EH….kenapa  demikian rasanya mungkin ini bagian dari cara menghibur diri atau semacam kecewa, atau diluapan dengan nafsu. “ndasmu etik” yang viral diucapkan oleh calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto di media sosial X diduga menyindir Anies Baswedan.

Wawan Leak Koordinator GARDAN2024 (Gerilyawan Anies Muhaimin) 2024 berkomentar bahwa baru-baru ini viral terucap dari Capres Prabowo saat acara tertutup di acara Partai Gerindra. Pernyataan “Ndasmu etik” tersebut sangat disesalkan oleh mayoritas orang, karena jelas jauh dari ajaran tentang pekerti dan kearifan dan budaya lokal yang akrab di masyarakat kita. “Sangat jauh dari tingkat kesantunan seorang Capres dan seorang pejabat tinggi negara (Menhan). Seorang pejabat negara mustinya menjadi panutan dan suri tauladan segenap rakyat Indonesia,” tulisnya.

Nampaknya Leak menyesalkan pernyataan itu, “Bisa dibayangkan bagaimana kelak Republik Indonesia yang sarat dengan ajaran tentang pekerti dipimpin oleh orang yang abaikan tentang etika,” ujarnya.

Menarik membaca fenomena ini Ndasmu Etik Adalah? Ndasmu etik adalah Bahasa Jawa ngoko andhap atau bahasa keseharian yang populer digunakan kalangan biasa yang sudah akrab.

Soal pernyataan “Ndasmu Etik” adalah diksi yang tak elok bahkan jauh dari rasa yang arif atau bijaksana juga jauh. Jauh banget loh…

Kenapa seorang yang akan jadi capres berlaku demikian, mesti itu acara tertutup namun bocor juga makin nyata dan kini viral.  Sangat jauh dari tingkat kesantunan seorang Capres dan seorang pejabat tinggi negara (Menhan). Kata ‘ndasmu etik’ lagi ramai di bicarakan dan jadi sorotan netizen di media sosial X, dulu Twitter. Hal itu setelah beredar viral sebuah video yang berisi ucapan capres nomor urut 2 Prabowo Subianto yang menyebut ‘ndasmu etik’.

Kalau dilihat ucapan itu ada dalam video durasi pendek itu disebut-sebut saat acara internal Partai Gerindra di hadapan kader.

Kami melihat yang sedang viral, kata ‘ndasmu’ berarti “kepalamu” Etik Memang Dimulai dari Kepala. Umumnya kata ‘ndasmu’ lebih akrab digunakan pada kalangan biasa pada lingkup usia sebaya khususnya mereka yang sudah mempunyai hubungan akrab.

Namun, kata ‘ndasmu’ juga bisa menjadi atau dianggap kata umpatan bilamana ada kalimat dari lawan bicara yang bersifat, mengejek, merendahkan, menghina, ataupun menyinggung perasaan. Sehingga kata tersebut tergantung di daerah mana menggunakannya dan kepada siapa serta untuk tujuan apa. Untuk masyarakat Jawa daerah timur (etanan), mungkin kata ‘ndasmu’ terdengar biasa saja karena sebagian masyarakat menggunakannya dalah keseharian.

Tetapi hal itu bisa berbeda jika digunakan di wilayah Jawa kulonan (barat). Kata ‘ndasmu’ mungkin akan terdengar agak kasar. Kata ‘ndasmu’ umumnya jika digunakan kepada teman yang sangat dekat, mungkin bisa diartikan bercandaan dan biasa saja.

Namun, hal itu jika digunakan untuk orang yang kurang dekat, bisa berarti tidak sopan, atau bahkan kasar. Sedangkan kata ‘etik’ dikutip dari laman resmi Universitas Negeri Yogyakarta disebutkan memerupakan kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak dan juga nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.  Jika merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), etik adalah kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak dan nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Yang dituduhkan “Ndasmu Etik” adalah tak lain dan tak bukan Anies Baswedan, ini adlaah bukti abahwa ada “dendam”, namun  sebenarnya jawaban Anies itu cerdas dan niremosi. Ungkapan “Etik memang dimulai dari kepala” merupakan  cerminan bahwa gagasan menegenai prinsip-prinsip etika dan perilaku yang baik memang bermula dari pikiran atau kepala seseorang. Dengan kata lain, jika pikiran atau kepala seseorang sudah benar, maka perilakunya pun pastilah baik-baik saja.
Tentu saja, pentingnya kesadaran akan etika dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa diabaikan begitu saja. Etika bukan hanya dipegang sebagai sebatas aturan atau norma yang diterapkan secara eksternal semata, tetapi juga berkaitan erat dengan nilai-nilai yang ditanamkan dalam pikiran seseorang. Itulah alasannya kenapa jawaban Anies “etik memang dimulai dari kepala” sangat bisa diterima dalam konteks etika yang dimaksud.
Pertama-tama, pikiran yang benar mencakup kesadaran akan nilai-nilai moral. Ketika seseorang memiliki pemahaman yang baik mengenai apa yang benar dan salah, dia cenderung membuat keputusan yang lebih etis. Contohnya, kesadaran akan pentingnya kejujuran, integritas, dan tanggung jawab dapat membimbing seseorang untuk mengambil tindakan yang mendukung etika.
Selain itu, pikiran yang benar juga mencerminkan kemampuan untuk berempati dan memahami pandangan orang lain. Dengan memiliki pandangan yang terbuka dan kemampuan untuk melihat suatu situasi dari berbagai perspektif, seseorang dapat menghindari tindakan-tindakan yang mungkin melanggar etika atau menyakiti perasaan orang lain. Kesadaran akan dampak sosial dan moral dari tindakan-tindakan tersebut menjadi kunci untuk menjaga etika dalam interaksi sehari-hari.

Dan akhirnya kesadaran akan etika, nilai-nilai moral, empati, dan kontrol diri yang berasal dari pikiran yang benar itulah yang akan membentuk dasar dari perilaku etis. Yang saat ini banyak juga salah tafsir dan bahaya, tapi karena ada niat untuk mengangjal maka bisa jadi lebih dituduhkan lebih aneh lagi. Masyarakat paham etis dan beradab kita tahu bahwa bangsa ini adalah yang santun. Jangan akhirnya makin tak elok kalau rasa seperti main-main baca negeri yang besar ini juga harus jadi konsen.

Rektor Universitas Paramadina bahakan lebih mengeri menilai letak dari kerapuhan pilar demokrasi yang masuk jurang saat ini karena: – Sistem demokrasi yang dasarnya ditopang oleh dua pilar yakni 1). Aturan main, konstitusi, hukum, rule of law dan 2) perilaku atau behaviour (pemimpin, masyarakat, publik, civil society, birokrasi).

Ada dua dimensi kepemimpinan di lapangan yakni dimensi rill dan persepsi yang dibangun. dalam partai, leadership, pilpres, persaingan dll, publik awam dan trend umum lebih berperilaku memupuk persepsi menjadi fiksi-fiksi yang semakin tidak bepijak pada kenyataan rasional.

“Gabungan awam dan elit lalu terjerumus membangun fiksi-fiksi pemimpin dan lupa menjaga konstitusi, sehingga meski pemimpin melanggar konstitusi akan tetap disebut pemimpin baik dan dipilih. Check and balances lalu tidak menjadi penting hingga demokrasi mundur ke belakang,” kata Didik.

Jangan sampai mundur asli jika yang dpilih nanti hanya boneka dan juga yang aneh-aneh….Wew…!!!