Jokowi Berani Tidak Disukai

Agung Marsudi
Duri Institute

_Berani tidak disukai_ adalah judul buku Ichiro Kishimi & Fumitake Koga. Jokowi adalah presiden produk demokrasi, yang dulu dipuja-puji, kini mulai dibenci, dihujat sana-sini, bahkan oleh partai pengusungnya sendiri. Lalu dua frasa itu saya gabung dan menjadi judul catatan ini, _Jokowi berani tidak disukai_.

Ada apa dengan Jokowi, di akhir masa jabatannya yang tinggal sepuluh bulan lagi? Kalau di daerah-daerah terutama di Jawa Tengah mulai tren tulisan, “Dekengane Pusat”. Kira-kira siapa “Dekengane Jokowi?”

Mungkin nama-nama para petugas partai seperti Bambang Pacul, Seno Gedhe atau FX Rudy dapat menjawab dengan tegak lurus, tanpa gimmick politik.

Atau dengan banteng-banteng lain sekelas Adian Napitupulu, atau Masinton Pasaribu. Menjawab drama politik dengan plot error itu. Di satu kandang, satu kubu, mantan presiden dengan presiden berseteru (hanya Mega dan Jokowi yang tahu).

Sementara banteng lain mulai bergerak, bergerak, berharap berdampak, tapi yang dihadapi justru Sang Matador Kurus, yang mulai mengibas-ibaskan bendera merah di arena.

‘Sang Matador Kurus’ tampil dengan gagah berani. Sebab ia sudah titipkan anaknya untuk menjadi tandem, dan dilatih strategi perang dengan Menteri Pertahanannya, untuk siap berlaga.

Semalam suntuk nonton wayang kulit lakon, ‘Petruk Dadi Ratu’ mburi geber, sambil ngemil, menghabiskan jadah, pisang, kacang, rengginang. Membuat kita lupa, Petruk itu nyata di dunia politik kita.

Solo, 4 Desember 2023