Aendra MEDITA/ist

OLEH AENDRA MEDITA*)

Pemilu 2024 menjadi menarik karena konstelasi politik juga bukan hanya unik, tapi malah ada yang panik. Itu tak mengapa tapi janganlah rusak demokrasi yang hakiki. Reformasi porak-poranda saat ini karena ada niat buruk terbangun kembali KKN.

Ada juga sejumlah tokoh bangsa dan tokoh politik nasional yang nampaknya mulai kecewa dan menyoroti dinamika politik akhir-akhir ini.

Para tokoh pun mengungkapkan keprihatinan atas situasi politik yang dinilai bisa menggerus cita-cita demokrasi. Jakarta, Senin 13/11/2023.

Pemilu 2024 dinamika praktik politik nasional dinilai telah mengabaikan kebenaran hakiki yang didasarkan pada hati nurani, manipulasi manipulasi hukum melalui Mahkamah Konstitusi diduga telah terjadi untuk melanggengkan kekuasaan.

Para tokoh ini ingin mengoreksi pemerintahan otoriter serta berusaha menghapuskan KKN dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Beberapa nama tokoh di seperti Sinta Nuriyah Wahid, Goenawan Mohamad, Nasaruddin Umar, Frans Magnis-Suseno, Rhenald Kasali, Erry Riyana Hardjapamekas, Lukman Hakim Saifuddin, dan lainnya berkumpul dan silaturahmi di kediaman KH Mustofa Bisri.

Silaturahmi para tokoh ini disebut sebagai Majelis Permusyawaratan Rembang (MPR). Mereka menyoroti kondisi bangsa yang dinilai tidak sedang baik-baik saja. Pada konferensi pers yang diikuti secara daring, perwakilan MPR, Alif mengatakan tujuan pertemuan tokoh bangsa dengan Gus Mus adalah silaturahmi menyampaikan beberapa hal mengenai situasi yang sedang berkembang saat ini.

Di mana jika mengutip puisi Gus Mus, bahwa saat ini Indonesia tengah menghadapi satu kondisi dengan rasa yang berbeda. Para tokoh ini menyatakan prihatin situasi demokrasi Indonesia saat ini yang dikhawatirkan mengancam pemilu 2024 dan berpotensi berlangsung tidak sesuai asas jujur dan adil.

Goenawan Mohamad mengungkapkan kegelisahannya dengan kondisi politik saat ini. Menurutnya zaman sekarang kepercayaan kepada sesama adalah sesuatu yang sulit, sangat tipis. “Pertama, Banyak sekali kebohongan yang diucapkan oleh Presiden Joko Widodo dan orang-orangnya. Yang kedua sekarang ini banyak yang bisa dibeli. Kesetiaan bisa dibeli, suara busa dibeli, kedudukan bisa dibeli,” Jakarta 12/11/2024.

Sementara itu tokoh agama Benny Susetyo staf khusus Badan Pembinaan Pancasila menekankan pentingnya mengembalikan politik sebagai jalan kebudayaan yang mengedepankan nilai-nilai moral dan etik. “Ketika kekuasaan itu dijadikan satu cara dan dilegalkan. Dan kerapkali cara-cara kekuasaan itu menafikan suara hati nurani dan akal budi dan sehat,” ujar Romo Benny. “Maka mengembalikan politik jalan peradaban menjadi tanggungjawab semua pihak. Termasuk teman-teman media,” imbuhnya.

Jika kita melihat para tokoh ini semula semua adalah para para pendukung berat rejim ini dan kini secara serentak melihat kenyataan bahwa nampaknya bagai kecewa bagai sebuah mimpi buruk di siang bolong, kesadaran saat ini telah membuka cakrawala yang nyata, meski dibilang terlambat.

Soal ungkapan bahwa banyak bohong itu nampaknya tajam menukik disampaikan. Dan soal kekuasaan itu dijadikan satu cara dan dilegalkan adalah sesuatu yang nampaknya tamak.

Cara-cara kekuasaan itu hendaknya dibuat elegan dan santun bukannya bangsa ini menganut nilai luhur dan martabat bangsa?

Lantas kenapa cara rakus dan tamak tadi menjadi bagian kebohongan yang sepertinya diproduksi dan menjadi konsumsi yang tak pernah larut, malaj kebohongan dimainkan  semakin panjang dan serial yang penuh episode.

Kesadaran adalah tanggung jawab dan kita harus memiliki rasa itu tanpa jeda karena kesadaran adalah cara dan pola yang sebenarnya dalam hidup dan bernegara.

Mari #ngopipagi saat ini ada kopi arabika Sidikalang yang saya seduh….Tabik..!!

*)penulis