Seri Analisis Pemilu dan Pilpres 2024: Berdasarkan Empiris 2014 dan 2019 (4)
Survei Litbang Kompas Terkait Elektabilitas Capres 2024 Sangat Bias dan Sulit Dipercaya: Kompas Terkontaminasi atau Terintimidasi?
Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
Litbang Kompas (“Kompas”) mengeluarkan hasil survei elektabilitas pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk pilpres 2024 awal pekan ini (11/12/23). Survei dilakukan pada 29 November sampai 4 Desember 2023, melibatkan 1.364 responden di 38 provinsi.
Survei “Kompas” ditunggu banyak pihak karena dianggap independen, karena, konon, dibiayai sendiri. Tidak seperti lembaga survei lainnya yang kebanyakan melakukan survei berdasarkan pesanan, sehingga hasilnya bias dan tidak mencerminkan peta kontestasi pilpres yang sebenarnya.
Tetapi, hasil survei “Kompas” cukup mengejutkan. Bukan karena siapa yang menang atau kalah. Bukan karena menang berapa besar. Meskipun semua itu tentu saja juga bisa menjadi pertanyaan besar.
Tetapi, yang menjadi masalah adalah lompatan kenaikan atau penurunan hasil survei dari periode sebelumnya (27/7 – 7/8/23) yang membuat kening berkerut, memaksa orang berpikir keras dan bertanya-tanya, bagaimana bisa, atau di mana masuk akalnya.
Hasil survei “Kompas” menunjukkan elektabilitas Anies turun (dari 19,2 persen) menjadi 17,4 persen, Prabowo naik (dari 31,3 persen) menjadi 39,7 persen, dan Ganjar anjlok (dari 34,1 persen: tertinggi saat itu) menjadi hanya 18 persen. Bagaimana bisa dalam empat bulan elektabilitas seseorang bisa turun dan naik begitu besar? Elektabilitas Ganjar turun 16,1 persen dari 34,1 persen setara turun 47,2 persen! Apakah mungkin?
Dilihat per wilayah, hasil survei “Kompas” mengundang tanda tanya lebih besar. Dalam empat bulan, Anies kehilangan suara 13,9 persen, atau 32,7 persen dari Agustus 2023, di Jakarta, dan 28,33 persen di Banten. Apakah mungkin?
Pada Agustus 2023, Anies diperkirakan menang mutlak di Jakarta dengan elektabilitas 42,5 persen. tetapi kini dibuat harus bersaing ketat bersama semua calon. Di Banten, semua calon pada Agustus 2023 masih bersaing ketat, tetapi per Desember 2023 Prabowo melenggang sendirian tanpa lawan, dengan lonjakan suara dari 37 persen menjadi 50 persen.
Lihat Gambar 1.
Elektabilitas Prabowo di Pulau Jawa melonjak tajam dalam empat bulan. Di Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta elektabilitas Prabowo melonjak lebih dari 50 persen, dan di Jawa Timur melonjak 45 persen. Apakah mungkin?
Apakah lonjakan suara Prabowo di Pulau Jawa mau memberi kesan dan pesan, bahwa faktor Gibran sebagai calon wakil presiden Prabowo sangat penting? Seolah-olah, faktor Gibran bisa menyapu bersih suara Ganjar dan Anies secara nasional, baik di Pulau Jawa dan luar Jawa! Sebagai informasi, Prabowo belum mempunyai pasangan wakil presiden pada survei Agustus 2023.
Lihat Gambar 2.
Dalam empat bulan, suara Ganjar turun 21,2 persen: dari 39,6 persen pada Agustus 2023 menjadi hanya 18,4 persen pada Desember 2023. Atau turun 53,5 persen dibandingkan elektabilitas Agustus 2023: (21,2 persen / 39,6 persen x 100 persen).
Elektabilitas Ganjar di Pulau Jawa turun 53,5 persen, di semua wilayah. Di Jawa Barat turun 68,5 persen, Yogyakarta turun 65,5 persen, Banten turun 63,1 persen, Jawa Timur turun 54,7 persen, Jawa Tengah turun 49 persen dan Jakarta turun 21,6 persen.
Di Bali dan Nusa Tenggara (Barat dan Timur) yang awalnya dikuasai Ganjar dengan elektabilitas 42,7 persen kemudian dikuasai Prabowo dengan elektabilitas 57,8 persen, naik dari 36,6 persen. Luar biasa. Kenaikan elektabilitas sebesar 21,2 persen ini setara dengan kenaikan 57,9 persen dari survei Agustus 2023.
Lihat Gambar 3.
Sekali lagi, publik bertanya, bagaimana mungkin dalam empat bulan hasil survei “Kompas” bisa akrobatik, mengundang tanda tanya besar, secara kasat mata sangat bias dan sulit dipercaya.
Karena itu, publik mencurigai, hasil survei “Kompas” ini seolah-olah ada misi untuk melambungkan suara Prabowo, untuk memastikan menang mutlak di puteran pertama pilpres. Sebagai konsekuensi, elektabilitas calon presiden lainnya harus turun drastis. Terutama suara Ganjar yang pada survei Agustus 2023 memperoleh elektabilitas tertinggi, yaitu 34,1 persen.
Penurunan elektabilitas Ganjar yang sulit diterima akal sehat sepertinya ingin memberi kesan dan pesan, Ganjar akan gugur di puteran pertama. Elektabilitasnya dihabisi. Sebelumnya, elektabilitas Anies sudah “dihabisi” sejak awal!?
Oleh karena itu, untuk menepis kecurigaan, dan sekaligus sebagai tanggung jawab “Kompas” kepada publik, publik menuntut “Kompas” menjelaskan secara transparan pertanyaan publik terkait pelaksanaan survei di kedua periode ini, Agustus dan Desember 2023.
Yaitu, bagaimana penyebaran jumlah responden untuk 38 provinsi, dan bagaimana penyebaran jumlah responden tersebut yang sudah menentukan pilihan calon presiden (sebesar 71,3 persen dari jumlah responden).
Karena ada keterwakilan responden di setiap provinsi, nampaknya “Kompas” sudah menetapkan jumlah responden di setiap provinsi, untuk memastikan tidak ada provinsi yang tertinggal di dalam survei. Kalau benar seperti itu, bagaimana cara “Kompas” menetapkan jumlah 1.364 responden terbagi dalam setiap provinsi: apakah proporsional persentase jumlah pemilih di masing-masing provinsi, atau rata-rata?
Semoga Litbang Kompas @LitbangKompas berkenan menjawab pertanyaan tersebut di atas, untuk memberi pencerahan kepada publik sekaligus menjawab apakah “Kompas” sudah terkontaminasi, atau terintimidasi, atau masih independen.
— 000 —