes. Undang-undang lingkungan hidup juga demikian seperti pembuatan penampungan yang tidak sesuai standar dianggap tidak melanggar undang-undang, sudah dilindungi undang-undang .
“Jadi kalau secara obyektif, tidak mustahil kerusakan lingkungan secara masif yang terjadi sekarang ini akibat perbuatan rakyat. Tapi akibat koorporasi,” tandasnya.
Apakah mungkin pemerintah akan menghentikan eksploitasi penguasaan kekayaan alam demi masyarakat akibat kerusakan ekologi? Tidak mungkin. Sekarang ini pemerintah sudah terdesak untuk pembangunan dalam segala bidang, salah satunya IKN.
Pendek kata, kerusakan masalah lingkungan yang terjadi saat ini tidak bisa ditangani secara parsial. Melainkan harus ditangani secara bersama dan melibatkan banyak negara karena sudah menjadi masalah global.
Intinya untuk mengatasi kerusakan ekologi yang sudah masif perlu sebuah sistem secara otomatis dan alami, perlahan tapi pasti bisa mengembalikan posisi ekosistem ke tempat sesuai kiprah masing-masing.
Hitungan dari PBB Untuk mengembalikan normal atau menormalkan tanah yang sudah terkena mercuri, 1 hektar seharga 1juta USD.
Seharusnya pemerintah punya atensi kepada penduduk setempat yang menanam tanaman-tanaman yang direkomendasi sehingga mendapat oksigen yang banyak. Maka masyarakat akan berlomba-lomba menanam.
“Kesimpulannya pemerintah berpikir gadaikan masa depan generasi muda anak-anak kita untuk keuntungan hari ini,” pungkasnya |Yoss – Jaksat