Ho’oponopono, Rapopo, Gibran “Goro-Goro”

Agung Marsudi
Duri Institute

KALIMAT, “Indonesia tidak sedang baik-baik saja”. Harus segera diakhiri dengan optimisme, dengan terapi sederhana dari para leluhur, “Sepurane, nyuwun pangampunten, matur suwun, kulo tresno”. Empat kata ikhlas, bermakna lilo legowo, narimo (Rapopo)

I’m sorry, please forgive me, thank you, love you (Ho’oponopono)

Ho’oponopono merupakan sebuah metode terapi kuno yang berasal dari Hawaii, yaitu suatu proses yang bisa menyebabkan kita pada kesempurnaan dengan cara memperbaiki kekeliruan.

Panasnya suhu politik menjelang pilpres, semestinya ditangkap oleh para pemangku kepentingan politik sebagai sinyal atau “tanda-tanda”. Operasi cipta kondisi, operasi intelijen, slogan netralitas, dan isu “curang” yang mulai dihembuskan kemana-mana. Hanyalah episode “Goro-Goro”.

Perang sesungguhnya adalah IKN. Rajanya belum terpilih, tetapi istana barunya sudah disiapkan, tepatnya sudah “diperjualbelikan”. Demi legacy, nasib bangsa ini “digadaikan” dengan permainan politik dan oligarki kelas tinggi.

Anies, Prabowo, Ganjar bisa apa? Apa bisa?

Masih ada waktu, bagi para peneraju negeri untuk memperbaiki diri, saling instrospeksi, mawas diri, kekuasaan yang telah membuat para elit politik lupa diri. Praktik demokrasi zombi harus segera diakhiri.

Pekik “merdeka” yang diteriakkan oleh mereka di sidang-sidang dan rapat atas nama rakyat, pidato dan orasi demokrasi, hanyalah keangkuhan. Sebab sudah merdeka, tapi merasa belum merdeka, padahal sudah berkali-kali berkuasa.

Yang sudah berlalu, rapopo. Obatnya ho’oponopono. Ingat, Gibran hanya bagian dari “Goro-Goro”.

Solo, 19 November 2023