Skenario Dua Kandidat Pilpres?!

Oleh Imam Wahyudi (iW)

Heboh! Cubit-cubitan, senggol-senggolan. Di tikungan tajam jalur Pilpres 2024. Episode yang tak surut memicu spekulasi. Teka-teki yang tak kunjung bertepi.

SBY memaklumkan “turun gunung”. Memimpin Partai Demokrat yang dikomandoi si sulung AHY menjambangi Prabowo Subianto. Ketum Gerindra yang kembali berlaga di kontestasi Indonesia-1. Menyusul Kaesang Pangarep gabung ke Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Dia anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan presiden Jokowi – Iriana.

Ada apa di balik dua kabar itu? Ada cerita apa di balik berita. Ada aroma senggol-senggolan. Cubit-cubitan pula. Tak apa. Lumrah terjadi dalam berdemokrasi dan kontestasi. Itu biasa, tapi juga tak biasa pada tradisi demokrasi sebelumnya. Konon, efek domino cawe-cawe pak lurah. Karuan menduga-duga akan sarat pesan dan guliran.

Kuat dugaan, SBY tak serta-merta mau mendukung bacapres Prabowo — tanpa call tinggi. Sekelas mantan presiden punya cukup ruang. Kalau biasa saja dalam jalur normal, rasanya cukup AHY yang maju. Untuk dan atas nama Demokrat yang terpaksa hengkang dari koalisi bacapres Anies Baswedan. Mungkin pula serupa emergency call yang perlu tindakan sesegera. Di sini added value SBY menjabat tangan Prabowo.

Demokrat lewat tongkat komando SBY, jelas tak sekadar gabung koalisi. Dimungkinkan masih ingin mendorong AHY sebagai bawapres Prabowo. Bila itu adanya, mungkin pula bakal memicu pergeseran runtutan di internal koalisi. Terkait Airlangga Hartarto, Ketum Golkar yang dikalkulasi bawapres. Berbeda dengan posisi PAN yang berada di zona nyaman. Ketumnya, ZulHas tak unjuk tiket bacapres. Sebatas memperjuangkan Erick Thohir sebagai kandidat wapres.

Dalam analisis sederhana, bakal ada senggol-sengolan. Antara call SBY dan pesan Airlangga. Golkar, tentu klaim sebagai lebih dulu (bersama PAN) dalam penguatan poros Prabowo. Sebaliknya, SBY berpretensi sebagai “bandul” yang menjadikan koalisi gemuk.

Problem dasarnya, ya soal siapa bawapres Prabowo. Sementara Anies Baswedan sudah lebih dulu menggandeng Muhaimin Iskandar. Paslon AMIN diprakirakan bakal awal mendaftar ke KPU. Sementara untuk Prabowo dan Ganjar Pranowo masih “petak umpet”. Di posisi ini, bakal terjadi skenario last minute.

Siapa bawapres Prabowo? Dugaan sementara, bisa Airlangga atau AHY. Tapi jangan buru-buru ke arah itu, tanpa membaca posisi Ganjar yang praktis dalam kendali PDIP. Boleh dibuka kembali Perjanjian Batutulis antara Megawati dan Prabowo (16 Mei 2009).

Penulis perlu menyela peristiwa Kaesang yang eksodus ke PSI. Padahal ada larangan keluarga inti berbeda partai. Tak berlebihan ada indikasi “retak hubungan” Jokowi-Megawati. Dispekulasikan pula sebagai bagian dari skenario “pengamanan” pascalengser presiden. Bila dikaitkan dengan judicial review di Mahkamah Konstitusi, soal batas minimal usia capres dan wapres. Ada gelagat ingin menyandingkan Gibran dengan Prabowo. Dia kakak kandung Kaesang Mungkin saja, lebih dulu mendorong Kaesang jadi ketum PSI. Andai opsi ini mulus, maka Jokowi bakal relatif nyaman. Itu pun dengan catatan, bila Prabowo menang pilpres.

Kalkulasi Prabowo dengan koalisi jumbo tak lepas dari monitoring survei bab elektabilitasnya. Namun perlu dicatat, bahwa gerakan survei belum melibatkan bacapres Anies Baswedan.

Skenario poros Prabowo di atas tak sulit dibaca. Utamanya oleh PDIP yang sudah kadung mendukung Ganjar. Ibarat siasat tijitibeh (mati siji mati kabeh), boleh jadi PDIP menerobos jalan pekat. Membuka kembali klausul kerjasama dalam Perjanjian Batutulis tadi. Utamanya terkait “saling mendukung”. Antara PDIP dan Gerindra. Mungkinkah terurai lagi?

Di arena politik, hal yang tak mungkin bisa (mungkin) terjadi. Berangkat dari “retak hubungan”, Mega diduga siap berlawan arah dengan skenario Jokowi. Prediksi hanya dua paslon kandidat Pilpres 2024 bakal terjadi. Sebelum ini dispekulasikan tanpa Anies. Hal yang akan terjawab pada sesi pendaftaran paslon yang dimulai 10 Oktober. Dua pekan lagi. Bila paslon AMIN resmi mendaftar, prediksi hanya dua calon — tentu berubah sosok.

Spekulasi lanjutan, paslon dimaksud adalah Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar (AMIN) dan Prabowo yang hingga kini belum memutuskan bawapresnya. Di sini titik krusialnya. Boleh jadi emergency. Terbuka pintu bagi PDIP bergabung koalisi Prabowo. Peluang lebih besar untuk sukses ambisi Prabowo. Apa hendak dikata, ambil opsi “cuma” bawapres. Maka spekulasi nakal, bakal mengoreksi keputusan bacapres atasnama Ganjar Pranowo. Ya, kalau posisi bawapres — kenapa tidak Puan Maharani saja. Anak sendiri pula. Tentu, tak semudah berspekulasi — tak semudah membalikkan telapak tangan.***

*) jurnalis senior di bandung