Bivitri Tolak Jadi Panelis Debat Capres Cawapres di KPU, Ini Ceritanya
JAKARTASATU.COM— Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti menolak dengan tegas saat diminta untuk menjadi panelis dalam debat perdana Capres-Cawapres 2024 pada Selasa (12/12/2023).
Menurut pengakuan Bivitri, dirinya menolak permintaan KPU menjadi panelis karena format debat yang sama dengan Pilpres 2019.
“Sudah saya tolak, karena waktu saya tanya format debat dan peran panelis, ternyata masih sama persis dengan yang dulu,” ucapnya saat dihubungi, Jumat (8/12/2023).
“Karena peran saya enggak maksimal. Kalau disebut panelis kan ekspektasi orang ke saya terlalu besar. Padahal saya cuma buat pertanyaan. Untuk apa saya ada di situ?” Imbuhnya
Ketika menjadi panelis pada debat Pilpres 2019, Bivitri menjelaskan para panelis hanya ditugaskan menyusun pertanyaan. Pertanyaan itu dikasih ke moderator untuk dibacakan di depan peserta debat.
“Panelis itu benar-benar enggak ngapa-ngapain. Bahkan tidak dapat memberikan pertanyaan lanjutan. Kami enggak berguna pada hari-H (debat),” ujarnya
Lanjut Bivitri, moderator tidak dapat memberikan pertanyaan selain pertanyaan yang disetujui capres.
“Jadi itu bukan debat. Itu mereka cuma bergantian berorasi aja. Moderator enggak boleh follow up pertanyaan, mereka baca aja,” tukasnya
Karena itu, dia berharap KPU perlu memperbaiki mekanisme debat, terutama fungsi panelis.
“Itu pengalaman saya sebagai panelis di 2019. Kalau di 2024, saya benar-benar enggak tahu,” ungkapnya
Bivitri menuturkan berdasarkan pengalaman tersebut, Bivitri mengakui menilai menjadi panelis itu bukan sesuatu hal penting jika mekanisme itu tidak diubah KPU.
Bivitri berharap pada debat Pilpres 2024, para panelis bisa mendapatkan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan secara mendalam kepada setiap capres. Dengan fungsi sebagai panelis, peserta debat itu perlu mendapatkan pertanyaan kritis terhadap komitmen mereka terhadap hukum.
Dia mencontohkan kasus uji materi tentang undang-undang batas usia calon presiden dan wakil presiden 40 tahun di Mahkamah Konstitusi.
Menurutnya, pertanyaan kritis kepada capres-cawapres sangat penting. Tujuannya menguji setiap komitmen paslon. Terutama, kata dia, perilaku paslon terhadap hukum yang mereka tidak suka.
“Bagaimana ke depan nanti mereka mau berperilaku seperti itu terus? Kalau ada hukum yang mereka enggak suka, mereka ganti-ganti,” terangnya
Akhirnya, KPU pun mengumumkan 11 panelis untuk debat perdana calon presiden dan wakil presiden yang dijadwalkan berlangsung di Kantor KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023) usai penolaan oleh Bivitri Susanti.
Adapun, Bivitri Susanti digantikan oleh Guru Besar Studi Agama UIN Sunan Kalijaga Al Makin.
Debat perdana itu bertemakan pemerintahan, hukum, HAM, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, peningkatan layanan publik, dan kerukunan warga.
Komisioner KPU August Mellaz mengatakan para panelis itu merupakan sosok yang kompeten di bidangnya. Nama-nama itu disesuaikan dengan tema debat.
“Kami sudah mendapatkan konfirmasi yang akan menjadi panelis untuk debat yang pertama,” kata August di Kantor KPU, Jakarta, Sabtu (9/12/2023).
Mereka yang menjadi panelis adalah pakar ilmu politik UGM Mada Sukmajati, pakar imu politik Undana Rudi Rohi, ahli hukum tata negara Undip Lita Tyesta, pakar hukum Univerditas Andalas Khairul Fahmi, pakar hukum tata negara UNS Agus Riewanto, pakar hukum tata negara Unpad Susi Dwi Harijanti, Guru Besar Universitas Jember Bayu Dwi Anggono.
Tak hanya itu, para panelis itu termasuk mantan Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, Guru Besar Studi Agama UIN Sunan Kalijaga Al Makin, dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gun Gun Heryanto, dan Dekan Fisipol UGM Wawan Mas’udi.
Daftar nama panelis ini sedikit berbeda dari 12 nama usulan awal yang didapatkan Tempo. Pada daftar usulan itu, nama pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti dan Rektor Universitas Diponegoro Yos Johan Utama tercantum dalam daftar. Sementara itu, nama Al Makin justru tidak ada.
Ketika dimintai konfirmasi perihal 12 nama panelis itu, August Mellaz, tidak membantah soal nama-nama tersebut. Dia justru bertanya asal sumber data itu.
“Sampeyan itu dapat 12 nama dari mana Mas? Rembukan sama sumbernya saja Mas,” ujar dia melalui aplikasi perpesanan Jumat (8/12/2023).
Adapun Ketua KPU Hasyim Asyari hingga berita ini ditulis tidak menjawab sambungan telepon dan merespons pesan yang dikirimkan ke nomornya.
Ketika dimintai konfirmasi, Al Makin mengaku tak mengetahui penunjukannya itu untuk menggantikan Bivitri atau tidak. “Saya dikabari agak awal, lalu ditanya kesediaan. Tentang yang lain siapa dan bagaimana, saya kurang tahu,” katanya saat dihubungi, Minggu (10//12/2023). (Yoss)