Ubedillah Badrun : Jokowi Lakukan Praktek Otoriter yang Bersembunyi Melalui Produksi Undang-Undang

JAKARTASATU.COM— Aliansi Mahasiswa Indonesia  Untuk Demokrasi (ALAMAIDE) gelar diakusi mahasiswa bertajuk “Korupsi dan Politik Dinasti Jokowi” diskusi dipandu Hersubeno Arief. Diskusi diseleggarakan di Jalarta. Kamis 7 /12/2023.

Ubed Badrun dihadapan para mahaswa yang hadir dari beberapa daerah menyatakan indek demokrasi dibawah 70% , kebebasan civil society masih merah, indeks HAM juga rendah, pertumbuhan ekonomi stagnan. Jadi kemajuan reformasi 25 tahu. Tidak ada yang significan. Kemudian kita diwarisi hutang lebih dari 8000 T dimana kita harus bayar bunga hutan dan cicilan hitang.

“Jadi yang dihadirkan sekarang ini problem-problem yang sangat serius,” ujar Ubed panggilan akrabnya

“Gerakan mahasiswa terjadi ketika ada gerakan kesadaran kolektif yang sama tentang tantangan yang dihadapi,” inbunya

Ubed melihat mahasiswa gen Z  hari ini ada tantangan yang sama terhadap korupsi yang begitu sangat merajalela.

Ubed mengungkapkan sempat gelisah ketika tahun 2016 2017 tidak ada riak-riak perlawanan hingga saya menulis buku “Menjadi Aktivis Kampus” tahun 2018. 10 tahun kemudian dirinya dikagetkan  ketika mahasiwa membuat tagar #RefomasiDikorupsi kemudian terjadi gelombang protes mahasiswa ribuan aksi protes mahasiswa terjadi dimana-mana menolak revisi UU KPK karena mahasiswa khawatir KPKnya dikebiri. Ternyata terbukti KPK dikebiri.

“Di tengah situasi korupsi yang luar biasa, lembaga pemberantas korupsinya dikebiri,” tandas Ubed

Ubed kemukakan ini adalah satu tantangan politik yang bisa menggerakkan kesadaran polsitik mahasiswa yang mau melakukan perlawanan. Ia mengutip dimensi penting munculnya gerakan sosial menurut Sydney Tarrow dalam bukunya yang berjudul “Power In Movement (1989)

Dan kata Ubed di usia pemerintahan Jokowi 9 tahun, mahasiswa mulai merasa muak tidak hanya problem korupsi dan sekarang makin fulgar.

Ubed menuturkan Tahun 2022 saat dirinya melaporkan keluarga Istana ke KPK. Yang dilaporkan ada dari pejabatnya yaitu ada walikota, Preesiden, duta besar, termasuk anak-anaknya

“Tadinya saya pikir  ketika pelaporan itu banyak yang dukung. Saya pikir KPK akan memproses tapi ternyata KPK tidak memproses dengan alasan KPK tidak bisa memanggil Presiden,” ungkap Ubed

“Ternyata KPK dibawah kendali Presiden. Tidak lagi menjadi lembaga independen tetapi mejadi lembaga bagian dari eksekutif,” tambahnya

Ubed mengatakan kita punya argemen ternyata KPK lemah. Jadi, gerakan mahasiswa meskipun secara kuantitatif kalah tapi secara moral mahasiswa menang dalam konteks gerakan.

Lalu kemudian tiba-tiba  Mahkamah Konstitusi diobok-obok, ini proses yang sangat jorok, sangat fulgar. Jadi yang dia rusak itu bukan saja lembga independen penegak hukum tapi sampai lembaga hukum paling terhormat yaitu Mahkamah Konstitusi pun diotak-atik hingga memberikan karpet merah kepada anaknya untuk menjadi cawapres.

“Bagi saya itu adalah pelecehan bagi kaum terpelajar, melecehkan ilmu pengetahuan tata negara yang seketika itu rontok karena proses otak-atik Mahkamah Konstitisi,” ungkapnya

Ubed menilai ada Otocratic Legalism yaitu praktek otoriter yang bersembunyi melalui produksi undang-undang. UU KPK, UU Omnibuslaw, MK dll. Sesungguhnya ini praktek dinasti politik.

Kalau ada orang-orang yang mengatakam bukan praktek dinasti politik,  sesungguhnya orang-orang tsb yang malas membaca.

Dinasti yang sembunyi dibalik demokrasi itu ikut dalam elektoral yaitu yang ikut anaknya, isterinya, keponakannya. Terus begitu dan puncaknya adalah seorang presiden memberikan karpet merah kepada anaknya.

“Itu pucak suatu proses otokratik legalism yang terjadi di Indonesia,” pungkasnya. (Yoss)