Suroto | IST
Suroto | IST

TAK SATUPUN CALON PRESIDEN PEDULI AGENDA DEMOKRATISASI EKONOMI

Oleh : Suroto
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) dan CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat ( INKUR Federation)

Masalah serius bangsa ini, masalah rakyat sebagai pemegang kedaulatan sejati di negeri ini sepertinya tidak ada yang mendapat perhatian serius dari para Calon Presiden. Membaca visi dan misi mereka, ternyata isinya hanya mereproduksi agenda program serpihan tidak menyentuh persoalan fundamental sama sekali. Terutama soal demokratisasi ekonomi.

Padahal, demokrasi politik tanpa demokrasi ekonomi itu hanya lahirkan Oligarki. Kuasa di tangan segelintir elit politik dan elit kaya seperti yang terjadi saat ini.

Suara rakyat dan kepentingan rakyat hanya digunakan sebagai alat legitimasi kekuasaan mereka. Hukum dan kebijakan pemerintah sebetulnya hanya pentingkan isi perut dan kekuasaan mereka sendiri.

Kekuasaan oligarki itu bertumpu pada kekuatan konsentrasi kekuasaan dan kekayaan pada segelintir elit semata. Mereka khianati rakyat dan khianati tujuan berbangsa dan bernegara kita untuk mencapai keadilan dan kemakmuran bersama.

Seperti dapat kita lihat prakteknya, segelintir elit penguasa dan elit elit kaya itu adalah ketika krisis ekonomi akibat pandemi, justru rekening tabunganya di bank mereka semakin meningkat tajam. Sementara rakyat hidupnya dalam kondisi menderita dan andalkan bantuan sosial.

Kekuatan oligarki di Republik Indonesia saat ini semakin menguat. Mereka ingin terus kangkangi rakyat melalui kekuatan kekuasaan politik dan kekayaannya.

Hari ini, kekayaan itu telah terkonsentrasi kepada segelintir elit kaya. Laporan riset Suissie Credit, lembaga riset Internasional pada tahun 2021 melaporkan bahwa Rasio Gini Kekayaan kita adalah 0,77 yang artinya gambarkan kekayaan menumpuk pada segelintir elit kaya dan sudah sangat parah jika dibandingkan dengan rata rata dunia sekalipun.

Rata rata nasional orang dewasa kita yang kekayaannya di bawah 150 juta adalah sebanyak 82 persen. Padahal rata rata dunia adalah 58 persen. Sementara mereka yang punya kekayaan di atas 1,5 milyard hanya 1,1 persen. Sementara rata rata dunia adalah 10,6 persen ( Suisse Credit, 2019). Artinya dibandingkan rata rata negara di seluruh dunia kita itu sudah sangat parah kesenjanganya.

Secara ekstrim juga telah dilaporkan oleh Oxfam ( 2021), bahwa empat anggota keluarga di Indonesia itu kekayaannya sama dengan seratus juta rakyat kita dari yang termiskin.

Negara Indonesia ini ditujukan untuk mencapai rakyat adil dan makmur. Sistem ekonomi kita di Undang Undang Dasar 45 jelas dan terang. Perekonomian kita harusnya disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Jadi kata disusun ini artinya dibentuk dengan sistem. Prof John Rawl, pakar hukum ini katakan ” suatu sistem yang adil itu harus disusun agar menjadi adil. Bukan dibiarkan liar di bawah cengkeram elit politik dan elit kaya kapitalis seperti saat ini.

Agenda Demokratisasi Ekonomi

Istilah demokrasi ekonomi disebut dalam konstitusi kita, demokratisasi ekonomi selalu dijadikan konsideran undang-undang yang mengatur persoalan perekonomian. Dalam urgensinya telah menjadi ketetapan khusus Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam ketetapan TAP MPR Nomor XVI/MPR/1998 tentang Ekonomi Politik dalam rangka Demokratisasi Ekonomi. Namun struktur ekonomi dualistik kita tidak berubah sejak jaman kolonial Belanda. Kesenjangan struktural yang dilihat oleh para pendiri republik ini tidak mengalami proses transformasi sama sekali. Struktur ekonomi kita tetap terbelah menjadi dua. Deretan kemakmuran segelintir orang diatas, dan barisan besar rakyat dalam kemiskinan dan kesengsaraan.

Semua UU mengenai perekonomian kita bahkan disesuaikan agar pro terhadap pasar liberal kapitalistik. Pemilik modal besar jadi begitu kuasa, rakyat jadi korban dan pemerintah jadi gedibal kepentingan modal besar asing dan lokal dan bukan untuk pikirkan kesejahteraan rakyatnya. Demokrasi politik prosedural kita bahkan berjalan secara ultra liberal berada dalam cengkeram sistem oligarki dan dinasti. Sementara, demokrasi ekonomi sebagai salah satu agenda reformasi yang penting dalam kehidupan berdemokrasi ditinggal jauh tak tersentuh di belakang.

Pada saat Orde Baru, sistem kapitalisme negara (state-led capitalism) jadikan negara sebagai penjaga malam. Meminjam istilah Dawam, profesinya kini berganti sebagai penjaga kakus dalam pola kapitalisme pasar (market-led capitalism). Tugas negara bersihkan berak kapitalisme yang berupa kebangkrutan dengan bail-out, konflik dengan “kompromosi” tanpa dibawa kearah kerjasama, kerusakan lingkungan dengan kompensasi, kemiskinan dengan bansos. Semuanya tentu dibayar dengan pajak rakyat sendiri, dan sementara korporasi besar kapitalistik dibiarkan terus lakukan ekploitasi.

Tidak ada perubahan permanen. Panduan sistem ekonomi kita bukan lagi Konstitusi, sumber hukum kita bukan lagi Pancasila, tapi berupa pasar yang telah didominir pemilik modal besar lokal dan asing. Demokrasi ekonomi justru secara cepat telah terpreteli oleh berbagai undang-undang (UU) yang mengarah pada penguasaan pada segelintir orang dan kuasa asing. Sebut saja melalui perampokan hak hak rakyat melalui UU Omnibus Law Cipta Kerja, Omnibus Law PPSK, Omnibus Law Kesehatan dan lain lain.

Kesenjangan ekonomi kita telah jatuh dititik akut akibat liberalisasi ekonomi. Demokrasi Ekonomi yang juga berarti pemerataan akses ekonomi, keadilan sosial, dan pembangunan berkelanjutan diabaikan. Perekonomian kita berada dalam titik yang rapuh, seperti istana pasir yang rentan terhadap goncangan setiap datang badai krisis yang setiap saat mengancam.

Konsentrasi kekayaan pada sejumlah kecil orang itu membahayakan bagi kepentingan bangsa dan juga sekaligus mengancam keberlangsungan dari kehidupan berdemokrasi kita. Sebab segelintir orang kaya itu bisa melakukan upaya apapun untuk semakin meningkatkan akumulasi kekayaannya yang bersumber dari keserakahan. Hukum bahkan akan terbeli karenanya dan rakyat banyak dan kedaulatan rakyat hanya akan menjadi jargon semata.

Undang-Undang Dasar kita sebetulnya telah menaruh landasan yang kokoh tentang demokrasi ekonomi ini, tapi seperti macan kertas, praktek ekonomi keseharian kita adalah sangat kapitalistik sehingga keadilan sosial–ekonomi yang berarti mementingkan kemakmuran bagi banyak orang nihil. Kalau kita ingin serius membangun masyarakat demokratis, maka kita tak boleh lupa bahwa demokrasi politik saja tidaklah cukup. Disamping demokrasi politik, demokrasi ekonomi haruslah berjalan.

Untuk itulah maka rakyat harus lalukan tuntutan besar untuk berantas Oligarki, berantas dinasti politik sampai ke akar akarnya. Dan tuntut agenda demokratisasi ekonomi sebagai berikut :

1. ALOKASI FISKAL UNTUK PENDAPATAN MINIMUM WARGA NEGARA

Harus ada alokasi dari APBN rutin setiap tahun untuk semua warga negara untuk pastikan tidak ada yang kelaparan. Untuk apa jadi warga negara kalau ada yang hidup berkelimpahan makanan dan kekayaan sementara sebagian warganya ada yang kelaparan?. Ada 16 juta rakyat kita yang tidur dengan perut kosong setiap hari. Pajak yang dibayarkan warga negara tujuanya untuk menjaga agar ada keadilan, agar hidup bersama tetap terjaga. Bukan untuk yang lain.

2. PEMBAGIAN SAHAM UNTUK BURUH DAN PEMBATASAN RASIO GAJI TERTINGGI DAN TERENDAH

Selama ini buruh hanya diposisikan terus sebagai obyek ekploitasi pemilik modal. Mereka tidak punya bagian surplus atau keuntungan perusahaan. Semua dipersembahkan bagi yang punya modal semata. Padahal keuntungan itu dihasilkan bukan hanya dari adanya modal, tapi keahlian dan jerih payah keringat buruh. Mereka harusnya juga punya saham di perusahaan. Mereka harusnya ikut tentukan keputusan perusahaan.

Di Amerika Serikat yang kita tuduh sebagai negara kapitalis saja disana sudah ada UU Pembagian Saham Untuk Buruh atau Employee Share Ownership Plan ( ESOP) sejak tahun 1974. Bahkan Bernie Sanders kandidat Presiden Amerika Setikat kemarin sempat kampanye agar ESOP itu diberikan untuk buruh hingga 51 persen dengan nama ESOP Demokratis, agar buruh dapat turut mengontrol perusahaan secara dominan. Sebab hukumnya jelas, apa yang tak kamu miliki itu tak mungkin dapat kamu kendalikan. Selama ini kendali perusahaan hanya ada di tangan segelintir pemegang modal mayoritas. Untuk itu perlu kita tuntut Undang Undang yang mengatur minimal minimal 20 persen saham kepada buruh dan berangsur dinaikkan porsinya.

Sementara itu, di negara yang penuh gotong royong ini ternyata rasio gaji di satu perusahaan ada yang hingga ratusan kali. Bahkan di Presiden direktur BUMN seperti Bank BRI dan Mandiri saja gajinya bisa 2.200 kali lipat dari gaji karyawannya dengan jabatan terbawah, apalagi di perusahaan swasta.

Untuk itu perlu adanya regulasi pembatasan rasio gaji ini. Maksimal 20 kali lipat. Jadi kalau pimpinan perusahaan ingin gaji besar tugas pertamanya adalah menaikkan gaji karyawannya yang dengan gaji terbawah dahulu agar terjadi keadilan.

3. KOPERASIKAN BUMN

Kita punya 91 BUMN dan 800 an anak BUMN dan cicitnya yang tak terhitung karena penyertaan modal BUMN ini. Di dalam Konstitusi kita jelas dan tegas bahwa negara itu kuasai bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya demi sebesar besar kemakmuran rakyat.

Transformasi ke arah kepemilikan rakyat ini sangat penting agar mereka ikut menikmati dan juga kendalikan perusahaan BUMN dan BUMD ini secara demokratis.

Disebut dalam penjelasan UUD 45 pasal 33 ayat 1 yang telah dihapus Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR) dalam amandemen UUD 45 tahun 2003 bahwa “…. bangun perusahaan yang sesuai dengan demokrasi itu ialah Koperasi. Kenapa koperasi ? Karena bangun koperasilah yang memungkinkan adanya kendali rakyat terhadap BUMN itu secara demokratis dan hasilnya dapat dinikmati bersama secara berkeadilan.

UU BUMN tahun 2003 telah diskriminatif terhadap badan hukum koperasi, sebagai badan hukum aktifitas bisnis demokratis. UU BUMN ini sebut BUMN itu WAJIB berbadan hukum Perseroan. Ini jelas terang terangan diskriminatif terhadap Koperasi sebagai badan hukum privat yang diakui negara untuk urusan bisnis, dan ini langgar pasal 28 D UUD 45 karena diskriminatif terhadap Badan Hukum koperasi. Untuk itulah perlu dilakukan pembongkaran terhadap UU BUMN ini agar dapat koperasikan BUMN.

Sekali lagi, di Amerika Serikat yang kita tuduh kapitalis saja disana listrik dan rumah sakit dan lain lain mengambil bentuk Badan Hukum koperasi dan layanan publiknya akhirnya dapat dimiliki langsung secara demokratis oleh masyarakat melalui koperasi. Sebut misalnya koperasi jaringan listrik National Rural Elextricity Cooperative Association ( NRECA ) yang masif di seluruh negara bagian. Lalu jaringan koperasi model kepemilikan masyarakat semacam Koperasi Group Health Cooperative yang merupakan jaringan rumah sakit terbesar di kota Washington. Kita, lagi lagi UU Rumah Sakitnya juga diskriminatif terhadap badan hukum koperasi, disebut dalam UU Rumah Sakit kita bahwa rumah sakit privat WAJIB badan hukum perseroan.

5. REFORMA AGRARIA BASIS KOPERASI

Agenda reforma agraria kita sampai saat ini tidak jelas. Bahkan menurut Konsorsium Pembaharuan Agraria ( KPA) disebut realisasinya nol. Sebab reforma agraria yang terjadi hanya sertifikasi lahan. Ini justru akan permudah pengalihan tanah ke tangan elit kaya bukanya untuk capai tujuan reforma agraria sejati. Harusnya reforma agraria itu agar perkuat kepentingan tata kelolanya oleh warga dan agar hindari komersialisasi terhadap tanah yang penting bagi rakyat melalui jalan koperasi atau kendali rakyat.

6. SEGERA BENTUK UNDANG UNDANG SISTEM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN REFORMASI SELURUH UU MENYANGKUT PEREKONOMIAN YANG TIDAK DEMOKRATIS.

UU Sistem Perekonomian Nasional adalah merupakan amanah UUD 45 pasal 33 yang diamatkan sejak amandemen tahun 2003. Sampai saat ini UU yang diharapkan dapat menjadi UU payung bagi seluruh UU menyangkut sistem perekonomian kita agar demokratis ini tidak pernah dibahas malahan justru lahirkan UU Ciptakerja yang banyak rugikan masyarakat terutama soal ekonomi.

UU Sistem Perekonomian Nasional ini sangat penting karena begitu terbentuk maka semua UU lainya harus disesuaikan. Ini juga bagian penting dari amanah reformasi yang telah jadi ketetapan MPR dalam Sidang Istimewanya yaitu TAP MPR tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Drmokratisasi Ekonomi.

7. KEMBALIKAN KEDAULATAN SISTEM MONETER KITA

Amandemen UUD 45 telah lucuti peran Bank Indonesia dan pisahkan posisinya dari pemerintah sebagai badan hukum publik. Tanggungjawab BI hanya sebagai penjaga nilai rupiah. Sementara kita tahu kebijakan moneter yang instrumenya suku bunga ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan rakyat selain kebijakan fiskal yang otoritasnya ada di tangan pemerintah.

Untuk itu BI harus dikembalikan otoritasnya ke dalam kedaulatan rakyat karena BI kebijakanya berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi rakyat. Amerika Serikat menurut UU nya misalnya, mereka bebankan soal penganguran itu juga menjadi bagian tanggungjawab Bank Sentral mereka. Bukan hanya menjaga nilai mata uang.

8. HENTIKAN KEBIJAKAN MODEL PAKET INPUT

Selama ini bangsa kita selalu mendapat resep kebijakan yang sama dalam persoalan kebijakan ekonomi. Sistem kebijakan paket input yang diterapkan sejak Orde Baru hanya bicara akses kredit, subsidi, dan bantuan sosial telah langgengkan kemiskinan dan juga posisikan rakyat sebagai obyek kebijakan yang hanya untungkan segelintir orang. Maka kebijakan paket input ini harus dihapuskan dan kembangkan penguatan kelembagaan dan infrastruktur ekonomi rakyat.

9. HENTIKAN KEBIJAKAN HUTANG BESAR BESARAN TAK TERKENDALI

Hutang adalah pintu masuk bagi negara maju untuk kendalikan ekonomi kita. Hutang kita selama ini lebih banyak ditujukan untuk bangun infrastruktur fisik sebagai pendukung investasi asing terutama di komoditi ekstraktif dan perkebunan monokultur yang telah sebabkan penyerobotan tanah rakyat secara masif dan kerusakan lingkungan.

Selain itu harga komoditi ekstraktif ini ternyata berada dalam kendali pasar oligopoli internasional yang rugikan ekonomi nasional. Bahkan penyerobotan tanah rakyat telah degradasi kepemilikan lahan perkapita rakyat yang akhirnya konsumsi kita jadi bergantung pada importasi. Ini jelas rugikan kepentingan nasional.

Hutang kita juga sudah dikelola secara ugal ugalan dan bukan gali lobang tutup lobang tapi gali lobang buat jurang karena untuk mengangsur dan bayar bunga utang harus dilakukan dengan cara berhutang. Dengan simulasi fiskal kita saat ini, hingga tahun 2024 nanti, pemerintah akan wariskan utang kurang lebih 10.500 Trilyun rupiah yang akhirnya akan menyulitkan generasi mendatang untuk membangun bangsanya.

10. JADIKAN EKONOMI DOMESTIK TERUTAMA PANGAN DAN ENERGI SEBAGAI KEKUATAN EKONOMI NASIONAL.

Selama ini kita telah dijebak dalam ketergantungan ekonomi pada sektor ujung dengan andalkan komoditi ekstraktif seperti tambang dan perkebunan monokultur sebagai andalan. Untuk itu perlu perubahan besar kebijakan untuk kembalikan fokus kebijakan pada soal pangan dan energi sebagai kekuatan ekonomi nasional.

11. LAKSANAKAN KEBIJAKAN SUBSTITUSI BARANG IMPORT

Kebijakan Subsititusi Import selama ini selalu dituduh idealis dan tidak rasional di tengah sistem perekonomian dunia yang semakin terbuka. Ini kenapa kita akhirnya selalu mengalahkan kepentingan untuk memajukan kepentingan ekonomi nasional demi keuntungan para mafia kartel import pangan. Dengan kebijakan jelas dan tegas substitusi import pangan dengan perbanyak barang modal untuk perkuat industri pangan dan energi nasional akan memperkuat industri rumah tangga kita. Import pangan barang jadi akhirnya akan semakin kecil dan ini selain perkuat cadangan devisa kita juga akan perkuat fundamental ekonomi nasional.

Pemerintah yang lumpuh di hadapan mafia kartel pangan saat ini adalah bukti bahwa soal pangan ini adalah dalam kuasa oligarki.

12. DLL

Demikian sekelumit agenda penting DEMOKRATISASI EKONOMI yang penting untuk kembalikan ekonomi kita sesuai UUD 1945. Ini adalah agenda penting yang layak kita perjuangkan bersama seluruh rakyat INDONESIA agar kedaulatan rakyat tetap terjaga.

Jakarta, 10 November 2023