Saatnya Jateng Butuh Perubahan
(peta analisis politik Jawa Tengah)

By : Dede RM
Penggerak Sekretariat Kolaborasi Indonesia

Gelombang Aufklarung (pencerahan) sedang menyapu negeri ini. Rakyat di Sumatra, Banten, Jakarta, Jawa barat, Jawa Timur, Kalimantan dan Sulawesi selatan sudah turun ke jalan meneriakkan Perubahan. Tuntutan Perubahan yang dimaksud adalah keinginan untuk mewujudkan situasi kebangsaan yang lebih demokratis, adil, makmur dan sejahtera.

Rakyat mulai menyadari bahwa Indonesia adalah negara besar dan kaya. kita semua memiliki modalitas untuk menjadi negara yang maju. Butuh seorang negarawan visioner yang punya orientasi dan jiwa yang kuat untuk memimpin negeri yang besar ini. Bukan pemimpin medioker bermental hipokrit yang rakus kekuasaan.

Gerakan perubahan ini semakin mendapatkan bentuk dan militansinya ketika muncul pasangan Capres- Cawapres ANies dan Gus Muhaimin yang diusung koalisi Perubahan. Sulit dipungkiri bahwa pasangan AMIN sudah menjadi ikon perubahan dan _solidarity maker_ ditengah massa rakyat yang sudah merindukan perubahan. Walaupun mendapat banyak rintangan dan tantangan, pasangan ini tetap melaju kencang di jalur cepat perubahan.

Dalam sejarah politik Indonesia pasca reformasi, mungkin inilah momentum dimana partisipasi politik rakyat mendapatkan bentuknya yang paling kongkrit. Realitas politik ini telah mempertemukan dua arus besar gerakan politik yang memiliki tendensi untuk melawan praktek kekuasan yang korup dan antidemokrasi. Dua gerakan politik yang dimaksud adalah gerakan berbasis ekstra parlementer (gerakan masyarakat sipil +mahasiswa ) dan kekuatan politik elektoral yang dipimpin koalisi parpol perubahan.

Keterlibatan massa secara aktif dalam jumlah besar di momen-momen kedatangan pasangan Amin didaerah sulit di wujudkan andaikata hanya mengandalkan struktur partai. Gelombang partisipasi ini hanya mungkin terjadi karena dukungan masyarakat sipil dan atmosfir perubahan yang sudah menyeruak ke seantero negri.

*Jateng Paradox*

Berbeda dengan wilayah Indonesia lainnya yang sudah mengalami demam perubahan. Sebagian besar masyarakat Jateng belum sepenuhnya gandrung atau akrab dengan kata perubahan. Padahal menurut hasil survey (independen) terakhir. Hampir semua wilayah Indonesia telah dikuasai oleh pendukung Amin kecuali Jateng. Arrtinya Jateng akan menjadi penentu kemenangan pasangan AMIN. Akan tetapi suara gerakan perubahan di Jateng terasa masih sayup-sayup dan terdengar asing. Walaupun sudah terdapat aktifitas gerakan relawan AMIN yang cukup signifikan, tapi belum mampu membongkar kebekuan dan kejumudan politik masyarakat jateng

Masyarakat Jateng sebenarnya memiliki prasyarat dan kepentingan khusus untuk menuntut perubahan dan keadilan. Karena angka kemiskinan (ekstrim) dan tingkat penganggurannya sangat tinggi, upah buruh paling rendah se-Indonesia, kasus gizi buruk dan stunting dikisaran jumlah yang sangat mengkhawatirkan. Tapi secara politis rakyatnya masih “tetap tenang” . Inilah yang saya maksud dengan paradox Jawa Tengah.

Paragraf selanjutnya akan membahas faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku politik orang Jawa Tengah yang nampak masih “tenang” dan adem ayem dalam merespon gerakan perubahan.

*Mesin Parpol Belum Panas*
Mesin Parpol pengusung dan pendukung Amin belum panas dan kompak.
Dari ketiga mesin parpol pengusung perubahan tampaknya baru PKS yang sudah gasspool. Bisa dipahami karena PKS sudah lama dan terbiasa beroposisi. Jadi tidak kaget dan cepat membangun _chemistri_ dengan gerakan relawan yang mendukung pasangan Amin.

Berbeda dengan dua partai lainnya, PKB dan Nasdem. Mesin PKB dan Nasdem belum sepenuhnya dihidupkan. Terbaca jelas bahwa elit-elit lokal PKB dan Nasdem masih perlu adaptasi menghadapi situasi politik yang tiba-tiba berubah. Ada yang masih belum menerima kenyataan bahwa mereka sudah berada diluar kekuasaan. Anasir-anasir kekuasaan tampak masih mempengaruhi cara berpikir dan sikap politik elit-elit lokal partai pengusung perubahan

Previledge politik sebagai bagian “partai penguasa” terpaksa harus ditanggalkan. Keraguan di tingkat elit-elit lokal PKB dan Nasdem membuat mesin partai belum bisa melaju kencang. Mungkin butuh waktu pemanasan dan exercice lagi supaya PKB dan Nasdem bisa mengimbangi akselerasi politik yang sudah dimotori PKS.

*Menunggu faktor ” _NU Miracle_ “*

Selama beberapa tahun terakhir ini. NU selalu menjadi primadona dan selalu memberikan miracle touch atau penentu kemenangan dalam setiap kontestasi politik.
Dalam peta politik Jateng, kekuatan NU kultural yang mendukung Amin belum solid dan bulat.
Tokoh-tokoh NU kultural masih terkesan hati-hati dalam merespon dinamika politik. Masih terlihat sungkan atau “takut” dengan PB NU yang memilih bersikap “netral” dalam kontestasi pilpres ini. Apalagi ada ancaman sanksi bagi pengurus NU yang terbukti terlibat politik praktis.

Kedua banyak tokoh NU kultural yang masih berusaha menjaga hubungan baik dengan stakeholder yang ada di pemerintahan daerah notabene dikuasai PDIP. Pertanyaan yang muncul di benak saya, apakah tokoh-tokoh NU kultural ini akan mengambil jalur cepat perubahan atau tetap mengambil sikap “setel kendo” dalam merespon tuntutan perubahan.

*Faktor PDIP*
Sulit dipungkiri bahwa PDIP masih mendominasi peta politik di Jawa Tengah. Walaupun mengaku sebagai partai Demokratis tapi sejatibya PDIP adalah partai yang sangat konservatif. Partai yang masih memelihara kultur feodalisme dan hubungan patron klien. Ketua umum Megawati ditempatkan sebagai satu satunya epicentrum politik yang memiliki kekuatan absolut dalam menentukan garis politik dan keputusan partai. Bagi PDIP rakyat hanya diposisikan sebagai perkakas dan obyek mobilisasi ketika Pemilu tiba. Tidak ada pendidikan dan kaderisasi politik yang sehat.

Rakyat yang bodoh hanya dijadikan alat tipudaya untuk memuaskan ambisi dan hasrat politik sang ketua umum. Gaya kepemimpinan PDIP yang dominan membuat situasi politik di Jateng penuh kejumudan dan kemandekan

*Kultur feodal dan konservativisme*
Jawa Tengah itu secara kultural ada yang disebut wilayah pesisir yang terletak (terutama) di sisi pantai utara Jawa yang memiliki corak politik spontan, dinamis dan terbuka dengan ide-ide perubahan. Geliat gerakan perubahan di wilayah pesisir Jateng ini jadi lebih maju dan dinamis dibanding wilayah pedalaman atau jateng bagian selatan.
Untuk Jawa Tengah bagian selatan khususnya wilayah mataraman dan soloraya adalah wilayah yang kental dengan kultur feodal. Di tanah ini berdiri dua buah Kesultanan yang bercorak budaya Jawa islam. Berdasarkan jejak historisnya, kekuasaan raja mataram Islam tumbuh dengan cara meng-genggam nilai-nilai feodalisme dan menebarkan teror rasa takut kepada rakyatnya. Sehingga rakyat di wilayah ini sampai sekarang cenderung memiliki rasa takut dan patuh terhadap penguasa dan konservatif alias lebih sulit menerima ide perubahan. Tapi ada hipotesis lain yang mengatakan bahwa wilayah soloraya ini adalah sumbu pendek yang menyimpan bara api yang setiap saat bisa menimbulkan ledakan politik.

*Menunggu Kebangkitan barisan perubahan*

Ada tiga unsur yang terdapat di barisan perubahan. Yang pertama adalah gerakan relawan Amin yang sudah tumbuh subur bak jamur di musim hujan. Secara kualitatif gerakan ini sangat militan dan setia terhadap figur Anies. Tapi secara kuantitatif jumlahnya belum signifikan dibanding DPT jateng yang berjumlah 27 orang. Perlu terobosan, inisiatif dan kreatifitas dilapangan untuk menembus barier politik di Jateng sehingga gerakan relawan ini bisa masuk ke kantong- kantong massa dan menembus ruang ruang sosial terkecil di masyarakat.

Langkah door to door untuk mensosialisasikan pasangan Amin menjadi kebutuhan saat ini. Rakyat jateng yang masih ” setia” dengan PDIP adalah rakyat yang belum tersentuh dengan ide-ide perubahan dan nilai-nilai pencerahan. Butuh diskusi model socratik untuk mendekati rakyat. Tugas utama relawan adalah membantu rakyat untuk menemukan kesadaran politiknya dan mendorong mereka berpartisipasi secara aktif ikut dalam gerakan politik perubahan.

Motor kedua gerakan perubahan di jateng adalah warga Muhamadiyah(islam modernis) dan NU kultural. Untuk warga Muhamadiyah sudah tidak perlu dipertanyakan lagi komitmen dan militansinya. Sembilan puluh persen lebih warga Muhamadiyah dipastikan sudah on fire mendukung Pasangan AMIN.

Kekuatan kultural lain yang akan menopang gerakan perubahan adalah kekuatan NU kultural. Tokoh-tokoh NU kultural yg sadar dan menerima gagasan perubahan, akan menjadi pintu masuk dan katalisator gerakan perubahan di jateng. Kunci Inggris untuk membuka kesadaran dan mendorong partisipasi rakyat jateng dalam gelombang perubahan adalah para ulama, kyai, ustadz dan tokoh tokoh NU Kultural.

Unsur ketiga yang akan menjadi motor perubahan di jateng sudah pasti adalah parpol pengusung dan pendukung pasangan AMIN. kita harus optimis bahwa mesin partai akan segera dipanasi dan dihidupkan semua. Sehingga akselesi gerakan perubahan di Jateng bisa menyusul percepatan politiik di wilayah lainnya.

Solo, 5 November 2023