BASA BASI POLITIK SIDANG KODE ETIK JIMLY ASSIDIQIE
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dipimpin Jimly Assidiqie menggelar sidang kode etik terkait dengan adanya laporan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan 9 hakim MK. Laporan ini, tidak lepas dari munculnya putusan nyeleneh yang meloloskan Gibran maju Pilpres 2024.
Banyak publik tersihir, seolah MK berbenah. Sidang kode etik ini dianggap bahkan diyakini akan memberikan vonis tegas (pemecatan) pada hakim MK hingga berujung pembatalan putusan MK terkait tafsir UU no 7/2017 khususnya mengenai batas minimum usia Capres cawapres.
Padahal, sidang ini hanyalah cara untuk mengurangi kemarahan publik ke MK. Sidang ini hanyalah kamuflase, untuk tetap mempertahankan citra dan kepercayaan publik pada MK.
Sidang kode etik ini, tak akan menghasilkan putusan yang signifikan, ditinjau dari beberapa aspek :
Pertama, sidang ini adalah sidang etik yang putusannya hanya mengikat bagi para hakim MK, bukan pada putusan MK. Kalaupun hasil sidang etik ini memecat sembilan hakim MK, tetap saja tidak dapat membatalkan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan Gibran maju Pilpres 2024.
Jadi, tak ada korelasi sidang etik ini dengan gagalnya pencapresan Gibran. Putusan MK tetap final & binding. Putusan MK, meskipun ngaco, tetap harus dianggap benar dan dijalankan. Tidak bisa diajukan banding, kasasi ataupun PK. Prinsipnya, putusan MK tidak bisa dibatalkan.
Kedua, kalaupun hasilnya hakim MK dipecat, putusan ini akan banci. Karena, eksekusinya ada pada Presiden. Pertanyaannya, apa mungkin Presiden Jokowi terbitkan Kepres untuk memecat Paman Usman, suami Idayati yang telah memuluskan Gibran maju Pilpres?
Ketiga, laporan pelanggaran etik bukan hanya pada 1 atau 2 hakim MK. Melainkan, pada 9 hakim MK.
Artinya, dapat dipastikan bahwa sanksinya paling cuma teguran keras atau non palu. Bukan atau mustahil dipecat.
Artinya pula, tujuannya hanya formalitas. Seolah, hakim MK telah diadili secara etik, meski putusannya hanya ditegur.
Keempat, skenario pilpres bersama Gibran itu sudah disusun matang. Masak, mau dibatalkan hanya oleh seorang Jimly Assidiqie? Gak banget deh!
Jadi, sudahlah! Semua hanya formalitas saja. Semua, hanya dijadikan kamuflase seolah sistem bekerja dan sehat. Padahal, sistem tata negara sedang sakit, dan sakitnya sangat parah. [].