Bang Doni Milik Bangsa
Oleh : Selamat Ginting
(Analis Politik dan Militer Universitas Nasional)
Awal saya kenal Letjen TNI (Purn) Doni Monardo saat dia masih berpangkat mayor. Saat itu Doni menjadi Danyon 11 Grup 1 Kopassus. Persis ketika terjadi peristiwa Trisakti 1998. Saya tahu bukan Kopassus pelaku penembakan mahasiswa Trisakti!
Bertemu Doni lagi, saat peristiwa tsunami Aceh, Desember 2004. Saya jumpa Doni di Lhokseumawe. Dia sebagai Wakil Asops Danpaspampres.
Sejak itu persahabatan terus terjalin baik. Saling kirim kabar, bukan semata hubungan wartawan dengan narasumber. Tapi hubungan sahabat.
Semakin erat lagi saat Doni sebagai Komandan Korem Bogor, Wadanjen Kopassus, Danpaspampres, Danjen Kopassus, Pangdam Pattimura, Pangdam Siliwangi, Setjen Wantannas, Kepala BNPB, hingga Doni pensiun dan menjadi Ketua Umum PPAD.
Beberapa kali saya dampingi Doni menyelesaikan beberapa kasus konflik sosial di Maluku, dan Papua. Ia orang Sandi Yudha yang hebat!
Ia selalu memberikan contoh bagaimana seorang panglima, komandan, dan pemimpin di depan anak buahnya. Saat sebagai Pangdam Pattimura, Doni ikut lomba Patimura Aquatlon di Pulau Saparua, Maluku Tengah, pada pertengahan 2017. Berenang di laut sekitar 1,5 km dan berlari 7,5 km.
Saat menjadi Pangdam Siliwangi, ia juga ikut lomba renang militer, dan tembak militer. Dia tunjukkan peminpin itu bukan cuma bisa perintah dan duduk di ruangan ber-AC. Tapi harus menjadi contoh termasuk dalam menjaga kebugaran tubuh.
Kalau soal kepedulian terhadap lingkungan hidup. Doni nomor satu di TNI. Sejak mwnjadi komandan batalyon hingga dia pensiun, tidak terhitung berapa banyak ia membuat program menanam pohon, dan menyelamatkan ekosistem. “Emas hijau dan Emas Biru di Maluku”, program Citarum Harum di Jawa Barat, termasuk program pembersihan Kali (Sungai) Ciliwung dari Bogor, Depok, hingga Jakarta, dll program termasuk membantu Timor Leste.
Saat pandemi COVID-19 melanda dunia, beberapa kali saya menemani Doni tidur di kantor BNPB, terutama jelang dan saat Idul Adha, Ramadhan, Idul Fitri dan situasi-situasi tertentu.
Nyaris tidak ada pesan chat saya di WA yang tidak dibalasnya. Sampailah sekitar 10 hari lalu, tidak seperti biasanya, pesan saya tidak dibalasnya. Saya positif thinking saja. Cari tahu mengapa tidak ada balasan?
Saya kontak sahabatnya sejak taruna, Mayjen (Purn) Wiyarto, mantan Aster KSAD, Pangdam Pattimura, dan Aster Panglima TNI.
Wiyarto juga sahabat saya sejak menjadi Dandim di Medan. Dari Wiyarto, saya dapat info valid tentang kondisi Doni.
Esoknya saya menjenguk Doni di sebuah rumah sakit. Lelaki yang biasanya terlihat gagah, ganteng, percaya diri, solutif, pekerja keras, dan murah senyum, terlihat terbaring layu di ruang ICU.
Saya seperti tak percaya, tapi itu nyata. Hanya bisa berdoa dari balik pintu kaca berjarak sekitar lima meter dari tempat Doni berbaring dengan selang infus dan entah peralatan apa lagi.
Bolak balik saya dan Wiyarto yang ditemani istrinya, kembali melihat kondisi Doni dari balik pintu berkaca.
“Sejak taruna, Doni selalu menyembunyikan penyakit dirinya. Dia sembunyikan seperti seorang komando yang memegang teguh rahasia tugas,” kata Wiyarto.
Saya bersaksi Doni orang baik. Dia bisa simpan rahasia sekeras-kerasnya. Persis seperti poin kelima Sumpah Prajurit.
Saat saya besuk, terlihat juga datang Danjen Kopassus Mayjen Dedy Suryadi, Jenderal (Purn) Wiranto, mantan Pangdam Siliwangi serta Danpaspampres Mayjen (Purn) Suroyo Gino.
Cepat pulih, Bang Doni. Masih banyak yang bisa kita kerjakan untuk bangsa dan negara.
Salam,
Selamat Ginting