Andi Syah Putra : Soal Bakal Cawapres Muhaimin Biasa saja.

JAKARTASATU.COM— Pasca pengumumam bacapres Muhamain Iskandar untuk dampingi  capres Anies Baswedan, muncul kembali pemanggilan Muhaminin oleh KPK terkait dugaan korupsi pengadaan sistem pengawasan TKI di Kementerian Tenaga Kerja yang terjadi pada tahun 2012.

Pakar hukum Andi SyahPutra mennanggapi hal tersebut disampaikan kepada redaksi Jakartasatu.com, Sabtu 2/8/2023

Andi menyatakan sejatinya penentuan Muhaimin Iskandar selaku cawapres mesti kita pahami sebagai hal yang biasa saja. Sebab dalam konsensus bersama yang sedari awal telah disepakati oleh para ketua parpol yang tergabung dalam Koalisi Perubahan  dan  Perbaikan bahwa Anies Bawesdan diberikan _privilege_ atau kewenangan penuh untuk menentuk cawapresnya. Kendati pun, sebelumnya  Anies sendiri pernah menuliskan surat permintaan kepada AHY sebagai bakal cawapresnya, namun permintaan pribadi Anies itu mesti juga dibicarakan oleh ketua umum parpol  koalisi KPP.

Dalam konteks persetujuan ini lanjut Andi, kita kerapkali membaca bahwa ada masalah yang cukup serius antara Nasdem dengan Demokrat terkait dengan penetapan AHY sebagai bakal cawapres Anies.

Saya sendiri menduga sekalipun surat yang ditulis oleh Anies terkait permintaan kepada AHY sebaga bakal cawapres apabila dimintakan persetujuannya akan mendapat tantangan dari Nasdem dan hal tersebut tentu akan menganggu relasi harmoni diantara parpol koalisi KPP. Apalagi ketidaksetujuan Nasdem ketika ada desakan dari Demokrat agar Koalisi KPP segera melakukan mendeklarasi capres-cawapres KPP

“Fakta lainnya adalah elektabilitas Anies di Jawa Timur dan Jawa Tengah dinilai yang masih rendah dibanding dua Prabowo maupun Ganjar. Oleh sebab itu, mayoritas kiai senior NU yang pernah dijumpai oleh Anies saat Tirakatan (safari ramadhan) ke beberapa pesantren besar NU di Jateng & Jatim, pernah menitipkan permintaan agar apabila elektabilitas  Anies ingin naik di Jateng & Jatim maka harus memilih cawapresnya dari kalangan Nahdliyin,” ungkap Andi

Saya kira kata Andi, munculnya kembali kehendak Aparat Penegak Hukum terutama KPK untuk kembali melakukan pemeriksaan kepada Muhaimin Iskandar terkait  kasus dugaan korupsi pengadaan sistem pengawasan TKI di Kementerian Tenaga Kerja yang terjadi pada tahun 2012 adalah kewenangan Penyidik KPK. Hanya saja publik pasti akan menilai bahwa KPK sengaja melakukan _political game_ untuk menjegal Anies mendaftar pencapresannya ke KPU.

Selepas semua upaya pengusutan korupsi Anies yang dicoba oleh KPK mengalami kebuntuan, KPK mencoba mencari upaya lain lewat cawapres yang hendak didukungnya. Publik menilai ujung dari upaya pemeriksaan terhadap Cak Imin ini adalah secara tak langsung menjegal Anies.

“Publik pasti bertanya, kenapa pemeriksaan tersebut tidak dilakukan jauh hari atau ketika Prabowo berkoalisi dengan Cak Imin. Upaya KPK ini penuh nuansa politisnya.,” tandasnya

“Apalagi dalam masa tahapan Pilpres ke depan Lembaga Penegakan Hukum seperti Kejaksaan, KPK dan Kepolisian punya standart baku pemeriksaan terhadap para politisi yang hendak berlaga,” tambah Andi

Andi menuturkan, KPK mesti berkoordinasi dengan Kejaksaan dan Kepolisian untuk bersama membuat kebijakan menunda proses pemeriksaan terhadap pihak sebagaimana dimaksud (capres, caleg, hingga kepala daerah), baik dalam tahap penyelidikan maupun penyidikan sejak ditetapkan dalam pencalonan sampai selesainya seluruh rangkaian proses dan tahapan pemilihan. Upaya membuat kebijakan stndart kebijakan ini menjadi penting untuk menunda proses pemeriksaan agar menghindari pihak-pihak tertentu yang hendak menggagalkan pelaksanaaan Pemilu berkualitas dengan melakukan pelaporan korupsi terselubung salah satu Capres yang bersifat kampanye hitam atau _black campaign_  yang dapat menjadi hambatan terciptanya pemilu yang sesuai dengan prinsip serta ketentuan perundang-undangan.

“Sementara, bagi Anies sendiri rencana KPK melakukan pemeriksaan terkait dugaan korupsi Pengadaan Sistem Pengawasan TKI di Kemenaker bukan menjadi batu sandungan untuk tetap mengusung Cak Imin sebaga cawapresnya lantaran KPK juga mesti menghormati hak konstitusional smwarga negara untuk terlibat aktif dalam mencalonkan diri sebagai kandidat dalam Pemilu.  Kesan politis terhadap manuver KPK seperti ini sudah semesti dihentikan karena KPK juga mesti turut mensukseskan Pemilu yang berkualitas mulai dari tahapan pelaksanaannya. Selepas Pemilu usai, terserah KPK untuk melakukan pemeriksaan atas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukannya,” tutupnya. (Yoss)