Negara Terbawa Konflik Jokowi-Mega
Di Balik Ageman Songkok Singkepan Ageng Raja Surakarta

Agung Marsudi
Duri Institute

DIAWALI pidato di acara HUT ke-50 PDIP, di depan para kader, Mega menyebut tanpa PDIP, Jokowi “bukan apa-apa”.

Lalu Vlog yang diposting Puan. Jokowi bertemu dengan Mega di kantor PDIP dalam posisi berhadap-hadapan seperti bawahan bertemu atasan.

Kata Mega, seperti dikutip banyak media, presiden Jokowi itu petugas partai. Kata orang Medan, “Bah ngeri kali negeri ini, Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan disebut petugas partai”.

Selanjutnya, jarak Teuku Umar dengan Istana Merdeka makin terasa jauh. Jalan terlihat makin menyempit, licin, konflik makin tajam. Perang dingin berlanjut. Puncaknya Ganjar-Mahfud, Prabowo-Gibran. Kuldesak. Lalu muncul narasi, “Pengkhianatan”.

Dipicu keretakan hubungan seorang ketua umum partai dan seorang kader partai, negara terbawa dan kena “getahnya”.

Tapi, “Anjing menggonggong, kafilah berlalu”. Tak perlulah disebut, siapa yang menggonggong dan siapa yang berlalu. Pemerintahan harus terus berjalan. Bisa dibayangkan hebohnya, jika seorang presiden kemudian dipecat dari partainya.

Kata orang Medan, “Bah, bakal ngeri-ngeri sedap ini!”

KPU sesuai tahapan menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu, nomer urut capres-cawapres pun telah diundi. Meski ada kubu yang berseteru, KPU pun tetap berlalu.

Perang di medsos, tak bisa dihentikan. Muncul “Goro-Goro”. Lakon kecilnya bernama “Gibran”. Sementara pelakon besar masih di balik layar. Senjata Pasopati masih disembunyikan. Menunggu perintah, dari sang pemberi perintah. Apapun yang terjadi, 14 Februari.

Siapa yang bisa membaca di balik Jokowi menggunakan pakaian Ageman Songkok Singkepan Ageng Raja Surakarta (pakaian Raja Jawa) ketika HUT Kemerdekaan RI ke-78 di Istana Negara.

Lakon “Petruk Dadi Ratu” belum tancep kayon. Tak mungkin, Megawati disamakan dengan “Limbuk”, Puan disamakan “Cangik”, malah terbalik. Lakon wayang kulit itu hanya carangan, otokritik, terutama bagi para elit politik. Membawa urusan internal, ke kanal kekuasaan, rawan dan merusak tatanan.

Kata Ki Dalang, menirukan suara Petruk, si hidung panjang, “My loyalty to my party ends when my loyalty to my country begins”.

Tak sabar menunggu menggelindingnya isu hak angket Masinton Pasaribu, sebelum pemilu. Acapkali bola liar, ada nilai tukar.

Solo, 20 November 2023