Aktivis 98: Putusan MK Harus Progresif, Hapuskan Diskriminasi Usia!

JAKARTASATU.COM– Aktivis reformasi 1998 yang tergabung dalam PIJAR Indonesia mengingatkan para hakim Mahkamah Konstitusi akan khittah pembentukan MK. Didirikan pada tahun 2003, MK tak bisa dilepaskan dari gemuruh gelombang perjuangan reformasi Indonesia yang diinisiasi kaum muda dan mahasiswa dengan taruhan nyawa. Perjuangan itu tak lain untuk memastikan hadirnya demokrasi sejati di tanah air. Demikian disampaikan oleh ketua PIJAR Indonesia Sulaiman Haikal kepada wartawan, Selasa (10/10).

Fungsi pembentukan MK adalah untuk menjamin tidak ada produk hukum yang bertentangan dengan konstitusi, sehingga hak-hak konstitusional warga terjaga. Hari-hari ini MK tengah menguji dan di ambang keputusan mengenai syarat usia pendaftar calon presiden dan calon wakil presiden paling sedikit 40 tahun pada saat mendaftar. Pasal 169 huruf Q UU No.7 tahun 2017 tentang Pemilu tersebut jelas bermuatan diskriminasi dan harus dibatalkan demi konstitusi.

“Aturan pasal 169 hurf Q itu bertabrakan dengan konstitusi khususnya pasal 27 UUD 1945 mengenai persamaan kedudukan warga negara di dalam hukum dan pemerintahan. Lalu pasal 28 D ayat 3 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama di dalam pemerintahan.” Ujar Haikal.

Sulaiman Haikal mendesak agar hakim MK berani memutus sesuai koridor konstitusi tersebut, dan mengabaikan segala bentuk tekanan dari kelompok yang terganggu kepentingan politiknya dalam menghadapi pilpres 2024. Hakim MK tak hanya harus memutus secara adil, tapi juga melihat kepentingan bangsa yang lebih besar.

Lainjut Haikal saan akarabnya, aturan diskriminatif 40 tahun tersebut menjadikan perjuangan politik menjadi tidak setara, dikangkangi kekuatan status quo yang menikmati berbagai privileges dengan aturan-aturan yang membatasi.

“Aturan itu jelas memasung hadirnya pemimpin-pemimpin muda yang sangat dibutuhkan kiprah dan kreatifitasnya di tanah air.” tandas Haikal

“Gibran, Budiman, Ibas, Tsamara, Dardak, atau siapapun, berhak memperoleh kesempatan yang sama mewakili anak muda memperjuangkan mimpi-mimpinya. Toh mereka tetap harus diuji melalui pemilihan umum langsung, jadi biarkan saja tiket itu terbuka bagi siapapun yang mampu berkontestasi tanpa membatasi usianya,” tutup Sulaiman Haikal. (Yoss)