Wah jadi ramai nih soal Jokowi minta Stop Kasus e-KTP. Menyusul Agus Rahardjo dalam wawancara dengan “Rosi” di Kompas TV beberapa waktu lalu, Mantan Ketua Komisi Pemberantasaan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengungkapkan soal Presiden Joko Widodo pernah meminta KPK menghentikan kasus korupsi e-KTP yang turut menyeret mantan ketua DPR Setya Novanto. Pernyataan Agus yang mengejutkan banyak pihak ini dibantah keras Jokowi.
“Buktinya proses hukum berjalan, dan Pak Setya Novanto sudah divonis, dihukum berat 15 tahun. Terus untuk apa diramaikan itu? Untuk kepentingan apa diramaikan itu?,” ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Senin (4/12), ketika diminta tanggapannya terkait tudingan Agus, Ia pun meminta semua pihak kembali melihat sekumpulan berita pada bulan November 2017. Ketika itu, katanya, ia dengan tegas menyampaikan kepada Setya Novanto untuk mengikuti proses hukum yang ada, dan proses hukum pun berjalan dengan semestinya. Fakta ini, menurut Jokowi, membuktikan bahwa tidak ada bentuk intervensi apapun dari dirinya.
Ketua KPK 2015-2019 Agus Rahardjo bercerita pernah diminta menghentikan kasus e–KTP yang menyeret nama Setya Novanto.
Bantahan Joko Widodo apakah pernah ada pertemuan antara dirinya dengan Agus Rahardjo di Istana Kepresidenan, Jokowi juga membantahnya. Ia meminta media mengecek Sekretariat Negara (Setneg) untuk memperoleh buktinya. “Saya suruh cek, saya sehari ada berapa puluh pertemuan. Saya suruh cek di Setneg, gak ada. Agenda yang di Setneg gak ada, ya tolong di cek lagi saja,” jawabnya singkat. Namun Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto mengatakan terlepas dari tudingan Agus dan bantahan Jokowi, masyarakat akan melihat kebenaran ini berdasarkan rekam jejak masing-masing dalam menjalankan tugasnya.
“Masyarakat bisa menilai apa yang dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Pak Jokowi, dalam menata negara ini termasuk dalam upaya mendorong reformasi hukum seperti apa. Misalnya Indeks Persepsi Korupsi kita yang turun jauh ke belakang, ada revisi UU KPK, ada rekayasa tes wawasan kebangsaan (TWK). Dan sebenarnya ini bertolak belakang dengan janji-janji Pak Jokowi dulu di 2014, 2019 misalnya yang dulu di masa kampanye,” ungkap Agus. Secara pribadi, Agus dari ICW lebih mempercayai pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo ketimbang pernyataan Jokowi. Berdasarkan rekam jejak yang ada, ia menilah , Agus, Agus Rahardjo telah menjalankan tugasnya sebagi ketau KPK dengan baik. “Makanya saya bilang ya sudah lebih baik kita biarkan saja publik menilai, siapa sebenarnya yang tidak punya integritas, siapa yang tidak bisa memegang omongannya, biarkan saja publik menilai. Kita tidak usah terjebak dengan menyatakan bahwa si A salah atau si B benar. Karena pada akhirnya masyarakat bisa menilai dengan track record masing-masing, dan apa histori yang dibangun selama ini,” tuturnya.
Agus pun menekankan, proses hukum yang berjalan dalam kasus korupsi e-KTP pada 2017 lalu tidak berarti menandakan tidak adanya intervensi. Menurutnya, Agus Rahardjo ketika itu bisa saja membantah permintaan Jokowi karena masih dilindungi dengan adanya UU KPK yang lama. “Menurut saya logikanya bukan soal tidak ada intervensi di situ. Tapi justru karena, Pak Agus Rahardjo dan pimpinan KPK lain, saya punya keyakinan bahwa KPK pada saat itu masih di bawah mandat UU no 30 tahun 2022, dimana kalau tidak salah di pasal 3 dijelaskan bahwa KPK bebas dari kepentingan apapun, tidak boleh diintervensi, termasuk presiden, ya berarti memang bukan karena tidak ada intervensi, tapi justru mereka punya komitmen dilindungi UU untuk terus menjalankan mandatnya, karena sudah mengeluarkan sprindik (surat perintah penyidikan). Jadi ketika sudah ada sprindik, sudah ada tersangka, kan tidak boleh mengeluarkan SP3 (Surat Peringatan ke-3 red) kalau di UU KPK yang lama, kalau di UU KPK yang baru kan boleh SP3,” pungkasnya.
Jenderal (purn) Fachrul Razi buka-bukaan mengenai dirinya saat direshuffle Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Menteri Agama (Menag) yang baru dijabatnya selama 14 bulan (23 Oktober 2019 – 23 Desember 2020), pasalnya menolak pembubaran ormas Front Pembela Islam atau FPI. Hal itu diungkapkan Fachrul Razi dalam podcast Eddy Wijaya ‘EdShareOn’, Minggu, 3 November 2023.
Menurut Fachrul ada perbedaan yang mencolok antara dirinya dengan presiden dan wakil presiden terkait masalah FPI.
Pengakuan Fachrul bahkan dirinya dua kali dipanggil Presiden Jokowi dan sekali dipanggil Wapres Maruf Amin untuk secara khusus membahas hal FPI.
“Saya tidak bergaul dengan Front Pembela Islam, ketemu pak Habib Rizieq pun tak pernah kecuali sekali, pada saat menikahkan anak saya datang, saya diundang, saya datang, dan bertemu beliau pun diantara ratusan undangan,” ungkap Fachrul
Dia menilai untuk membubarkan sebuah organisasi besar, apalagi ormas Islam, tidak mudah butuh kajian komprehensif. Lagipula, tidak ada ancaman serius yang perlu ditakuti.
“Sehingga saya selalu katakan ke Pak Presiden dan Pak Wapres. Saya dipanggil Bapak Presiden 2 kali terkait ini, Pak Wapres sekali. Saya bersikap bahwa ‘Pak ndak perlu dibubarkan cukup dibina dan ndak masalah bukan ancaman menurut saya’,” ujarnya
Kemudian tutur Fachrul, seminggu sebelum dia direshuffle pada 22 Desember 2020, Presiden menggelar rapat terbatas khusus membahas pembubaran FPI. Fachrul mengaku sempat minta saran ke istri sebelum menghadiri rapat kabinet terbatas.
“Sebelum berangkat saya bilang ke istri saya. ‘Mam, ini ada sidang kabinet terbatas topiknya hebat banget. Pembubaran FPI. Ada saran nggak Mam?’ kata saya ke istri saya,” ujar Fachrul Razi.
“Istri saya bilang, ‘Pah, kalau papa tetap bertahan tidak membubarkan FPI, tapi hanya membelanya atau membinanya, papa pasti 100 persen di-reshuffle. Tapi menurut saya, itu pilihan terbaik. Kalau nggak, papa malu sama umat Islam. Malu sama orang Aceh. Orang organiasi Islam besar dibina saja cukup kenapa harus dibubarkan,” imbuhnya
Fachrul Razi merasa salut kepada istrinya yang mendukung keputusan itu. Sang istri mengaku sudah bangga dengan pencapaian Fachrul Razi di TNI sebagai jenderal bintang empat.
“Mohon maaf, kalau menteri, semua orang dekat Presiden bisa jadi menteri. Tapi kalau di tentara mengabdi 32-35 tahun belum tentu jadi jenderal bintang empat. Jadi kalau menurut saya, tidak perlu dibubarkan cukup dibina. Nah itu saya sampaikan. Pada saat rapat semua menteri dan kepala badan lembaga tidak ada yang ngomong lain kecuali bubarkan, hanya saya satu-satunya sampaikan itu,” terangnya
Fachrul menyanggah adanya anggapan salah satu menteri yang menyebut di dalam FPI ada unsur-unsur radikal. Menurutnya, kalau di dalam FPI ada unsur radikal sebagai organisasi justru lebih mudah mengawasi ketimbang mereka sudah bubar di luar organisasi.
“Seminggu kemudian saya direshuffle tapi kita sudah tahu itu, ya kita ketawa-ketawa aja. Kemudian tiga hari lagi FPI dibubarkan. Dan saya senang pada saat FPI dibubarkan pada saat saya tidak jadi Menteri Agama lagi,” kata Fachrul santuy.
Setelah tidak menjabat lagi sebagai menteri agama Fachrul Razi sempat ditawari Presiden Jokowi menduduki posisi sebagai duta besar namun dirinya menolak.
Diketahui, pemerintah resmi membubarkan organisasi massa (ormas) Front Pembela Islam (FPI). Pembubaran itu berdasarkan keputusan bersama pejabat tinggi negara.
“Bahwa FPI sejak Juni 2019 sudah bubar sebagai organisasi. Namun tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan yang bertentangan dengan hukum, merazia, provokasi,” ujar Mahfud MD dalam konferensi pers di kantornya, Rabu, 30 Desember 2020.
Mahfud menyampaikan hal ini dihadiri oleh Mendagri Tito Karnavian, Kepala BIN Budi Gunawan, Menkumham Yasonna Laoly, Mekominfo Jhonny Plate, Jaksa Agung Burhanudin, Kapolri Jenderal Idham Azis, Panglima TNI Marsekal Hadi Thajanto, Kepala Staf Presiden Moeldoko, Kepala BNPT Komjen Boy Rafly Amar dan Kepala PPATK Dian Ediana Rae.
Ada yang menarik dari peristiwa itu belakangan Tim kemenag bantah.
Wah ini bantah-bantahan terus nampaknya. Tapi pernyataan Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva di medsos “X” menulis: Saya kaget mendengar pengakuan Agus Raharjo (Ex Ketua KPK), Sudirman Said (Ex ESDM). Ditambah masalah putusan MK. DPR seharusnya gunakan hak konstitusional menanyakan ini kepada Presiden atau gunakan hak angket. Apa betul ada intervensi Presiden atau hanya fitnah?
Nampaknya memang hal ini harus diselesaikan dengan cepat, sebelum merembet ke yang semakin bahaya dan merugikan.Yang subtansi saja sampai kini penyatyaan Amie Rais minta tunjukan soal Ijazah nampaknya tak ada respon dan sidang gugutan Ijazah juga masih terus di PN Jakarta Pusat…Hehehe ***
Alibi Pagar Laut PIK-2 Dibuat Warga Secara Swadaya: Logika Maling Ketangkap Basah!
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
AdvokatMalam itu, pencuri yang sedang mendongkel jendela untuk masuk rumah...
MENYIBAK TABIR MISTERI NUSANTARA - (6)
( "Misteri Munculnya Tanjung Putih" )
Sutoyo Abadi
Lanjutan misteri mencari tempat seseorang memahami dan mengetahui solusi dari apa yang akan...
Editorial Jakartasatu.com: Semoga Tidak Terjadi Lagi (Kasus Plat Khusus) HMMMMM itu mobil khusus dan boleh ugal-ugalan? Padahal yang jadi pemilik khusus orangnya tak ada di...
Sukseskan Program Makan Bergizi Gratis, Jangan Sampai Ada Ironi
Oleh WA Wicaksono, StorytellerTepat seiring dengan pelaksanaan hari pertama masuk sekolah (6/1)usai para siswa menikmati libur...
Panglima TNI Tinjau dan Uji Senjata Produk PT. Pindad
JAKARTASATU.COM-- Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto melaksanakan kunjungan kerja ke PT. Pindad (Persero) dengan meninjau...