OPSI SATU, DUA, DAN EMPAT
(Tiganya Mana ?)
Oleh : Ari Saptono (Pemerhati Sosial – Politik)
Padahal lebih dari 12 bulan kemesraan di kubu koalisi perubahan dan persatun (KPP) berjalan sangat baik. Namun kemesraan itu kini lenyap. Pasalnya, koalisi pengusung Anies Baswedan di Pilpres 2024 itu dihempas prahara penentuan cawapres secara sepihak. Maka, kebersamaan penghuni KPP; Nasdem, PKS, dan Demokrat pun rontok. Buntutnya Demokrat hengkang dari KPP. Sukses “Move on” (dibaca: galau), Demokrat cepat-cepat putar haluan mencari koalisi baru agar dapat ikut serta bertarung di Pilpres 2024.
Mencuatnya tiga opsi dalam rapat strategis internal Demokrat ialah representatif “move on” (dibaca: galau). Opsi satu, berlabuh ke PDIP mengusung Ganjar Pranowo. Opsi dua, bermitra dengan koalisi Prabowo Subianto. Dan opsi tiga, bersama PKS dan PPP bikin koalisi poros baru. Konon kabarnya meski ditanggapi pesimis oleh Demokrat, Sandia Uno telah berkali-kali ‘sowan’ SBY demi terwujudnya poros baru tersebut.
Aroma kegalauan dan pesimistis Demokrat itu rupanya terendus PDIP. Buru-buru Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto membeberkan bahwa telah terjalin komunikasi yang cair antara PDIP dan Demokrat. Komunikasi sudah terlaksana tiga kali. Pertama, komunikasi Ketua DPP PDIP Puan Maharani dengan Ketua Umum Demokrat AHY. Kedua, komunikasi antar Sekjen kedua partai. Terakhir; komunikasi partai politik keduanya di gedung DPR. Kendati demikian, Demokrat dan PDIP belum mencapai kesepakatan kerja sama terkait Pilpres 2024. Walau tidak tersurat, tetapi tersirat bahwa Demokrat berharap PDIP dapat segera menjadwalkan Megawati bertemu SBY, agar kesepakatan politik segera terwujud.
Tak hanya sekedar diam berpangku tangan dan menunggu. Untuk memancing reaksi Megawati, Demokrat melempar umpan; PDIP menjadi opsi pertama untuk berkoalisi. Alih-alih terpancing, justru PDIP melempar balik test uji keseriusan Demokrat. Seketika PDIP melemparkan wacana mempertemukan SBY dengan Mega, syaratnya Demokrat harus lebih dulu deklarasi mengusung capres PDIP, Ganjar Pranowo.
Nah, nyali Demokrat pun ditantang, berani tidak mereka melakoni beratnya beban syarat koalisi dari PDIP tersebut, pun menanggung beratnya beban mengungkap sejarah kelam hubungan politik antara Megawati dan SBY. Berani ? Gak bahaya ta ? Kita tunggu saja.
Lalu seberapa besar minat Demokrat bermitra dengan kubu Probowo, secara Prabowo hanya jadi opsi kedua. Namun sejarah menoreh bahwa SBY dan Prabowo teman sejalan suka dan duka di Pilpres 2019. Artinya telah terjalin kedekatan antara keduanya, tentu ini memudahkan mereka saling bertemu tanpa syarat apapun. Faktanya SBY dan Prabowo sudah bertemu di Istana SBY di Pacitan. Pun pertemuan Prabowo dan Ketua Umum Demokrat AHY. Serta pertemuan antara Sekjen kedua partai juga sudah terlaksana.
Jangankan sekedar bertemu. Untuk berbicara hal substantif misalkan “power sharing”, lebih mudah bagi Demokrat melakukannya dengan Probowo dibandingkan dengan PDIP. Sejauh ini hubungan politik SBY dan Pabowo baik-baik saja. Maka dari itu, berlabuh di koalisi Prabowo, lebih memungkinkan bagi Demokrat. Prabowo memang tidak mengusung perubahan, ia lebih suka melanjutkan program Jokowi yang selama dua periode selalu bertolak belakang dengan sikap politik Demokrat.
Tapi cincailah, semua juga tahu politik di negeri kita selalu taat aturan (dibaca: mudah diatur). Demokrat mengusung Perubahan, Probowo melanjutkan Jokowi; Indonesia Maju. Bila SBY dan Prabowo koalisi, tinggal menyatukan narasi keduanya. “Perubahan Untuk Indonesia Lebih Maju”. Beres kan ? Namun seperti halnya PDIP dan Demokrat, hingga kini Demokrat dan koalisi Prabowo belum mencapai kesepakatan kerja sama apapun terkait Pilpres 2024.
Menurut AHY pilihan rasional ialah bergabung dengan koalisi yang sudah ada. Namun publik dapat merasakan, tampaknya Demokrat ragu pilih opsi satu gabung koalisi Ganjar, mungkin karena persyaratan dari PDIP yang berat. Pilih opsi dua koalisi Prabowo juga ragu. Mungkin saja karena Demokrat tidak sehati dengan visi dari koalisi Prabowo.
Bagaimana jika pilih opsi empat; “comeback” ? Disamping opsi satu dan dua, Demokrat layak mempertimbangkan opsi empat. Sesuai kata AHY; pilihan rasional ialah bergabung dengan koalisi yang sudah ada. Opsi empat koalisinya kan sudah ada. Artinya Demokrat punya pilihan opsi satu, dua, dan empat. Tiganya mana ? Jawabannya baca pernyataan AHY. Lagipula opsi tiga; poros baru sangat sulit diwujudkan karena kendala waktu yang mepet. Membangun kesepahaman dalam politik butuh waktu yang tidak sebentar.
Mau ke Ganjar, Prabowo, Poros Baru, atau mau Comeback ? Itu hak politik Demokrat. Jika boleh saran, sebaiknya Demokrat memilih opsi empat; “comeback”. Pahit dan getir perjalanan 12 bulan bersama KPP, modal kuat wujudkan komitmen perubahan yang lebih baik bagi masa depan Indonesia. Mungkin saja opsi empat adalah jalan sukses partai Demokrat di Pemilu 2024 serta jalan terang bagi “political path” AHY. Waallahu a’laam.
AS, 13/09/23