ADAT ISTIADAT : SEBUAH CATATAN
Oleh Habib Jansen Boediantono / Penasehat Front Pergerakan Nasional
Dalam masyarakat Jawa ada kepercayaan yang mengatakan SAJATINE KANG ANA IKU DUDU. Yang tampak ada bukanlah yang sebenarnya, atau yang tampak adalah gambaran dari yang tidak tampak. Kepercayaan ini bila dikaitkan pada hubungan adat Istiadat dan masyarakat, akan menjadi sama antara hubungan kain dengan kapas. Masyarakat itu kain, sedangkan adat istiadat itu kapas. Walapun kapas tidak nampak pada permukaan kain, namun kapaslah yg merupakan unsur pokok dari kain tersebut. Kain merupakan eksistensi dari suatu esensi, yaitu kapas.
Analog diatas saya, gunakan untuk memahami pendapat alm prof. Richardiana dalam sebuah diskusi bahwa adat istiadat itu HURIP NA HIRUP NYANGKING KA INDUNG PITUIN. Adat istiadat menjadi representasi material masyarakat. Perwujudan material dari karakteristik dan kearifan lokal yang hidup dan menghidupi masyarakat suatu wilayah. Adat istiadat berada dalam ruang sosial, politik, ekonomi dan budaya masyarakat. Lebih dari itu, adat istiadat merupakan sistem yang menyejarah dan dialektis. Perubahan – perubahan dari waktu ke waktu dan semua yang terjadi pada masyarakat tercermin lewat adat istiadat. Hilangnya adat istiadat berarti hilangnya sebuah masyarakat.
Catatan ini hendak mengingatkan : Kebijakan – kebijakan politik dari waktu kewaktu membuat modernisasi menjadi westernisasi. Masyarakat pun terbelah dalam komunitas – komunitas yang anonim, absurd dan irrasional. Ruang – ruang sosio, ekonomi, budaya berada diluar bingkai adat istiadat.” Eksistensi merupakan cermin esensi “, demikian fatwa kaum ekesistensialis. Maka tak heran bila kain yang sering kita pakai saat ini mudah sekali koyak karena terbuat dari sintetis “