Said Didu : Presiden Kecam Polisi Dengan Perintahkan Kapolri Copot Kapolda yang Tak Kawal Investasi

JAKARTASATU.COM– Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI)  menggelar diskusi publik bertajuk “Hukum untuk Investor atau untuk Menindas Rakyat: Kasus Sangihe, Wadas, hingga Rempang,” Kamis, (14/9/2023) di Jakarta.

Prof. Susi Dwi Harjanti, SH, LLM, Ph.D, Guru Besar FH Universitas Padjadjaran hadir sebagai narasumber melalui virtual, ia menegaskan bahwa banyaknya kejadian bentrok dalam proyek-proyek strategis nasional akhir-akhir ini menunjukkan pemerintah jauh dan abai dari kepentingan masyarakat.

“Untuk kesekian kalinya pemerintah menggunakan alat-alat negara untuk kepentingan penguasa,” katanya.

Susi juga mempertanyakan keterbukaan pemerintah atas proyek-proyek besar berbungkus Proyek Strategis Nasional (PSN).

“Perlu juga dipertanyakan apakah PSN itu betul-betul secara genuine akan mensejahterakan masyarakat atau ada agenda politik lain yang rakyat tidak pernah tahu,” tegasnya.

Apa yang dilakukan saat ini kata Susi adalah praktik otokratik legalisme, di mana pembuatan UU hanya untuk memperbesar kekuasaan.

“Mereka mengambil kekuasaan bukan dengan senjata tetapi dengan hukum. Jadi, hukum hanya dijadikan alat untuk melakukan tindakan represif,” paparnya.

Susi menegaskan bahwa UU Omnibuslaw, UU IKN, UU Minerba, presiden secara aktif terlibat dalam pembuatan UU. Artinya presiden mengetahui secara jelas, termasuk dampaknya.

Padahal UU itu lanjut Susi adalah cara rakyat mematuhi peraturan, bukan cara pemerintah menekan rakyat.

Pada kesempatan di acara diakusi yang diselenggarakan KAMI, Said Didu mengaku heran dengan perubahan perilaku Jokowi.

“Sampai 2016, saya anggap Jokowi masih berpihak pada rakyat, akan tetapi setelah itu, dia berubah. Hampir semua menteri yang menyuarakan kepentingan rakyat diberhentikan  diganti dengan menteri berbasis pengusaha. Bisa dibayangkan apa yang dibahas kalau menteri pengusaha itu berkumpul,” ungkap Didu.

Lanjut Said Didu,  kaget dan kalau sampai saat ini ada orang yang masih berharap pada mereka. Mantan Sekretaris Kementerian BUMN  di era Jokowi pada periode ke satu ini mencatat perselingkuhan penguasa dan pengusaha.

Tahun 2015 pemerintah mengejar kasus “Papa Minta Saham,” kemudian tahun 2017 Freeport diserahkan ke Cina. “Inilah kudeta oligarki, Namanya,” kata Didu.

Kasus Rempang, kata Didu, pada Juli 2023 Jokowi dan Bahlil pergi ke Cina, pada bulan Agustus Menko Perekonomian menyampaikan proyek strategis nasional (PSN), September penggusuran dan akhir September harus bersih.

Pada saat yang bersamaan, Presiden mengancam bagi yang menghalangi investasi, akan dihajar. “Apa maksudnya. Presiden sekasar itu hanya demi asing,” tanyanya.

Malah Kata Didu, Presiden mengancam polisi dengan memerintahkan agar Kapolri mencopot Kapolda yang tak kawal Investasi. Maka kemudian, TKA dikawal oleh polisi.

Didu juga mengingatkan  bahwa Menkopolhukam Mahfud MD bilang Rempang bukan penggusuran tapi pengosongan lahan.

“Ajaib, seorang profesor bisa berkamuflase demi pembenaran. Menteri ATR bilang mereka tak punya sertifikat,” kata Didu.

Adakah prosesnya secepat itu kalau Rempang masih punya Indonesia? Mari gunakan akal sehat, mereka datang investor lalu dengan mudahnya bisa menggusur masyarakat yang sudah ratusan tahun tinggal di sana.

Jauh sebelum itu, kata Didu, Luhut Binsar Panjairan (LBP) pada Desember 2022, bilang orang yang halangi investasi dibuldozer.

“Kasus Rempang ini puncak gunung es yang terjadi di tempat lain. Saya berharap, mari selamatkan negeri ini dari kata investor. Investor bisa menjadi aneksator dan penjajah. Yang diundang itu penjajah. Penguasa yang mengundang penjajah. Apakah kita tetap diam?,” pungkasnya. (Yoss)