Gimmick Niradab Gibran Disebut Kecerdasan Gestur, Lecehkan Budaya Jawa
Oleh: WA Wicaksono
Analis Iklan dan Pencitraan
Debat Calon Wakil Presiden (Cawapres) antara Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD telah memunculkan polemik perdebatan terkait kecerdasan gestur dan etika dalam debat politik. Muncul sebuah pertanyaan apakah gestur yang terkesan melecehkan lawan debat dengan gimmick-gimmick sensitif yang dapat dianggap sebagai kecerdasan ataukah sebagai langkah yang tidak beretika dan di luar norma budaya?
Ulah olok-olok Gibran selama debat, menjadi sorotan banyak orang karena menggunakan gestur yang seringkali tidak umum di saat debat formil dan terhormat tersebut.Tentu saja di mata pendukungnya hal itu tidaklah salah. Mereka menyebut hal itu terinspirasi oleh budaya Jawa dan memuji kecerdasan gestur ini sebagai bentuk keterampilan komunikasi yang efektif dalam membangun citra positif.
Tingkah kontroversial Gibran menurut pendukungnya adalah bagian dari kecerdasan gestur yang melekat dalam budaya Jawa. Dalam tradisi Jawa, gestur tidak hanya merupakan bentuk komunikasi verbal, tetapi juga non-verbal yang kaya makna. Penggunaan simbol dan gerakan tertentu dianggap sebagai seni komunikasi yang dapat menunjukkan kecerdasan seseorang.
Sayangnya, dalam pandangan banyak kalangan ulah olok-olok Gibran tersebut dinilai sebagai sebagai upaya melecehkan lawan debatnya dan juga menutupi ketidakmampuannya dalam memahami masalah yang dibahas dalam debat. Penggunaan gimmick-gimmick yang terkesan sebagai sindiran atau ejekan dianggap khalayak umum sebagai tindakan merendahkan dan tidak mencerminkan etika berkompetisi dalam debat yang sehat.
Jika saja memang gestur dianggap sebagai seni dan kecerdasan, namun banyak kalangan masih menilai bahwa selalu ada batasan etika yang harus dijaga. Bahkan terlepas apakah itu dari budaya Jawa, hal ini justru memunculkan sebuah pertanyaan: apakah gestur yang dianggap sebagai kecerdasan dalam satu konteks budaya dapat diterima dengan baik dalam konteks politik yang lebih luas?
Bagi khalayak umum, tindakan Gibran selama debat justru dipandang sebagai tindakan nir etika dan di luar batas kesopanan dalam berkompetisi. Khalayak menyoroti bahwa seorang calon pemimpin seharusnya menunjukkan sikap dan perilaku yang beretika dan beradab, bahkan dalam situasi debat yang memanas sekalipun.
Pertanyaan etis yang muncul adalah sejauh mana seorang calon wakil presiden dapat menggunakan kecerdasan gestur tanpa melanggar prinsip-prinsip etika yang mendasari kompetisi politik. Apakah tindakan kontroversial ini memang membangun citra positif, ataukah justru merusak integritas dan etika dalam berpolitik?
Apakah menyebut gimmick tak beretika sebagai kecerdasan gestur dalam budaya Jawa sejalan dengan nilai-nilai budaya Jawa yang adi luhung dan menjunjung tinggi sopan santun, etika, dan adab mulia?
Budaya Jawa terkenal dengan konsep adi luhung, yang mengandung makna tentang keutamaan dan kemuliaan. Dalam adi luhung, sopan santun, etika, dan adab mulia menjadi pondasi utama dalam berinteraksi dan bersosialisasi. Masyarakat Jawa menanamkan nilai-nilai ini sebagai bagian integral dari identitas budaya mereka.
Dus, sebagai masyarakat Jawa, saya menilai tindakan menyebut gimmick tak beretika Gibran sebagai kecerdasan gestur khas budaya Jawa adalah tindakan yang merendahkan budaya Jawa itu sendiri. Tindakan kontroversial tersebut tidak sejalan dengan nilai-nilai adi luhung yang dijunjung tinggi dalam budaya Jawa.
Sebagai masyarakat yang plural dan kaya akan budaya, maka penting untuk memahami bahwa setiap tindakan yang dihubungkan dengan sebuah budaya haruslah diikuti dengan kebijaksanaan dan kehati-hatian. Mempromosikan budaya tidak boleh dilakukan dengan merendahkan atau mengecilkan nilai-nilai yang seharusnya dijaga dengan hormat.
Kontroversi seputar gimmick Gibran Rakabuming Raka dan penyebutannya sebagai kecerdasan gestur khas budaya Jawa menggugah kita untuk merenung. Kehati-hatian dalam penggunaan istilah dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya adalah kunci. Sebagai masyarakat yang beraneka ragam, kita harus bersatu dalam menjaga kehormatan dan keutamaan budaya, tanpa merendahkan atau mengabaikan nilai-nilai adi luhung yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa. Tabik.
Di HUT PDIP ke 52 Tidak Undang Presiden Prabowo, Syaiful Djarot: Ini Acara Sederhana
JAKARTASATU.COM-- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akan menggelar peringatan Hari Ulang...
Rayakan HUT PDIP Ke-52 Secara Sederhana, Hasto: Temanya "Api Perjuangan Nan Tak Kunjung Padam’"
JAKARTASATU.COM-- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akan menggelar peringatan Hari Ulang...
JAKARTASATU.COM- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) hari ini melakukan penyegelan pagar laut di peraitan Tangerang, Banten. Muhammadi Said Didu bersyukur atas hal itu tetapi...
JAKARTASATU.COM- Semua lembaga takut buka identitas pemagar laut di perairan Tangerang, Banten, sepanjang 30 km lebih disampaikan analis kebijakan publik, Muhammad Said Didu.
“Semua instansi...
Irjen TNI Gelar Coffee Morning Bersama Para Kolonel Jajaran Mabes TNI
JAKARTASATU.COM-- Irjen TNI Letjen TNI Muhammad Saleh Mustafa memberikan pengarahan pada acara coffee morning...