Analsis politik dari Universitas Nasional: Rencana Percepatan Pilkada Diduga Ada Kepentingan Tersembunyi dari Jokowi
JAKARTASATU.COM— Analsis politik dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting mengatakan bahwa jangan lupa pada 20 Oktober 2024 merupakan akhir pemerintahan Presiden Jokowi. Jika pilkada dilaksanakan pada November 2024, Jokowi bukan presiden lagi. Sehingga dia tidak bisa “cawe-cawe” secara politik. Misalnya “cawe-cawe”untuk membantu anak dan menantunya dalam pilkada. Entah untuk walikota/bupati atau gubernur.
Hal itu disampaikan Selamat Ginting terkait jadwal Pilkada dipercepat waktunya dan dimajukan sebagaimana disampaikan Mendagri Tito Karnavian
Toto Karnavian, selain itu juga terdapat 170 daerah yang diisi oleh Pj kepala daerah pada 2023. Serta terdapat 270 kepala daerah hasil pemilihan 2020 yang masa jabatannya akan berakhir pada 31 Desember 2024.
“Berdasarkan data tersebut, maka terdapat potensi akan terjadi kekosongan kepala daerah pada 1 Januari 2025. Jika ini terjadi, maka pada 1 Januari 2025 terdapat 545 daerah yang tidak memiliki kepala daerah definitif,” kata Tito dalam rapat kerja bersama Komisi II di Kompleks Parlemen, Rabu (20/9)
Selamat Ginting menilai, jadi patut diduga ada kepentingan tersembunyi dari Jokowi dalam percepatan pelaksanaan pilkada dari November menjadi September 2024.
“Jika sudah lengser, Jokowi bukan siapa-siapa lagi untuk melakukan “intervensi” kepada partai-partai politik serta pemerintah yang berkuasa. Apalagi jika yang berkuasa bukan pasangan yang dikehendakinya,” kata Selamat Ginting saat ditanya wartawan apakah karena Jokowi masih berkuasa ingin saksikan anaknya jadi walikota Depok.
“Saya prediksi Jokowi sedang menyiapkan partai politik untuk perahu politik bagi dia dan keluarganya. Pilihannya Partai Solidaritas Indonesia (PSI),” ungkapnya
“Bagi saya Jokowi merasa tidak mungkin masuk PDIP yang dikendalikan Megawati,” pungkasnya. (Yoss)