Kasus Bawaslu Adukan KPU, Mohammad Rosyad:  Pemilu Ditunaikan Seperti Poco-Poco, Maju Mundur

JAKARTASATU.COM— Sidang pengaduan Bawaslu dengan teradu para anggota KPU RI, Senin (4/9) digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Dalam tuntutannya, Bawaslu meminta DKPP untuk memberhentikan sementara seluruh anggota KPU RI.

Persidangan itu merupakan buntut kebijakan KPU RI yang tidak memberikan akses Sistem Informasi Pencalonan (Silon) Bacaleg kepada Bawaslu. Pembatasan Silon itu dinilai menyulitkan kerja pengawasan dalam tahapan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu. Karena itu, Bawaslu pun mengadukan ke DKPP.

Mohammad Rosyad, M.Si Ketua Majelis Kajian dan Pengembangan Dakwah  Jakarta menanggapi apa yang diajukan Bawaslu ke Dewan Penyelenggara Pemilu terhadap KPU,  ada kecenderungan untuk menunda pemilu, ada ketidaksiapan rezim dalam regenerasi penyerahan tongkat kepemimpinan.

Jadi mereka ini membutuhkan waktu lagi untuk menyiapkan diri untuk bisa penyerahan estafet ini agar mulus sehingga kepempinan bisa dilanjutkan dari yang sebelumnya.

Menurut Rosyad sebelumnya narasi-narasi yang dibangun arah penundaan pemilu yang saya baca bulan lalu  dilansir ( detikSulsel, Kamis, 13 Jul 2023, Bawaslu Usul Tunda Pilkada 2024 Gegara Gangguan Keamanan-Ujaran Kebencian). Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengusulkan penundaan Pilkada 2024 yang sedianya digelar November tahun 2024. Potensi gangguan keamanan hingga maraknya hate speech atau ujaran kebencian menjadi dasar usulan tersebut.

“Jadi pesta demokrasi ditunaikan seperti  poco-poco maju mundur untuk melaksanakan demokrasi konstitusi,” tandas Rosyad

Sementara kata Rosyad, rakyat ingin pemilu berjalan, ingin ada perubahan. Yang rakyat harapkan dengan pemilu ada estafet kepemimiminan yang baru untuk perubahan.

Rosyad ungkapkan rakyat ingin perubahan dari kedzalimam yang selama ini peraturan-peraturan dibungkus dengan kebijakan-kebijakan, legal formal, prosedural seolah syah.

Ia tegaskan secara filosofis keberpihakannya itu dipertanyakan apakah untuk rakyat atau adanya kepentingan lain. Kebijakan-kebijakan lain juga begitu seperti UU Cipta Kerja, UU Kesehatan Omnibuslaw, IKN, itu semua untuk kepentingan rakyat atau fihak lain?.

“Saya khawatir Bawaslunya main tik tok dengan KPU. KPUnya  melanggar aturan seakan minta digugat. Seharusnya kan bisa diases bukan menyulitkan kerja pengawasan dalam tahapan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu,” ungkap aktivis Islam angkatan 80’an ini.

Ini bukan persoalan teknis administrasi, bukan keinginan bawaslu mengawasi pemilu dengan baik. Tetapi persolannya membungkus kekeliruan.

“DKPP misalnya membuktikan adanya kesalahan,  KPU kemudian diputuskan dengan ekstrim, artinya legal pemilu ditunda,” pungkas Alumni Youth Islamic Study Club Al Azhar. (Yoss)