Foto: gedung KPK, dok. istimewa

Mengembalikan KPK ke Khittah Pembentukannya

Oleh Hasanuddin,
Ketua Umum PBHMI periode 2003-2005

Calon Wakil Presiden Nomor Urut 1 Abdul Muhaimin Iskandar (Gus Imin), yang juga Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) saat berdialog dengan kalangan Civitas Akademika Universitas Andalas, Padang-Sumatera Barat (Senin 4/12/2023) mengatakan:

_”KPK harus dikembalikan ke Undang-Undang aslinya. Lembaga independen, mandiri, tidak boleh ada intervensi satu pun. Caranya gampang. Begitu jadi Presiden, langsung kita keluarkan Perppu kembali ke UU asal KPK,”_

Jika kita memperhatikan keadaan KPK hari ini, apa yang disampaikan oleh Gus Imin diatas itu kami yakin akan memperoleh persetujuan dan dukungan mayoritas rakyat Indonesia.

Kasus Firli Bahuri yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya, dalam kasus dugaan gratifikasi dan pemerasan, memang menjadi salah satu keprihatinan mendalam bagi usaha pencegahan dan penindakan kejahatan _extra ordinary crime_ korupsi. Kasus Firli nampaknya hanya semacam puncak gunung es dalam diri KPK. Di duga insan-insan KPK tidak lagi berisi para penegak hukum anti korupsi yang berdedikasi tinggi dalam pemberantasan korupsi.

Semua bermula sejak institusi KPK itu di ubah UU-nya dan di masukan dalam rezim eksekutif dengan penempatan (perwakilan) pemerintah pada Dewan Pengawas KPK. UU KPK yang baru juga mengharuskan semua staf dan pegawai yang bekerja di KPK berstatus ASN. Banyak staf dan pegawai maupun pemyidik dengan dedikasi yang baik yang kemudian “terlempar” keluar dari KPK akibat kebijakan yang diterapkan rezim pemerintahan Jokowi.

Di lain pihak, kejahatan korupsi makin massif terjadi dengan kerugian negara yang spektakuler, namun ditangani bukan oleh KPK tapi oleh kejaksaan. Misalnya Kasus BTS Kominfo dengan nilai kerugian negara mencapai triliunan rupiah. Padahal semestinya kasus-kasus megakorupsi itu menjadi kewenangan KPK dan untuk kejaksaan maupun kepolisian menangani kasus-kasus pidana kategori biasa, atau nilai kerugian negaranya kecil.

Akibatnya peran KPK nampak tidak lebih menonjol daripada Kejaksaan dan Kepolisian, sehingga muncul pemikiran-pemikiran untuk membubarkan saja KPK, seperti yang pernah di sampaikan Ibu Megawati (Ketua Umum PDI Perjuangan yang juga Presiden Ke-5 RI) itu.

Bisa kita katakan bahwa terdapat tiga kecenderungan pemikiran atas eksistensi KPK, jika kita dekati dari sisi kontestasi Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Pertama, yang ingin mengembalikan KPK seperti awal pembentukannya. Ini gagasan yang disampaikan oleh pasangan Calon Presiden Nomor Urut 1;

Kedua yang ingin meneruskan seperti saat ini. Pasangan Prabowo/Gibran tentu dalam posisi seperti ini, karena pasangan ini ingin meneruskan kebijakan Jokowi yang tentu termasuk dalam hal KPK ini;

Dan yang ketiga; seperti yang pernah disampaikan Ketua Umum PDI Perjuangan diatas, yang tentu saja akan dipertimbangkan oleh pasangan Calon yang usung oleh PDI Perjuangan Ganjar-Mahfud. Perlu kami tuliskan bahwa itu perkiraan saja, karena pasangan ini belum punya sikap tegas soal eksistensi KPK.

Kembali kepada tema catatan ini, kami menyambut baik gagasan Gus Imin untuk mengembalikan KPK kepada _khittah_ pendiriannya yakni mengembalikan dan atau memfungsikan kembali UU KPK yang awal (asli), sebagai acuan operasional kerja dari KPK dalam pemberantasan korupsi.

Gus Imin menegaskan bahwa hal itu tidaklah sulit, begitu pasangan Anies-Muhaimin telah ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden, maka mengembalikan KPK ke khittah-nya ini akan jadi salah satu prioritas utama.

Ini sungguh menggembirakan tentunya bagi kita semua yang ingin kejahatan korupsi diberantas, dan sebaliknya tentu menakutkan bagi para koruptor.

Berikan dukungan kita kepada Anies-Muhaimin pasangan nomor urut 1, supaya rencana yang baik ini dapat terwujud.

Depok, 5 November 2023