MUNAFIK
Oleh: Radhar Tribaskoro
Prabowo kemaren membela politik dinasti. Di depan wartawan dia bilang, saya juga dinasti. Buyut, kakek, ayah dan paman-pamannya adalah pejuang yang terus berbakti kepada negara. Jadi, tidak apa dinasti bila untuk tujuan berbakti kepada negara.
Saya sudah baca sejarah keluarga Prabowo. Sampai kepada buyutnya yang menjadi panglima perang Diponegoro. Tuntas.
Keluarga itu berasal dari kelas ksatria. Mereka juga disebut Aristokrat. Kelas sosial tersebut pernah hadir di semua bangsa dan negara di dunia, terutama pada era monarki. Tradisi kelas Aristokrat adalah berbakti kepada negara atau rajanya.
Kelas sosial bernama ksatria ini memiliki kode etik. Seperti kelas samurai di Jepang yang menghikmati etik bushido, etik ksatria mengutamakan kesetiaan, keberanian dan kesediaan berkorban demi bangsa dan negara. Karena itu seorang tokoh ksatria identik dengan jago perang, ahli kanuragan, pokoknya di bidang apapun mereka diterjunkan. Kelas samurai misalnya, tidak cuma ada di medan perang. Mereka pun hadir dalam pengembangan Mitsubishi, Toyota, Honda, berbagai industri, termasuk menjadi politikus. Namun mereka melangkah dari nol, menaiki tangga karir dengan kerja keras. Mereka bukan ksatria kaleng-kaleng.
Klan Prabowo dapat dibilang ksatria pinilih. Buyutnya menjadi panglima perang Diponegoro berjuang melawan Belanda di sekitaran Banyumas. Kakeknya adalah perintis perbankan, beliau mendirikan bank pertama, BNI 1946. Ayah Prabowo lebih legendaris, ia melawan Presiden Soekarno yang semakin condong kepada PKI dan menjadi arsitek pembangunan ekonomi di era Orde Baru. Prabowo sendiri seorang jenderal bintang tiga yang bertahun-tahun memimpin pasukan paling elit Kopassus.
Dari sejarah yang saya baca, tidak ada dari keluarga Prabowo yang menggelar karpet merah untuk anak keturunannya. _Every one works hard to build their own reputation._ Ksatria yang ingin menjadi panglima di medan tempur, di dunia perbankan, di jagad perekonomian, memandang rendah karpet merah. Mereka meludahi karpet merah!
Lalu atas dasar apa Prabowo memilih Gibran menjadi cawapresnya? Apakah anak itu telah memiliki reputasi hebat berbakti kepada negara? Atau, apakah Gibran mengandalkan karpet merah yang digelar bapaknya?
Apa kelebihan Gibran daripada Eric Thohir, Agus Harimurti Yudoyono, Airlangga Hartarto atau Yusril Ihza Mahendra? Apakah kontribusi para tokoh dan ketua umum partai yang saya sebutkan di atas kepada negara, jauh lebih kecil dibandingkan dengan Gibran?
Jadi, katakan sejujurnya Pak Prabowo. Bukankah anda memilih Gibran karena ingin memperoleh dukungan dari Jokowi? Itu sesungguhnya yang ada dalam kepala anda. Anda meletakkan Gibran di sisi anda supaya Jokowi mendukung anda 100%.
Apa yang anda inginkan dari Jokowi? Apakah anda mau Jokowi menggunakan kekuasaannya atas aparat intelejen, polisi, jaksa, hakim dan birokrasi untuk mencurangi pemilu? Seperti apa yang telah dilakukan Jokowi kepada anda pada 2019 lalu?
Kalau seperti itu, saya tidak percaya anda sedang berdiri di jalan pengabdian kepada negara. Anda tidak memerangi penyimpangan di dalam negara, anda malah memanfaatkannya.
Selain itu Pak Prabowo, anda tahu persis Gibran tidak memiliki elemen terpenting dari jalan ksatria mengabdi negara: kerja keras. Walau begitu anda tetap memilih Gibran menjadi cawapres anda. Perkataan anda telah menihilkan perbuatan anda.