Foto: gedung KPK, dok. istimewa

Oleh Imam Wahyudi (iW)

Siapa pimpinan KPK yang diduga melakukan tindak pidana pemerasan? Pertanyaan yang (mungkin) akan segera terjawab. Polda Metro Jaya sudah meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan.

Dugaan sementara mengarah pada Ketua KPK, Firli Bahuri. Didasarkan pada jejak digital berupa foto perjumpaannya dengan SYL. Sementara SYL adalah Sahrul Yasin Limpo yang dalam foto itu masih menjabat Menteri Pertanian. Sesaat dari penetapan tersangka oleh KPK, lantas merebak berita dugaan pemerasan tadi.

Tentu, belum terjawab adanya peristiwa hukum. Polisi akan mendalami dugaan pertemuan Ketua KPK dan SYL. Publik berharap gerak cepat, agar spekulasi segera terjawab.

Kuat dugaan, SYL sudah dibidik KPK — sebelum masuk perkara. Tak berlebihan pula menduga perjumpaan itu dalam rangka “pengamanan”?! Namun hal tak terduga dinyatakan Menkopolkam, Mahfud MD. Bahwa sudah mengetahui penetapan tersangka Mentan SYL. Mendahului pernyataan KPK.

***
KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi selama diketuai Firli Bahuri berulang kali membuat sengkarut. Alih-alih tegak lurus sebagai pilar utama penegakkan hukum dalam tindak pidana korupsi.

Bukan baru kali ini, dugaan pelanggaran yang tak sejalan tupoksi KPK. Penulis pernah merilis bertajuk “Kartu Merah” untuk Firli Bahuri di media ini pada 11 April 2023. Dalam pembuka tulisan, tercetak kalimat : Laga “perkasa” di pentas KPK akan segera berakhir. Hanya soal waktu.

Betapa tidak, sejumlah pelanggaran etik dilakukan. Pencopotan Brigjen Pol. Endar Priantoro dari jabatan Direktur Penyidikan KPK. Beraroma politis, menyusul yang dialami Novel Baswedan sebelumnya. Meski Kapolri memulihkan posisi Endar dan kembali bertugas di KPK, kadung bikin heboh. Sebelumnya prilaku hidup mewah yang dilakukan Firli selaku Ketua KPK. Menumpang helikopter swasta untuk kunjungan keluarga. Hal lain, melakukan komunikasi dengan pihak yang berperkara. Perjumpaan dengan SYL merupakan “pengulangan” pelanggaran etik.

Ironisnya, Dewan Pengawas (Dewas) KPK hanya menjatuhkan sanksi ringan terhadap tiga pelanggaran sebelum ini. Meski begitu, ada catatan. Bahwa sanksi ringan itu berupa “peringatan untuk hukuman lebih berat, bila mengulang pelanggaran etik”.

Dewas KPK harus segera bersidang. Memeriksa kembali Firli Bahuri dalam kapasitas Ketua KPK. Terkait mengulang pelanggaran etik, perjumpaan dengan pihak “berperkara” SYL. Maka berlaku hukuman lebih berat dari konsideran sanksi ringan di atas. Terlebih, bersamaan proses penyidikan dugaan tindak pidana pemerasan terhadap SYL.

Adalah wajib menonaktifkan Firli sebagai Ketua KPK. Hanya itu opsi terbaik dan bijak. Agar KPK tak serta-merta semakin kehilangan marwahnya. Seiring runtuhnya kepercayaan publik (public trust). Tak cuma terhadap lembaga antirasuah itu, tapi juga pemerintahan Jokowi. Tak kurang sebagai akibat revisi Undang-undang KPK. Antara lain, pegawai KPK merupakan ASN (aparat sipil negara). Artinya ada resiko independensi terhadap pengangkatan, pergeseran dan mutasi pegawai saat menjalankan tugasnya.

Penyakit KPK kini kadung akut. Menularkan virus “markus” (makelar kasus -pen). Kambuh dan kambuh lagi.
Dalam kondisi sekarat “darurat korupsi”, mungkinkah upaya pemulihan dapat dikejar?! Tidaklah mudah.***

– jurnalis senior di bandung.