EDITORIAL JAKARTASATU: Dramaturgi Kosong
ADA yang memaksakan diri agar keluarganya maju terus. Setelah cawe-cawe gagal dan tiga periode kandas. Ada juga yang memaksakan diri akan sekeluarga maju caleg. Nampaknya ini sudah tak tahu malu. Ada juga yang pura-pura tidak tahu atau seakan tak bersalah. Atau hidup penuh drama. Tapi dramanya tanpa konsep dramaturgi yang baik. Secara struktur dramaturgi banyak jong atawa kosong tanpa makna.
Sebuah dramaturgi yang baik adalah sebuah kisah yang secara teori yang mengemukakan bahwa drama mempunyai makna yang sama dengan interaksi sosial dalam kehidupan manusia.
Erving Goffman adalah pencetus Dramaturgi tahun 1959 yang termuat dalam karyanya berjudul “Presentation of Self in Everyday Life”. Dramaturgi merupakan pendalaman dari konsep interaksi sosial, yang menandai ide-ide individu yang kemudian memicu perubahan sosial masyarakat menuju era kontemporer.
Teori dramaturgi muncul sebagai reaksi atas konflik sosial dan rasial dalam masyarakat. Jelas sudah bahwa ini adalah kekuatan yang terjadi sebagai respon yang ada. Sebuah drama itu aneh kalau terlalu banyak rekayasa bahkan seolah tak punya rasa bersalah sedang drama yang baik adalah yang berada di antara interaksi sosial dan fenomenologi. Ini bukan hanya satu yang diambil misalnya hanya fenomenologinya saja. Maka hanya pincang yang ada.
Kembali ke interaksi sosial adalah wujud paling ampuh. Disana ada trust ke publik jadi jangan cuma janji, cuma PHP…Kita terlalu banyak mungkin terima janji-janji sehingga sedang menunggu hasil yang tak pernah tahu, atau nanti ada hasil. Kalau bicara survei ternyata saat dibedah seorang ahli yang survei jujur Eep hasilnya hanya bayangan kosong. Tak lebih dari sekedar Dramaturgi Kosong dan memang kenyataan saat ini dramanya tanpa struktur dramatik dan hasilnya banyak yang paradoks bahwan kenyataan kalau jijak digital itu akan sakit jika di ungkap kembali. Tabik..!!!***
JAKARTA, 3 Nopember 2023